Sendu di Sendai


Bumi berguncang hebat. Gedung-gedung pencakar langit ibarat rumput yang bergoyang. Mempermainkan setiap materi yang berada di dalamnya. Sakura berguguran keharibaannya. Pabrik, Jalan, Ladang meronta tak kuasa digetarkan. Selang beberapa waktu kemudian, gulungan ombak berduyun-duyun menerpa daratan. Semuanya menjadi satu. Air, mobil, tanah, pepohonan, bangunan dan raga manusia terombang-ambing dalam pusaran gelombang. Sendai berduka.

 

Sempat terpikir olehku, ini nyata ataukah hanya ilusi semata?. Ah, ternyata aku lupa. Bahwa Jepang ada di bumi Allah. Semuanya bisa terjadi. Bahkan sehebat apapun teknologi yang berhasi diciptakannya, secanggih apapun fasilitas yang dimiliknya, tetap saja Jepang adalah bumi Allah. Yang suatu saat, bencana akan datang melanda. Ribuan korban jiwa berjatuhan, bahkan bisa lebih banyak lagi. Masih banyak yang hilang tertelan hempasan Tsunami. Orang tua, remaja, bahkan anak kecil sekalipun tak bisa luput dari bencana.

 

Ada sebuah pertanyaan besar. Sejauh mana kita siap meghadapi bencana tersebut? Sejauh mana kita siap untuk menghadapi kematian. Saat ruh terpisah dari jasad. Ruh yang telah bertahun-tahun bersemayam dalam jasad, suatu saat akan pergi meninggalkan dunia. Melepas segala kenangan dan masa depan yang ada. Saat nyawa teregang, entah karena bencana, entah karena sakit yang diderita, kita tak mungkin untuk menundanya. Bahkan sedetikpun. Sudah lama kita mendengar, dari bangku-bangku sekolah, dari halaqah-halaqah pengajian, dari diskusi-diskusi keagamaan. Persiapkan bekal sebelum datang kematian. Bekal untuk pegangan saat dihisab di pengadilan akhirat, saat ditanya tentang apa yang sudah dilakukan selama hidupnya. Teringat pesan Jibril kepada Rasulullah SAW: “Ya Muhammad, hiduplah semaumu, karena sesungguhnya engkau pasti mati.Cintailah siapapun yang engkau cintai sekehendakmu, karena engkau pasti berpisah dengannya. Lakukanlah apa yang ingn kau lakukan, karena semuanya pasti akan dibalas. (H.R. Hakim)

 

Kini, meski matahai terbit dengan cerahnya, tetap saja sendu masih menyelemuti relung-relung hati mereka. Masih ada sendu dalam tetasan air mata mereka. Masih ada sendu dalam setiap kerut wajah tak berdaya. Sendai. Semoga kami bisa belajar untuk mempersiapkan bekal yang lebih indah, agar suatu saat, ketika berjumpa dengan Rabb semesta alam, menjadi perjumpaan terindah yang dinanti-nantikan.

About jupri supriadi

unzhur maa qaalaa walaa tanzhur man qaalaa

One response to “Sendu di Sendai”

  1. akio says :

    huwaaaaaaaaa…..aku jadi kawatir sama kanata…rumahnya di sendai..XD

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: