Archive | Agustus 2011

Kapan nikah?


Pertanyaan ini pasti sering muncuk pas lebaran kayak gini. apalagi kalau berkunjung ke rumah sodar-sodara…. langsung aja ditembak tuh sama engkong-engkong dan mbah-mbah. 😀

Kapan nikah? | Nunggu Soeharto turun#versiaktifisreformasi

Kapan nikah? | Klo MU juara Champions#versiManUmania

Kapan nikah? | Ntar klo udah S3#versiAkademisi

Kapan nikah?#kemudianHening | #versiGalau

Kapan nikah?#kemudianNangis | #versiGalauKuadrat

Kapan nikah? | *nunjukin bayi*#versiNggaUpdate

Kapan nikah? | Masih enak pacaran#versiWaspadalah

Kapan nikah? | Loe ndiri kapan?#versiTegar

Kapan nikah? | Sekarang aja yuk#versiNgarep

Kapan nikah? | Nunggu gaji gue 10jt per bln#versiNggaPuas

Kapan nikah? | Ntar, abis maen tuiter gue jawab#versiNgeles

Kapan nikah? | Mhn maaf lahir batin yaaa!#versiNggaMauJawab

Kapan nikah? | Pacar aja lom punya…#versiNggaNyambung

Kapan nikah? | Ngga penting!#versiJanganNanyaDong

Kapan nikah? | …gravitasi bulan itu seperenam dari bumi…#versiSiapaNih?

Kapan nikah? | Doain segera yaaaa!!?#versiFavoritPemirsa

Kapan nikah? | *pecahin piring*#versiSensi

Kapan nikah? | Ni, undangan buat loe#versiHappy

Kapan nikah? | Jodoh di tangan Tuhan#versiReligi

Kapan nikah? | Ntar, di adegan terakhir#versiSinetron

Kapan nikah? | *pura2nggadenger*#versiBerdoa

Kapan nikah? | Habis panen kopi#versimusimpanen

Kapan nikah? | Gue udah “menikah” dgn dakwah#edisiMujahid

Kapan nikah? | Siapa loe ngurusin moral gue?#edisiBigot

Kapan nikah? | Ntar klo gue udah evolusi jd transformer#edisiDarwiner

Kapan nikah? | Neraka itu hoax meeen#edisiLiberal

Kapan nikah? | Ntar klo 1 dibagi 0 udah ktmu jwbnya#edisiSaintisAmbisius

Kapan nikah? | kegalauan itu bukan untuk diumbar2 sih.., harus lebih pada konsentrasi dan munajat pada Allah :)) | #versiDiemDiemAja

Kapan nikah? | Emangnya kenapa? | Gue mau nawarin catering, tenda sekaligus organ tunggal | #versiEntrepreneur

Memang pertanyaan itu kdg bikin galau, bahkan bisa sampe emosi, tapi sesungguhnya itu wajar & manusiawi. Refleksi kepedulian sang penanya. Perempuan sering di pihak yg heran “mengapa para laki2 itu tdk sgra menikah” tp jarang yg berani nanya langsung. Takut salah tafsir. 🙂 Sebaliknya para laki2 itu sejatinya sdh berjuang siang-malam banting tulang muter otak buat sgra mencukupkan bekal utk menikah, habis2an, Jd pesan sayah utk yg laki2, trslah berjuang & berdoa. Jgn mikirin calon & deadline dulu, malah stres ntar. Kerahkan segenap kemampuan. Utk yg perempuan, mari jaga diri msg2. Tdk perlu resah bin galau dgn pertanyaan2 semacam itu. Berikan persiapan yg terbaik utk suami kelak. Contohlah nabi Adam as saat istrinya blm diciptakan, dlm Quran diceritakan bhw ia menyibukkan diri dgn belajar, tepatnya nama2 benda. Semakin byknya makna kata yg dikuasai menunjukkan makin tingginya kecerdasan. Itulah yg dilakukan moyang kita nabi Adam as. Setelah masing2 dipisah di muka bumi pun Adam as & istrinya galau, rindu & merasa sgt kehilangan. Sama persis spt msg2 yg bujang. 🙂 Bisa diartikan msg2 dr kita pasti sdh disiapkan pasangan sejak sebelum kita dilahirkan di muka bumi. Yakin, semua itu berpasang-pasangan. Klo sdh yakin dgn konsep jodoh, ada baiknya jg kita tdk “sembarangan” menempatkan seseorg ke sebuah posisi terhormat dlm hati kita. OK? 🙂 Kosongkan tempat spesial di hati itu sebisa mgkn, persembahkan kpd yg benar2 layak menempatinya. Istimewakanlah ia dgn istimewa. 😉 Bgmn kita tahu jodoh kita? Kita takkan tahu. Konon sampe nikah pun kita tdk tahu pasti. Kita hanya bisa merasakan & perasaan itu bs salah.

sumber: @PKSJerman

#edisi postingan refreshing pasca ramadhan 😀

FAQ yang sering muncul pas lebaran…


sumber: @PKSJerman

Jadi tuips, kesimpulannya, pertanyaan org2 pas lebaran itu menyesuaikan penampakan usia… #FAQLebaran

Klo usia 0 – 4 thn ditanya “namanya siapa?” … walo msh bayi tetep ditanya gitu#FAQLebaran

Trus, 4 – 12 thn pertanyaannya “skrg kelas berapa?” gitu ~ #FAQLebaran

Berubah lagi, 12 – 17 thn ditanya “mau jadi apa?” atau “mau kuliah di mana?”#FAQLebaran

Makin sulit, 17 – 22 thn org nanya “mau kerja di mana?” ~ #FAQLebaran

Dan seringnya usia 20 – 24 thn dpt pertanyaan “kapan lulus?” ~ #FAQLebaran

Usia 23 – 28 thn yg byk ditanya adl “kerja di mana?” ~ #FAQLebaran

Ujungnya, 24 thn ke atas apalagi semcam tampak blm, FAQ -nya “kapan nikah?” #eaaa ~ #FAQLebaran

#edisi postingan refreshing pasca ramadhan 😀

10 Fakta Akun PKS Jerman


sekilas kalau kita ngebayangin akun ini, pasti yang terbayang adalah twit-twit berbau politik, bahasa-bahasa kalangan elit sampai agenda-agenda para pejabat terkait. Tapi ternyata…….ini akun pks paling gokil yang pernah saya follow 😀  (lebih jelasnya langsung ke TKP aja deh :D)

1. Akun ini dibuat pd tgl 18 Maret 2011#10FaktaAkunPKSJerman

2. Sejak dibuat hingga skrg, akun ini telah berganti avatar sebanyak 15 kali#10FaktaAkunPKSJerman

3. Akun ini dikelola dgn prinsip a la Jerman, yakni aturan yg tegas & mengikat#10FaktaAkunPKSJerman

4. Aturan tegas itu jg diterapkan pd identitas, tdk ada urusan personal admin yg diijinkan melalui akun ini ~ #10FaktaAkunPKSJerman

5. Di dlm koridor aturan tsb, admin (entah 1 atau byk) diijinkan berkreasi dlm prinsip2 kepatutan bersama ~ #10FaktaAkunPKSJerman

6. Admin (bisa 1 atau byk, bisa ce atau co) hrs sesuai dgn karakter di bio: “6Ok1L4b15 + aktifis + saintis” ~ #10FaktaAkunPKSJerman

7. Admin melayani segala topik yg menarik utk dibahas via tuit & tdk melayani tuitwar yg mengarah pd slg ejek ~ #10FaktaAkunPKSJerman

8. Sejauh ini, semua tuit diluncurkan dari wilayah Republik Federal Jerman di Eropa ~ #10FaktaAkunPKSJerman

9. Sejauh ini, di Jerman pun tdk ada yg bisa memastikan siapakah (atau siapa sajakah) admin, kecuali bbrp gelintir ~ #10FaktaAkunPKSJerman

10. Akun ini tunduk sepenuhnya pd instruksi PIP PKS Jerman (setingkat DPW propinsi) melalui “jalur khusus” yg ada ~ #10FaktaAkunPKSJerman

Bonus: admin akun ini (1 ataupun byk) wajib memahami dasar2 ilmu intelijen #eaaa #10FaktaAkunPKSJerman

 


#edisi postingan refreshing pasca ramadhan 😀

#30 Ramadhan: A moment to remember..


….sebab laut yang tenang takkan bisa menghasilkan pelaut yang tangguh…. (Ir. Zulhiswan)

Pagi tadi sekitar pukul 7-an, beberapa sms masuk, notifikasi facebook semakin banyak, termasuk juga milis dan twit tentang sebuah berita duka.

“Innalillahi wa innailaihi raajiun, telah berpulang ayahanda kita Bapak ZULHISWAN.
informasi mengenai pemakaman akan kami sampaikan kemudian, sampai detik ini kami masih mengumpulkan informasi terkait.”
 Mohon doa untuk beliau agar diberikan kelapangan didalam kuburnya dan digolongkan bersama orang-orang shalih. Semoga keluarga beliau diberikan ketabahan.”

Sampai sekitar jam 8 saya masih mencari-cari kebenaran berita tersebut sekaigus mencari alamat rumah duka beliau, karena beberapa bulan terakhir ini ia bersama istrinya sudah tidak tinggal lagi di Tangerang. Alhasil baru jam 9 saya berangkat dari rumah ke rumah duka.

Berangkat naik angkot sampe lebakbulus dilanjut naek transajakarta akhirnya bisa sampe juga ke alamat tujuan. Dan ternyata….. tempatnya itu baru saja dua hari kemarin saya lewati. Ya, hari sabtu kemarin, saat dari mangga dua mau ke senen, saya sempet muter lewat jalan itu. Mungkin kemarin itu sudah dikasih aba-aba supaya saya mampir ke tempat belaiu. Tapi, ah nyesel juga kenapa kemarin nggak mampir kesitu.

Sampai di lokasi, jenazah sudah selesai di mandikan. Alhamdulillah, saya masih diberikan kesempatan untuk melihat wajahnya untuk terakhir kalinya. Tepat menjelang adzan zuhur, jenazah sudah selesai dikafani dan siap untuk disholatkan. Hingga menjelang pukul 12.30, baru kemudian dibawa ke tempat pemakaman di kawasan Rawamangun, Jakarta Timur.

Hmm, beliau benar-benar diberikan kasih sayangNya, ratusan anak-anak didiknya selama ini turut mendoakan kepergian belia yang wafat dipenghujung akhir ramadhan ini. Dan, saya baru inget. Ternyata tepat tanggal 29 Agustus 2010 yang lalu, saya berjumpa dengan beliau di Karawaci. Rumah sehari-harinya tempat bolak-balik istirahat usai mengajar di IC.

Saat itu, saya berangkat langsung dari Jogja untuk menemui beliau, karena mendengar kabar bahwa setelah tanggal itu, ia bersama istrinya akan mudik ke Padang dan langsung umroh. Waktu itu kondisi fisiknya Alhamdulillah sudah membaik pasca operasi pertama. Iapun masih sempat mengenali saya, meski bicaranya terbata-bata tak seperti dua tahun yang lalu, yang masih mahir mengotak-atik otak anak didiknya.

Bahkan, ketika saya jenguk, iapun meminta diantarkan ke sekolah hari itu juga dengan supirnya. Ingin sekedar silaturahim setelah sekian bulan tidak mengajar lagi. Dan lagi, ternyata perjuangan beliau pulang pergia mengajar sangat mengharukan. Melewati jalan-jalan pasar berkelok-kelok dan rute yang sangat panjang. Hingga tak terbayang, beliau waktu itu bisa sampai sekolah jam 6 pagi. Dan pulang kerumahnya jam 11 malam ketika harus memberika kuliah tambahan di asrama.

