Archive | Januari 2011

lagi-lagi tentang amanah…


“Berbahagialah seorang hamba yang memegang tali kudanya di jalan Allah, rambutnya acak-acakan, dan dua kakinya berdebu. Bila ia (ditugaskan) di pos penjagaan, ia tetap di pos penjagaan, dan bila (ditempatkan) di barisan belakang, ia tetap di barisan belakang tersebut..” (Fathul Bari 6/95, no. 2887)


Wahai Rasulullah”… seru Abu Dzar al-Ghifar. Sesosok sahabat yang terkenal dengan perbendaharaan ilmu pengetahuannya dan kesolehannya “tidakkah engkau memberiku jabatan?” Kemudian Rasulullah menepuk pundak Abu Dzar, lalu beliau bersabda, ”Wahai Abu Dzar, sesungguhnya engkau itu lemah, sedangkan jabatan itu amanah, dan jabatan itu akan menjadi kehinaan serta penyesalan pada hari kiamat, kecuali bagi orang yang memperolehnya dengan benar dan melaksanakan kewajiban yang diembankan kepadanya.” (Muttafaqun `Alaihi)

Di lain kesempatan, Rasulullah berkata ”Ketahuilah, setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya.” (H.R. Muslim).

Sungguh, berbicara masalah amanah itu takkan terlepas dari bagaimana kita menyikapi setiap kontribusi yang akan diberikan ketika sudah memegang amanah. Setidaknya ada dua poin penting yang harus diperhatikan dalam menyikapi amanah. Pertama, amanah/jabatan merupakan sarana untuk bisa menegakkan kalimatullah di muka bumi ini dan yang kedua adalah kita harus menilai diri sendiri apakah sanggup untuk menerima amanah tersebut. Jangan sampai kita meminta amanah yang kita sendiri tidak mampu untuk mengembannya. Hanya menginginkan posisi strategis agar dipandang baik dan dihargai dimata manusia, atau bahkan lebih parah lagi hanya untuk melengkapi daftar kesuksesan planning agar bisa di tulis di dalam curriculum vitae, sebuah capaian yang sangat rendah sekali bila kita berharap yang seperti itu. Karena hidup ini pada hakikatnya hanyalah untuk Allah semata, bukan untuk dihargai di mata manusia. Keistiqomahan dan keikhlasan seorang hamba dalam meniti jalan yang di ridhai-Nya akan membawanya akan pada suatu kondisi dimana mereka tidak peduli dengan seberapa banyak tepukan tangan manusia yang ditujukan untuknya, atau seberapa sering bisik pujian terdengar di telinganya. Yang ia inginkan hanya keridhaan Allah semata. Karena mereka yang ikhlas dan istiqomah akan tetap dikenal langit, meskipun sama sekali tidak dikenal dibumi.

Khalid bin Walid, seorang sahabat yang dikenal sangat piawai dalam memimpin perang, hampir semua peperangan yang dipimpin olehnya selalu meraih kemanangan . Namun suatu ketika Khalifah Umar justru membuat keputusan sangat tegas, yakni mencopot jabatan Khalid Bin Walid sebagai pemimpin panglima perang sekaligus tidak memerintahkan beliau terlibat dalam pertempuran yang sedang dipimpinnya. Umar menggantikannya dengan panglima baru yaitu Abu Ubaidah. Dengan ikhlas Khalid menerima alasan itu. Oleh Khalifah Umar Ibn Khattab Khalid dikirim ke front timur pertempuran tanpa pangkat apa-apa. Mungkin ada bisikan syetan untuk selalu menggoda keikhlasan Khalid menerima keputusan tersebut, akan tetapi Khalid bin Walid tegas menjawab pertanyaan heran, mengapa mau-maunya ia bertempur dibawah komando orang lain sementara ia dimakzulkan (dicopot) dari posisi panglima? Ia berjihad karena Allah, bukan karena Umar. Ia tetap beramal dengan giat di bawah komando Abu Ubaidah yang menggantikannya, tanpa menggerutu dan tanap ataupun kecewa.

Di sini kita belajar bahwa dimanapun posisi kita, entah sebagai pemimpin ataupun yang dipimpin, kita harus memiliki jiwa leadership, siap untuk berkontribusi saat menjadi seorang pemipin. Pun begitu juga ketia kita hrus menjadi bagian dari orang-orang yang dipimpin. Karena kepemimpinan itu hanyalah jabatan formal yang suatu saat akan berganti dan diserahkan kepada orang lain. Saya teringat sebuah sms dari salah seorang teman bahwa menjadi orang penting itu baik, akan tetapi lebih penting lagi untuk menjadi orang yang baik.”

Kontribusi dan karya para sahabat tidak dibatasi oleh jabatan formal mereka. Apapun posisinya, mereka saling bahu membahu menyebarkan nilai-nilai Islam kepada masyarakat Arab kala itu. Mereka tidak menjadikan posisi/jabatan sebagai alasan untuk berkontibusi atau tidak.

Bila sebuah amanah kemuaidan dijadikan sebuah komoditi untuk meraih kekuasaan atau materi (dunia), maka itulah awal dari hancurnya sebuah bangsa. “Bila amanah disia-siakan, maka tunggulah kehancurannya.” Begitulah ancaman Rasulullah SAW. Lalu seperti apa bentuk amanah yang disia-siakan itu? Kemudian beliau melanjutkan  dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, “Bila persoalan diserahkan kepada orang yang tidak berkompeten, maka tunggulah kehancurannya”. (H.R. Bukhari dan Muslim).

Dalam konteks kelembagaan Dakwah kampus, mungkin sering kita mendengar ada seorang aktifis dakwah yang kecewa karena tidak mendapat amanah tertentu atau tidak menempati posisi strategis di fakultasnya. Hingga kondisi tersebut membuatnya menjauh dari lingkungan lembaga tersebut dan bahkan lama-kelamaan akan menjauhi dakwah ini. Kita mungkin perlu membaca lagi sebuah hadits Rasulullah yang diriwayatkan oleh al-Hakim, “Barangsiapa yang mengangkat seseorang (untuk suatu jabatan) karena semata-mata hubungan kekerabatan dan kedekatan, sementara masih ada orang yang lebih tepat dan ahli daripadanya, maka sesungguhnya dia telah melakukan pengkhianatan terhadap Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang beriman”. (H.R. al-Hakim).

Boleh jadi seseorang tidak mendapat amanah formal dikampus karena memang bukan kualifikasi kompetensinya atau beum saatnya untuk menerima amanah tersebut. Karena kesiapan diri itu harus mencakup seluruh elemen seorang aktifis dakwah, baik itu kesiapan fisik, mental, fikrah, dan hati.

Diantara kesiappan-kesiapan tersebut, yang harus lebih diperhatikan oleh seorang aktifis dakwah adalah kesiapan hati. Ia harus siap untuk menata hatinya. Mengemban amanah dengan penuh keikhlasan hanya untuk mencari ridha Allah semat. Ia juga harus siap bila ternyata amanah yang diimpi-impikan tersebut tidak menghampirinya. Amanah itu memang ibarat musuh, jangan dinanti jangan cari. Akan tetapi bila ia sudah datang menghampiri, jangan pergi dan melarikan diri.

Kita juga perlu belajar dari Shirah Khulafaur Rasyidin, dimana sepeninggal Abu Bakar, ia menunjuk Umar Ibn Khattab sebagai penggantinya. Bukan Utsman bin Affan yang secara usia lebih tua dari Umar. Bila dilihat dari usia keislamannya pun, Usman termasuk bagian dari Assabiqunal Awwalun. Sahabat-sahabat mulia yang pertama kali masuk Islam. Berbeda dengan Umar Ibn Khattab yang keislamannya baru beberapa tahun kemudian dan sebelumnya menjadi musuh besar dakwah Islam.

Disini kita diajarkan pula bahwa  usia ‘akademik’ seorang tidak menjadi alasan untuk menghambat penentuan apakah seseorang itu layak atau tepat untuk diberikan amanah. Karena pada dasarnya amanah itu diberikan tidak hanya pada orang yang terbaik, akan tetapi pada orang yang tepat.

Semoga kita bisa memahami bahwa amanah itu bukan untuk dicari, bukan untuk diimpi-impikan, akan tetapi buatlah diri ini siap untuk menerima amanah itu. Mempersiapkan diri bukan berarti kita harus mendapat amanah tersebut. Karena bila pola pikir seperti itu, maka yang timbul adalah kekecewaan ketika yang terjadi tidak sesuai dengan harapan.

Wallahu a’lam

Sleman::26 Januari 2011::

dalam penantaian keputusan boleh pulang kampung atau tidak oleh pengurus asrama… hikss…hiksss

Terbanglah Anak-anakku


oleh: Bpk. Kusen

Terbanglah sejauh yang dapat kau tempuh, anak-anakku. Selagi mentari masih pagi buatmu. Jelajahi Jerman sebagaimana Pak Habibi dulu menjelajahinya. Selami dan pelajari kehebatan Amerika sehingga kau bisa menimba banyak akan kehebatnya. Akrabi dan teladani semangat juang dan mental keilmuan Jepang yang pantang menyerah. Dekati dan gauli kecanggihan Korea, Belanda, Inggris, Kanada, dan Rusia. Menyatu dan mengambil sebanyak mungkin keluhuran Mesir, India, Timur Tengah, dan Cina. Jangan spelekan kemajuan negara tetangga kita seperti Singapura dan Malaysia.

Pergilah generasi mudaku. Kelak kalianlah yang akan meneruskan estafet kepemimpinan negeri ini. Insya Allah, kalian menjadi insan-insan yang cendekia. Sebagaimana yang kita cita-citakan dulu. Selamat berjuang anak-anakku! Dan, kembalilah bila telah cukup bekal untuk membangun negeri ini.

Info Beasiswa Studi Etos Dompet Dhuafa Tahun 2011


Beastudi Etos adalah beasiswa investasi SDM yang mengelola biaya untuk pendidikan, pembinaan dan pelatihan serta pendampingan mahasiswa. Saat ini tersebar di 9 wilayah dan 11 PTN dengan penerima manfaat sebanyak 874 orang, terdiri dari 397 penerima manfaat aktif dan 477 alumni. Penerima manfaat Beastudi Etos selanjutnya disebut sebagai Etoser.

Pada Juli 2010, Moh. Dhanar Such Rufi Fajri (Etoser ITS) dan Dyah Septyandari (Etoser UGM) meraih medali emas pada ajang Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) XXIII yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) Kementrian Pendidikan Nasional.

Fasilitas Etoser:

Penggantian biaya masuk PTN
SPP semester 1 dan 2
Uang saku Rp 400.000,00 – Rp 450.000,00 per bulan selama tiga tahun
Akomodasi asrama selama tiga tahun. Asrama adalah media pembinaan dan pendampingan intensif para Etoser guna mencetak pribadi dan komunitas produktif. Asrama juga dikelola untuk meningkatkan kebersamaan dan loyalitas Etoser dan menjadi bagian dari sistem kerja utama program Beastudi Etos
Pelatihan, pembinaan dan pendampingan 4 domain (agama, akademik, pengembangan diri, sosial) selama 3 tahun. Secara umum ada tiga bagian pembinaan, yaitu pembinaan asrama (harian), pembinaan rutin (pekanan) dan pembinaan nasional (tahunan). Pelatihan, pembinaan dan pendampingan ini dilakukan berdasarkan kurikulum berbasis kompetensi untuk pengembangan prestasi.

Seleksi penerima Beastudi Etos diadakan setiap tahun, dibuka pada bulan Januari. Sejak 2011, quota penerimaan adalah sebanyak 150 mahasiswa per tahun.

Tahapan seleksi sebagai berikut :
1. Seleksi administratif
2. Tes tulis & wawancara
3. Home visit
4. Seleksi masuk PTN

Persyaratan Umum :

Lulus SMA/ sederajat
Akan mengikuti seleksi masuk PTN program S1
Diterima pada PTN dan jurusan yang direkomendasikan Beastudi Etos

Persyaratan Khusus :

Berasal dari keluarga tidak mampu
Melampirkan surat keterangan tidak mampu dan slip gaji/surat keterangan penghasilan dari ketua RT atau DKM setempat
Melampirkan Daftar Riwayat Hidup/ Biodata
Mengisi dan menandatangani akad Beastudi Etos
Melampirkan fotokopi raport SMA semester 1 – 5, STTB (bagi yang sudah lulus), Kartu Keluarga, KTP/ Kartu Pelajar
Pas Foto 4 x 6 sebanyak 2 lembar
Foto rumah (tampak keseluruhan, dan bagian dalam)
Membuat tulisan tentang perjalanan kisah hidup

Biodata dan Akad Beastudi Etos dapat diunduh di sini

Contact Person Panitia Daerah :

Padang
Meifal Rusli (0812 6695 3417) atau Parwanto (0852 6396 7234)
Asrama Beastudi Etos Padang : Kelurahan Kepalo Koto no.43, Kec. Pauh, Padang 25163

Jakarta :
Abdurakhman (0813 1084 5934) atau Ali Mulyadi (021 3433 7848, 0857 8174 2926)
Asrama Beastudi Etos Jakarta : Jl. Merak No. 6 RT. 03 /02, Kel. Beji Timur, Kota Depok 16424

Bogor :
Setyo Budi (0813 1760 6699), atau Robbi (0852 1565 7054)
asrama Etos (0251) 862 6633
Asrama Etos Bogor : Jl. Kampus Dalam IPB Dramaga, Babakan Raya 4 No. 68 RT 7/RW 3, Kec. Dramaga, Kab. Bogor 16680

Bandung :
Gantina Rahmaputri (0857 2339 2542, 0878 2193 7797) atau Nur Ahmadi (0813 1288 8188)
asrama Etos (022) 250 8235
Asrama Etos Bandung : Jl. Ciheulang 89 Sekeloa 40134

Semarang :
Effendi Nugroho (0811 272 6772) atau Pariman (0852 2699 2485)
Asrama Etos Semarang : Jl. Banjar Sari, Gang Iweni Sari No. 18 Tembalang, Semarang 50275

Yogyakarta :
Murwantoko (0878 3811 5905), Fauziatul Muslimah (0857 2979 0039), Dunilah (0857 2936 4921)
Asrama Etos Yogya : Jl. Kaliurang KM 5,6 Gg. Pandega Duksina CT 1 No. 14 A, Depok Condong Catur, Sleman, Yogyakarta 55281

Malang :
Abdul Khaqim (0856 4955 2474), Harisah (0857 4950 3783), Ajeng (0852 3457 7714)
Asrama Etos Malang : Jl. Watu Gilang 1 No.19, Ketawang Gede, Lowokwaru, Malang 65145

Surabaya :
Nurul Aisyah (0856 4812 6140), Sayyid Bashori (0857 3077 9358), Muamar Khadafi (0852 301 41 990)
Asrama Etos Surabaya : Jl. Keputih Gang 3 no.47, Sukolilo Surabaya 60111

Makasar :
Anwar (0811 417 504), Ranto Ari P (0852 9964 6620), Misbahuddin Azis (0813 5585 4858), Rahmawaty (0852 4273 6427)
Asrama Etos Makassar : Komplek BTN Asal Mula Blok D5/5, Kel. Tamalanrea Indah, Kec. Tamalanrea, Makassar 90245

Samarinda:
Dompet Dhuafa Samarinda (0541 748711), Sapar (0856 5424 1078)
Unit Layanan Dompet Dhuafa Kalimantan Timur
Jl. Camar No. 98 RT. 27, Kelurahan Bandara, Kecamatan Samarinda Utara, Samarinda

More Info : http://lpi-dd.net

menyemangati diri


Klik… bunyi sms masuk,. satu persatu potongan-potongan sms itu masuk memenuhi inbox saya. Deretan kata-kata itu perlahan saya baca, mungkin sebagai sebuah teguran, mungkin juga saran, atau mungkin mencoba memberi penguatan. Tapi begitulah kondisinya saat ini, memang saya sedang butuh yang seperti itu, dari siapapun. Hari-hari dimana belakangan ini saya mulai merasa ada yang membersamai, bahkan banyak yang membersamai. Entah, apakah ini hanya sesaat saja atau bisa berlangsung sampai setahun kedepan atau seterusnya.

Terus antum ga mau gitu bareng2 ma ana dan temen2 yang lain bergerak untuk teknik?? Untuk dakwah?? Untuk agama Allah?? Mungkin kalo ditanya tentang dakwah itu apa, menurut ana dakwah adalah bentuk terimakasih ana ma Allah… kalo ana mau mundur karena ana ditunjuk jadi koor/mas-ulah atau kalo karena ana kecewa dengan jamaah atau orang-orang yang ada di dalamnya, ana bodoh bgt, ana gak terimakasih ma Allah,… Ana bukan berdakwah karena wasilha/wajihah itu, tapi karena Allah. Kalo karena kekecewaan terhaap hal-hal duniawi menghambat kesuksesan dakwah, naudzubillahi min dzalik. Adanya jama’ah kan untuk meringankan beban-beban dakwah. Dakwah emang suangat berat, tapi ana yakin jika diusung bareng2 bakal terasa ringan. Ana mohon antum maupun ke tmn2 lain jangan tinggalin jama’ah ini, jangan tinggalin ana sendirian, Ilangin semua kekecewaan kita… Saling ngingetin n do’ain juga untuk tetap kuat menopang amanah ini.That’s All

Baiklah, saat ini saya akan mencoba mengubur ego setahun kebelakang yang sudah terlanjur melintas dalam diri saya. Kenapa dibilang melintas, karena saya juga nggak mau menyimpan ego itu berkepanjangan.  Sekerang hanya ada hari ini dan hari esok yang tersisa. Hari kemarin sudah berlalu. Itupun harus mencoba sedikit-demi sedikit untuk ‘memaafkan’ masa lalu. Karena sikap saya saat ini, yang membuat orang lain bingung, adalah juga campur tangan ‘masa lalu’. Ya sudahlah, masa lalu sudah berlalu, msa kini harus dijalani karena masa depan sudah menantang….

*mencoba menyemangati diri sendiri, disaat orang lain juga turut ‘menyemangati’

Sleman::17-01-11:: 06.05 am

Download Rekaman KRPH Masjid Mardliyyah Kampus UGM-Edisi Desember 2010


Desember 2010

“Jelajah Hati: Optimisme Ringankan Beban Hidup” oleh: Ust. Syatori Abdur Rauf Download Durasi (01:12:20)

“Analisis Kepemimpinan Para Bintang Islam” oleh: Ust. Salim A. Fillah Download Durasi (01:08:20)

“Strategi Pendidikan yang Sejalan dengan Ilmu dan Tugas-Tugas Islam” oleh: Ust. Didik Purwodarsono Download Durasi (01:33:27)

“Jelajah Hati: Menyongsong Kematian dengan Hamdallah” oleh: Ust. Syatori Abdur Rauf Download Durasi (01:21:57)

“Mengefektifkan Peran dalam dakwah dengan Mempelajari Bahasa Arab” oleh: Ust. Talqis Nurdianto Lc Download Durasi (01:20:50)

“Tafsir Al-Qur’an Juz 30-AtTakasur” oleh Ust. Solihun Download Durasi (01:29:17)

“Adab Belajar, Mengajar, Membaca dan menghafal Al Quran” oleh: Ust. Hartanto Lc Download Durasi (01:49:06)

“Melejitkan Kecerdasan Finansial” oleh: Ust Fadli Reza Noor  Download Durasi (01:34:23)

“Kitab Riyadlush Shalihin” oleh Ust. Solihun Download Durasi (01:41:18)

tentang Franchise Insan Cendekia


Akhir-akhir ini memang saya sering mempublish tema-tema yang berhubungan dengan almamater saya. Mengingat dalam beberapa bulan terakhir ini, saya melihat dikoran-koran dan media elektronik lainnya, nama Insan Cendekia sering disebutkan dan dibahas dalam rubrik khusus. Salah satu poster yang terpampang di sebuah koran nasional mengiklankan sekolah-sekolah unggulan mulai dari SD sampai SMA yang semuanya memakai label “insan cendekia.”  Padahal saya sendiri baru tahu kalau sekolah “insan cendekia” sudah memiliki cabang yang banyak. (apa saya sendiri yang kuper ya? ^^). Berikut ini  saya kutipkan pernyataan salah seorang guru kami yang dulu menjadi Pembina Asrama saya, sekaligus penggati orang tua di asrama selama 3 tahun.
“Sebenarnya secara substansial franchise tidak perlu dipersoalkan, bahkan harus dikembangkan.Dari awal saya sudah mengingatkan bahwa IC harus bermanfaat bagi madrasah-madrasah sekelilingnya sesuai cita-cita awalnya yakni sebagai Magnet School.Makanya bentuk yang paling tepat bagi IC bukan semata-mata menjadi sekolah unggulan, melainkan menjadi Lab School. Di laboratorium pendidikan inilah segala penemuan baru dalam bidang pendidikan diuji kesahihannya. Untuk selanjutnya didesseminasikan ke sekolah-sekolah lain. Dengan demikian IC bisa berperan sebagai ganda, baik sebagai media pengembangan inovasi dalam bidang pendidikan, juga sebagai sekolah unggulan.Cita-cita Jahya Umar (Dirjen Depag yang dulu), jadilah IC sebagi flag Ship bagi madrasah. Namun yang terjadi saat ini IC sangat sibuk bersolek bak gadis cantik yang aduhai. IC menjadi sebuah aquarium besar yang dikunjungi berbagai sekolah di Indonesia. Namun sayang sepulangnya dari IC tak ada manfaat yang bisa mereka dapatkan untuk dikembangkan di sekolah mereka masing-masing. Kenapa ? Karena yang kita perlihatkan adalah hal-hal yang bersifat fisik. Gedung dengan segala fasilitasnya yang luar biasa. Mereka hanya bisa berkata,”Kalau sekolah kita dikasih dana 17 milyar setahun, ya … kita juga bisa kayak gini”. Akhirnya yang lahir justru kecemburuan. Apa hak IC mendapatkan keistimewaan dari Depag Pusat dengan pembiayaan yang sedemikian besar ? Itukan tidak adil, IC melakukan pemborosan uang negara. Sebelum sistem beasiswa diberlakukan, IC sudah bisa running dengan mengambil dana dari orang tua siswa sekitar 2.000.000 per bulan. (Dihitung dari SPP 1.500.000 per bulan plus uang pangkal 17.000.000 dibayar satu kali ketika masuk). Dengan dana DIPA 17 milyar per tahun, kalau dibagi 360 siswa, maka perbulannya seolah-olah siswa membayar hampir 4.000.000 rupiah. Inilah yang sudah saya ingatkan dalam rapat bersama guru-guru dengan bagian perencanaan Kanwil Depag Banten Pak Sahlan bahwa IC tidak perlu dikucuri dana sebesar itu. Bisa berbahaya bagi IC sendiri. Kini IC kebingungan bagaimana mencairkan dana sebesar itu tanpa bertabrakan dengan aturan yang berlaku. Terjadilah tumpang tindih pembiayaan yang sebenarnya sudah dibayar lewat gaji. Dimana gaji PNS serta tunjangan sertifikasi sebenarnya sudah mengcover Tupoksi (tugas pokok dan administrasi) yang sudah seharusnya dilakukan oleh seorang guru. Dana sebesar ini juga rawan dari orang-orang yang kritis dan tahu ttg pengelolaan IC. Pak Menteri Agama yang sekarang ini saja sudah mewacanakan IC kembali lagi fifty-fifty, artinya pemerintah hanya berani membiayai setengahnya saja. Selebihnya IC harus bisa cari dana sendiri. Kalau saya sih usulnya, biarlah IC dapet dana secukupnya saja, asal jangan terus-terusan diganggu dengan berbagai macam perubahan kebijakan dari Depag Pusat. Tapi yah apalah artinya seorang Iskandar. Teriak sekeras apapun gak akan ada yang mau denger. Guru-guru IC sudah terlalu nyaman. Makanya jadi lupa kalau IC sedang dalam bahaya. IC in the DANGER. WOW
Ya. Itulah sekelumit dari kondisi almamater saya saat ini. Di bilang sekelumit, karena masih banyak lagi yang menjadi bahan diskusi terutama setelah sekolah tersebut di ‘ambil’ oleh Departemen Agama.
Wallahu a’lam

Beberapa Informasi tentang Insan Cendekia


Jadi begini yang saya dapatkan dari beberapa guru di MANICS setelah obrolan santai dan panjang tempo hari.

 

Singkat cerita, Insan Cendekia awalnya dikelola oleh BPPT sampai pada akhirnya diambil alih oleh Departemen Agama dan dijadikan sebagai madrasah model. Hal ini sejalan dengan apa yang dicita-citakan oleh pencetus konsep sekolah ini yaitu Bapak Habibie dengan visi besar yaitu pada akhirnya nanti, Insan Cendekia sebagai sekolah model, menularkan sistemnya ke seluruh Indonesia, sehingga di setiap provinsi, ada Insan Cendekia di situ. Dengan diambil alihnya IC oleh Depag sebagai sekolah model, maka peluang untuk terwujudnya hal ini sangat besar. Sebagai madrasah model, pasti ada maksud dari Depag untuk membuat sekolah2 lain dengan konsep seperti insan cendekia ini.

 

Niat menyebarkan sistem IC pun difollow up oleh ICMI, sebuah ormas yang beranggotakan cendekiawan2 muslim, yang dahulu sempat dikepalai oleh Pak Habibie juga saat membangun IC pertama kali. Akhirnya, disusunlah sebuah memo kesepakatan (MoU, perjanjian, atau apapun namanya) yang berisikan bahwa, ya, sistem IC akan disebarkan sebanyak2nya ke seluruh Indonesia, di mana ICMI berperan sebagai agen penyebar, sementara IC serpong, sebagai pemilik hak nama Insan Cendekia, dan bertanggung jawab dalam mengembangkan sistem sekolah bekerja sama dengan ICMI.

 

Implikasinya, lahirlah sebuah sekolah bernama Insan Cendekia Al-Kautsar. Itu lah produk pertama yang mungkin sempat kita lihat bersama seperti apa perkembangannya. IC Alka ini lahir dengan kerjasama yang intensif dari IC Serpong, ICMI, dan yayasan Al Kautsar. Dari mulai rekruitmen dan pelatihan guru, penyusunan kurikulum, sistem, dan puncaknya dengan diutusnya salah satu guru ICS yaitu Pak Gatot sebagai kepala sekolah IC Alka tersebut.

 

Ya, berjalan lancar semuanya. Kerja sama sangat erat, bahkan beberapa kali IC serpong dan IC Alka mengadakan acara bersama, saling bersilaturahmi, dan bertukar informasi.

 

Namun, sekitar tahun 2005 (lupa tepatnya), terjadilah pergantian dirjen Depag. Dirjen yang baru ini ternyata memiliki pemikiran yang agak berbeda dengan dirjen sebelumnya, dengan IC serpong, sehingga dengan cita-cita besar untuk memberikan pendidikan yang baik untuk santri2 khususnya dari pondok pesantren, maka dibuatlah kebijakan yang cukup signifikan. Sejak angkatan 13, sistem penerimaan murid baru di IC mengalami sebuah perubahan besar yang positif. Ujian masuknya dilakukan di berbagai penjuru Indonesia. Kesempatan yang sangat besar bagi lulusan pesantren dan MTs karena ada chance lebih besar bagi mereka untuk lulus tes. Ditambah lagi, semua santri yang lulus tes diberi beasiswa penuh selama 3 tahun, tidak ada sepeser pun yang dikeluarkan. Tampaknya, dirjen yang baru ini benar2 menganakemaskan IC serpong.

 

Di samping kebijakannya itu, ada satu kebijakan lain yang menurut saya menjadi awal permasalahan yang mungkin banyak dibahas selama ini. Dirjen Depag merasa MoU yang dibuat antara ICS dan ICMI tidak relevan, dan akhirnya, MoU itu pun dibatalkan. Sejak ini, terjadilah konflik antara ICMI dengan Depag dan secara tidak langsung dengan IC. Ya, itu masalah politik, saya tidak terlalu ingin membahasnya. Implikasinya, seharusnya, tidak akan ada lagi usaha penyebaran nama dan sistem Insan Cendekia, setidaknya untuk beberapa waktu ini. Perjanjian yang awalnya mengatakan bahwa ICMI sebagai agen penyebar serta ICS sebagai pengembang sistem, tidak bisa dilaksanakan lagi. Walhasil, Alkautsar dan ICS pun memutuskan hubungan kerja sama sehingga IC ALkautsar umurnya tidak sampai 3 tahun (kalau tidak salah).

 

Kalau pada proses yang ideal, pengembangan IC – IC lain dilakukan dengan mekanisme yang baik, di mana kontrol dan pembinaan dari IC Serpong yang baik dengan mengirimkan beberapa orang perwakilan MANICS untuk mengembangkan sekolah yang baru tersebut. Lalu, nama Insan Cendekia pun disematkan pada sekolah baru itu.

 

Tapi, yang ada ternyata, setelah MoU itu dibatalkan, justru bermunculan sekolah-sekolah dengan embel2 nama Insan Cendekia di berbagai tempat. Proses penyebaran ini nyatanya masih berlanjut. Mungkin pernah dengan Insan Cendekia sekar kemuning di cirebon, di jambi, di kuningan, dan puncaknya adalah lahirnya SMA INSAN CENDEKIA di BSD, bahkan di kecamatan yang sama dengan IC Serpong. Ada apa gerangan ini?

 

Setelah dicari informasi yang lebih detail, ternyata diketahui bahwa ada satu (atau beberapa) guru yang mengembangkan sistem IC di sekolah lain, namun bukan sebagai perwakilan MANICS. Mengembangkan kurikulumnya, menyusun sistemnya, dan pada akhirnya, menyematkan nama Insan Cendekia di sekolah itu tanpa pemantauan dan sepengetahuan jajaran MANICS. Kalau teman-teman sudah tau kabarnya, akhirnya satu orang guru pun, dimutasi untuk mengajar di tempat lain. Penyebabnya, di samping hal yang sudah saya sebutkan di atas, sebenarnya karena kesibukan membangun sistem IC di sekolah lain sehingga kinerja dan produktivitas di ICS pun menurun. Hal ini yang juga menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan mutasi tersebut.

 

Dilema. Itu yang saya tangkap. Di satu sisi, Insan Cendekia dibangun dengan sebuah cita2 besar untuk menyebarkan sistem pendidikan yang menyeimbangkan antara IPTEK dan IMTAQ ke seluruh Indonesia. Cita2 mulia itu tentunya harus diwujudkan. Namun, di sisi lain, agak kurang bijaksana jika cita2 ini diwujudkan dengan cara yang kurang baik. Kondisinya sekarang, ICS di bawah tanggung jawab Depag, 100%, bahkan 200, 300% dana nya berasal dari Depag. Jadi, kebijakan tertinggi memang ada di Depag. Selama belum diambil alih oleh pihak lain, sudah sepantasnya ICS mengikuti kebijakan yang disusun oleh Depag.

 

Saya sangat yakin, semua guru berharap cita2 mulia tersebut dapat terwujud pada akhirnya. Namun, mungkin tidak semua guru menganggap cara yang dilakukan dengan kurang resmi ini sebagai cara yang baik. Di sisi lain, memang banyak yang harus dikorbankan ketika memilih untuk melakukan upaya penyebaran tanpa dukungan dari Depag.

 

Pada akhirnya, seperti apa pun keputusan yang diambil guru2 kita, saya yakin itu lah hasil pemikiran guru2 yang bijaksana dan berdedikasi tinggi terhadap pendidikan, seperti yang telah kita rasakan. Tidak ada langkah yang sepenuhnya salah.

 

Doa saya hanya satu : semoga semua peristiwa ini tidak terlalu membebani pikiran guru2 kita, sehingga mendidik tetap menjadi orientasi utamanya, upayanya mencetak generasi2 emas tidak terganggu dengan konflik2 seperti ini. Biar lah yang memegang tampuk strategis saja yang memikirkan. Biar yang mengajar, tetap mengajar dengan perhatian. Yang membina di asrama, tetap membina dengan cinta.

 

Yang berada di luar sistem dan ingin membantu, bantu lah dengan memberi semangat, inovasi, dan masukan untuk pendidikan yang lebih baik di Insan Cendekia. Karena menurut guru2, itu lah yang saat ini paling dibutuhkan. Mendidik anak2 dari latar belakang yang sedikit berbeda memang membutuhkan effort lebih. Dari pada menghujani mereka dengan pertanyaan2 yang mengganggu, semoga kita bisa memberikan sumbangsih sesuai yang sudah kita pelajari saat ini.

 

Itu sejauh yang saya pahami. Kalau ada yang salah, mohon dikoreksi.

*copas note fb kak Yasir

mungkin


mungkin perih…

mungkin luka…

mungkin sudah tertutup kata maaf…

 

mungkin pula ini hanya ego belaka…

mungkin pula suara hati yang sedang terluka…

 

tapi, mungkin hanya gemuruh sesaat yang akan melengkapi dinamika permainan dunia yang kadang senang, kadang sedih. Duka menhampiri dan Suka datang silih berganti…

 

mungkin…

entah siapa yang akhiri kemungkinan ini. menjawabnya dengan sebuah jawaban pasti. agar tak ada lagi mereka-mereka yang terzhalimi.

Terima Kasih Guruku


Terima kasihku… kuucapkan
Pada guruku yang tulus
Ilmu yang berguna… slalu dilimpahkan
Untuk bekalku nanti…

Setiap hariku… dibimbingnya
Agar tumbuhlah bakatku
Kan kuingat selalu… nasihat guruku
Terima kasihku ucapkan…….

 

*teruntuk guru bahasa arabku, yang lewat perantaranya lah….aku mulai memahami dien ini lebih dalam, menggeluti setiap kata dalam bahasa arab yang indah dan menjalani 3 tahun bersamanya sebagai guru dan anak asuh…

Terima kasih guruku, meski kini engkau telah dipindah tugaskan ke Pandeglang. Jauh dari hiruk-pikuk gema nas-aluka yang berdentang tiap maghrib dan subuh.

Isti’ab tarbawi


Orang yang besar tanpa tarbiyah, orang yang meningkat tanpa komitmen,dan orang yang mengemban berbagai tanggung jawab tanpa keahlian dan kelayakan, akan menjadi beban berat bagi dakwah dan seringkali menjadi bencana bagi pergerakan.

Ada seorang da’i yang “memanjat tembok dakwah” tanpa keahlian sehingga ia menjadi da’i sebelum waktunya. Akibatnya ia menderita banyak “penyakit”. Salah satunya dan yang paling ringan adalah rasa ‘ujub di samping banyak bicara dan kasar. Setelah meningkat mencapai posisi yang tinggi, rasa ‘ujub, banyak bicara dan kekasarannya pun meningkat, hingga ia tidak bisa mengendalikannya dan akhirnya menjadi penyebab kerugian dan kejatuhannya.

Ada juga da’i lain yang gerakan dakwah punya andil atas kematiannnya karena mendorongnya ke jalan terjal sebelum dipersiapkan dengan matang. Gerakan dakwah menugasinya dengan suatu tugas yang tidak dikuasainya dan mempersingkat tahapan sebelum waktunya. Bisa dibayangkan bagaimana hasilnya? Karena itu jika proses pembentukan tidak dilakukan secara benar dan cukup waktu, maka kegagalan yang akan didapat. Bahkan akan menjadi produk yang cacat hingga produsennya pun akan menuai aib dan akhirnya bangkrut (baca: hancur).

Jika berbagai produk tidak diketahui kualitasnya, sebelum diuji terlebih dahulu, maka demikian juga kondisi seorang da’i. Ia tidak akan tampak kemampuan dan kualitasnya hingga menghadapi ujian dan mengecap berbagai pengalaman. Untuk itu, sebelum dibebani tanggung jawab ia terlebih dahulu harus diuji dan diberikan berbagai pengalaman, aggar dakwah tidak dirugikan.

Mengabaikan suatu cacat yang ada pada satu orang akan menyebabkan pengabaian cacat ini atau lainnya yang ada di dalam barisan secara keseluruhan. Dengan demikian barisan ini menjadi tidak punya patokan dan kendali.

Memang benar kemampuan manusia untuk komitmen dan memikul beban berbeda-beda antara masing-masing orang. Namun hal ini tidak berarti harus memperlonggar dasar-dasar dan prinsip-prinsip yang menjadi landasan tegaknya kepribadian Islam. Rambu-rambu kepribadian harus tetap satu, karena jika tidak demikian, maka akan memunculkan kepribadian yang tidak Islami.

Sesungguhnya isti’ab tarbawi (kapasitas tarbiyah) tidak boleh didikte oleh suatu fase atau situasi. Kapasitas tarbiyah mutlak diperlukan, baik bagi para pemula atau bagi para senior. bahkan bagi para senior lebih memerlukan, karena penyebab penyimpangan mereka lebih banyak.

Ya Rabb…


Ya Allah,, berikanlah yang terbaik bagi kami, kuatkanlah kami agar kami bisa menjadi mukmin sejati yang slalu siap berkorban demi agama Mu dalam keadaan apapun, baik ketika kami dlm keadaan siap maupn tidak,. mantapkanlah hati2 kami untuk menerima sgala jalan yg telah Engkau tentukan,. lindungilah kami dari godaan2 yang meragukan hati2 kami, yang membuat berat langkah2 kaki kami untuk melangkah di Jalan Mu, lindungi kami atas ketidakpercayaan diri untuk menerima beban lebih dari Mu,,
aamiin,

*terimakasih untuk semua teman-teman yang telah menguatkanku….apapun yang terjadi nanti, semoga itu baik untuk kita semua

(Ketika) ‘Tarbiyah’ Melupakan Masjid


Dahulu kita sering mendengar kalimat ‘Di Masjid Hatiku Terkait’.
Implikasi popularitas kata-kata ini menjadikan kegiatan-kegiatan kita
berpusat pada masjid. Begitu banyak kader yang menjadi pengurus masjid
diberbagai tempat. Begitu banyak rapat-rapat yang diselenggarakan
dalam rumah Allah yang dipenuhi barakah. Begitu banyak pengajian
hingga TPA yang diampu kader diselenggarakan di masjid. Begitu banyak
hal yang kita lakukan sehingga masjid menjadi makmur dalam amal
shaleh.

Kini kita hampir tak pernah lagi mendengar istilah ‘Di Masjid Hatiku
Terkait’. Kader-kader kita disibukkan dengan berbagai aktivitas yang
menjauhkan mereka dari masjid bahkan untuk shalat berjamaah sekalipun.
Berapa sering kita meringankan diri untuk shalat berjamaah tidak di
masjid ketika sedang mengadakan acara atau rapat-rapat partai. Kita
beralasan demi efisiensi dan efektivitas acara, karena jika shalat ke
masjid akan memakan waktu yang lama, mulai dari perjalanan, antri
berwudhu, menunggu shalat dimulai, dan kemungkinan-kemungkinan
lainnya. Berapa sering kita memilih rapat di restoran mewah atau
tempat rekreasi demi kenyamanan peserta rapat, padahal ada kemuliaan
di masjid-masjid. Berapa sering kita melakukan pengajian di
gedung-gedung pertemuan, rumah-rumah atau di kos-kosan dengan peserta
yang terbatas dan publikasi yang nyaris tidak ada. Begitu banyak hal
yang kita lakukan sehingga hati kita dan kader kita menjadi jauh dari
masjid lalu keberkahan masjid tidak lagi meliputi diri kita.

Apa Yang Terjadi?
Pertanyaan ini selalu berkecamuk dalam kepala saya, dan sayangnya
sampai sekarang saya belum bisa menemukan alasan yang bisa membenarkan
semua ‘keanehan’ yang terjadi pada diri kita ini. Apakah dunia telah
melalaikan kita sehingga rumah Allah tak lagi terlihat menarik bagi
jiwa-jiwa kita yang kerdil. Ataukah kita telah menjadi begitu inferior
menghadapi budaya-budaya di luar Islam yang menuntut kita untuk
beraktivitas di gedung pertemuan atau di rumah makan mewah agar
terlihat modern dimata manusia yang lemah. Wahai para syaikh tegurlah
kami, jangan berdiam diri dalam dzikir yang khusu’. Wahai para ustadz
ingatkan kami, jangan asik berkutat dalam bisnis atau politik semata.
Wahai para aktivis saling menasehatilah, jangan sampai aktivitas
dakwahmu justru membuatmu makin jauh dari Dzat Yang Maha Mencintai.
Seorang ustadz yang baru saja kembali dari sekolah di al-Azhar
bercerita bahwa dia melihat aktivis dakwah disana jika bertemu saling
mengatakan “Kaifa imanuka?” atau dikesempatan lain begitu mendengar
kabar salah seorang kader dakwah tertimpa musibah maka mereka berebut
mengosongkan uang dalam saku mereka demi membantu saudaranya tersebut.
Bagaimana dengan kita?.

Dalil
Rasul saw bersabda: “Apabila seseorang pergi menuju masjid sebelum
adzan berkumandang, maka orang tersebut bersinar bagaikan matahari.
Apabila datang memenuhi panggilan shalat ketika adzan berkumandang,
maka orang tersebut seperti cahaya bulan. Dan apabila dia datang
segera setelah selesai adzan, maka dia bercahaya seperti
bintang-bintang” (al Hadits).

Saya suka dengan alasan-alasan untuk berbuat kebaikan. Dan untuk
bahasan yang sedang kita lakukan ini, hadits di atas saya rasa
seharusnya cukup untuk menggerakkan diri kita berpacu dalam
memakmurkan masjid. Lalu apa hal berat yang menggelayuti diri kita
sehingga masjid menjadi sepi dari aktivitas amal dan dakwah kita?.

Fakta
Ada sedikit gambaran yang dapat kita lihat dengan sangat mudah
bagaimana jauhnya kita dari masjid menjadikan dakwah ini ‘merugi’
dalam banyak hal. Datanglah ke masjid-masjid disekitar kampus UGM,
maka kita akan sedikit sekali menemukan kader yang shalat berjamaah di
masjid (atau jangan-jangan memang sudah tidak ada kader disekitar
kampus itu?!). Lebih sedikit lagi kader yang menjadi takmir atau
penunggu masjid. Dan lebih sedikit lagi yang aktif memakmurkan masjid
dengan berbagai kajian, tilawah, shalat wajib dan sunah. Namun, saya
tetap mengucap syukur karena ada gerakan Islam lain yang memakmurkan
masjid-masjid tersebut dengan berbagai kajian umum yang terbuka bagi
siapa saja, meskipun mereka terkadang menghujat kita atau gerakan
Islam lainnya, tetapi mereka tetap berjasa memakmurkan masjid.
Kesedihan tetap menyelimuti saya karena ternyata banyak kader kita
yang tidak lagi mencintai masjid seperti yang dikehendaki Allah dan
Rasul-Nya.

Berdirilah sejenak di jalanan sekitar kampus UGM, kita akan segera
dapat melihat sosok-sosok para ‘mantan akhwat’ dan ‘mantan ikhwan’
berseliweran dengan tampilan baru mereka. Para ‘mantan akhwat’
berjubah lebar dan memakai sapu tangan untuk menutupi wajah mereka,
atau bercadar tapi berjubah selebar kebanyakan akhwat kader kita. Para
‘mantan ikhwan’ terlihat bercelana cingkrang tapi dengan balutan jaket
jamaah mushalla fakultas, atau berbaju panjang tapi menaiki motor yang
sudah dimodifikasi. Kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang
sering ke masjid untuk memakmurkannya, dan yang mereka temui di masjid
serta membimbing mereka disana ternyata mendidik mereka menjadi
seperti fenomena di atas. Bahkan tak jarang mereka menjadi orang-orang
yang menghujat kita karena itulah yang diajarkan pada mereka di
masjid-masjid yang mereka datangi.

Perluasan Dakwah
Bukankah kita diajarkan untuk meluaskan skup dakwah. Jika pada awalnya
kita bergerak dikalangan kampus saja, lalu kita bergerak ke
masyarakat, dan sekarang memasuki dunia politik praktis. Namun,
ingatlah perluasan dakwah berbeda dengan perpindahan dakwah. Kita
diharapkan meluaskan skup dakwah dari sekedar berdakwah di kampus maka
kita meluaskannya dengan berdakwah juga di kampung, artinya dakwah di
kampus tetap berjalan dengan baik sementara dakwah di kampung mulai
kita jalani. Bukan dakwah kampus kita tinggalkan, lalu kita
berkonsentrasi dengan dakwah kampung saja. Jangan sampai kita menjadi
orang serakah yang ingin mengambil mutiara sebanyak mungkin sehingga
tidak menyadari bahwa kita telah membuang emas yang kita punya, dan
baru tersadar ketika melihat kenyataan emas kita telah ambil orang
lain.

Kembali ke Masjid
Saya teringat syair sebuah nasyid berjudul “Kembali ke Masjid”, yang
dipopulerkan oleh grup nasyid Nuansa.

Saat langkah tersendat di kehidupan
Letih karna debu kealpaan
Wajah tak lagi pancarkan keimanan
Tertatih tiada tujuan

Lembar demi lembar hari kulewati
Namun ketenangannya tiada pasti
Mencari kini tempat yang mencukupi
Tuk susun langkah yang lebih pasti

Reff:
Kembali ke masjid teduhkan hatimu
Basuhlah jiwa yang lusuh karena debu
Kembali ke masjid segarkan jiwamu
Sujudlah tawadhu di hadapan Robb-mu

Kembali ke masjid teduhkan hatimu
Basuhlah jiwa yang lusuh karena debu
Kembali ke masjid segarkan jiwamu
Tercurah hanya tuk keridhoan Robb-mu

Saudaraku semua, tulisan ini tidak bermaksud mematahkan dakwah yang
telah terbangun diberbagai gedung mewah, TV, Radio, gedung MPR DPR,
kantor-kantor pemerintahan dan swasta, atau dimanapun. Tulisan ini
hanya ingin mengingatkan bahwa masjid adalah tempat yang mulia yang
dipenuhi dengan keberkahan. Rumah Allah dimana pada awalnya kita
memulai semua usaha dakwah ini sebelum melakukan perluasan gerakan
dakwah keberbagai tempat. Dimana seharusnya masjid tetap menjadi titik
sentral dakwah kita sambil menyebarkan kader-kader ke tempat-tempat di
luar masjid, karenanya saya menyerukan agar kita KEMBALI KE MASJID.

diambil dari milis pksplus

Penulis: Aga (Pengurus Pesantren Mahasiswa Daaru Hiraa Yogya)
(Published at Tabloid Padi Emas DPW PKS DIY, Edisi 2/Tahun I/Mei-Juni 2007)

siapa cepat, dia dapat


Jangan menjadi orang besar dengan mengecilkan orang lain.

Jangan pula merasa tinggi jabatan, harta dan kedudukan dengan merendahkan martabat orang lain.

 

Bosan saya dengan semua ketidak jelasan ini. Perkara-perkara yang harusnya bisa dijelaskan dengan clear ternyata malah dipersulit dan semakin menggantung bahkan membingungkan.

Seperti pinangan, yang tidak hanya masalah kecocokan, akan tetapi juga masalah kecepatan ‘kecepatan’.

Jangan biarkan ‘mereka-mereka’ terombang-ambingkan dengan keputusan manusia ‘langit ketujuh’ yang tidak jelas dan semakin mengulur-ngulur waktu. Bahwa saya yang di langit pertama juga punya sikap, punya pilihan. Tak selamanya saya mau diatur.

Bukan saya membangkang bila tak mengikuti petuah langit ketujuh, akan tetapi saya juga punya pilihan. Dan saya lebih percaya putusan dan pilihan yang Allah berikan pada saya.

So, jangan salahkan keputusan saya. Siapa cepat, dia yang dapat…

antara kepala dan hati


seringkali komunikasi hanya antara “kepala”, tidak melibatkan yang dibawahnya,,, sedikit di bawahnya. yaitu HATI….

bukankah kepala hanya mampu berpikir, tidak merasa seperti hati.
adalah kepala tempat bermain logika, tak seperi hati yang mampu menerobos sisi terdalam nurani.

bila komunikasi seperti itu masih tetap saja terjadi,, katakanlah wahai hati, bahwa engkau sudah bosan dengan segala permainan ini.

Insan Cendekia Summit 2011


Welcome to Insan Cendekia Summit 2011

A country’s excellence depends on the quality of its human resources. The excellent and competitive human resource trait will throw a huge added value into a country’s growth.

Several infrastructures, to which the aforementioned matters are related, are going to be needed, one of which is education. Human resource expansion through education can be achieved through promoting science mastering among people.

However, education could not and must not stand alone in this strive of excellence, thorough understanding and implementation of religion teaching must be installed correctly on the core of education in order to produce human resources with good manner, pious, trustworthy, and other good qualities. By doing so, the process of obtaining scientific values and knowledge on education will thoughtfully bring advantages for mankind good.

Insan Cendekia Summit 2011 aims to give wider and deeper perspective on balancing science-faith aspects within education performance. Education must support no dichotomy on that matter.

Insan Cendekia Summit 2011 will be promoting three sub-themes:

“Excel as a country through science and knowledge”
The importance of science and knowledge for producing excellent and competitive human resource, prepared for global competition.

“Excel country’s culture values through religion”
The importance of thorough understanding and implementation of religion to excel education process and progress.

“Excel Science-Faith balance”
The importance of mastering science side-by-side with thorough understanding and implementation of religion.

Goals
Broadens perspective on the importance of education with balancing science and thorough understanding of religion

  • Promotes the expansion of education communities
  • Promotes trend spreading on new innovation of education

Registration: Please click http://www.insancendekia.org/summit/reservation/?actsummit=register