Tepat setahun setelahnya, hari ini 29 agustus 2011, saya dipertemukan lagi dengannya. Pertemuan yang juga merupakan pertemuan terakhir di dunia ini. Menatapnya yang sungguh jauh berbeda dengan ia ketika masa-masa sekolah dulu. Guru inspiratif yang telah mengantarkan murid-muridnya ke perguruan tinggi negeri. Guru matematika terbaik yang pernah saya kenal.

Selamat jalan pak, semoga kita nanti bisa bertemu lagi di surgaNya…  Aamiin

#22.30 WIB
Masa Injury time Ramadhan 1432 H

#29 Ramadhan: Endorsement..


Membaca adalah salah satu bagian penting dalam unsur pembelajaran, selain menulis, mendengar dan mengaplikasikan. Membaca juga membuka wawasan pemikiran yang tanpa sadar telah menambah jumlah kosakata pengetahuan dalm memori otak kita. Apa yang kita baca, itulah yang akan keluar dari lisan kita.

Pilihan bacaan kita juga akan menentukan informasi dan pengetahuan apa saja yang akan masuk dan terekam dalam otak. Bacaan yang baik tentu akan menghasilkan simpul-simpul memori kebaikan dalam syaraf otak kita, begitu juga sebaliknya.

Buku memang memiliki kemampuan sebagai tansformer pasif bagi pengetahuan manusia. Dengannya, segala apa yang belum diketahui manusia selama ini, bisa jadi terdapat dalam sebuah tulisan dalam buku. Untuk menilai apakah sebuah buku itu bagus ataupun jelek, biasanya kita mempertimbangkan komentar-komentar orang lain terhadap buku tersebut yang ada di sampul bagian belakang. Ini yang dinamakan endorsement.

Biasanya, untuk meningkatkan daya beli masyarakat kepada buku tersebut, biasanya endorsement yang ditampilkan adalah, komentar-komentar dari orang-orang berpengaruh dan memiliki posisi terhormat. Seperti public figur, artis,politisi, tokoh pendidikan, maupun orang-orang yang sekiranya mampu mengangkat daya jual buku tersebut. Bisa dibayangkan, misalnya saja da sebuah buku yang endorser nya adalah seorang presiden, dan ia menyatakan bahwa buku yang telah di reviewnya terbut memiliki kualitas isi yang bagus, maka akan semakin tinggilah nilai jual dn permintaan buku tersebut di masyarakat.

Namun, terkadang, si endorser itu tidak membaca keseluruhan isi buku yang direviewnya. Alhasil, tak jarang apa yang dikatakannya dalam endorsement tersebut tidak sesuai dengan kenyataan kualitas bukunya karena masyoritas endorsement yang ditampilkan diupayakan dalah bentuk ‘pujian’ terhadap keberadaan buku tersebut.

Penerbit hanya mengejar popularitas buku dengan memasukkan tokoh-tokoh penting sebagai endorsernya. Bahkan bisa jadi, penerbit hanya mencatut nama tokoh tersebut dan ‘membeli’ namanya kemudia isi endorsementnya dibuat sendiri oleh penerbit tersebut.

Kalau dulu saya bicara tentang cover. “Don’t judge the book by the cover”, sekarang “Don’t judge the book by the endorsement”.

Tak berguna bila awalan bukunya manis, tapi endorsementnya ternyata hanya tipuan belakan, biarlah ‘pembaca’ yang akan menilai isi bukunya sendiri. Jangan melihan cover ataupun endorsementnya Karena sekali lagi, itu hanya ‘kulitnya’ saja. Pelajarilah isi bukunya, ambillah manfaat dari setiap lembar-lembar tulisan yang dibuatnya, karena tulisan yang indah akan membawa kesan yang indah bagi pembaca.

Jangan mudah berprasangka dengan hanya menilai kulitnya saja, tetaplah berkarnya sebaik mungkin. Biarlah hanya Allah saja yang akan membalas segala niat baik kita.

“Bekerjalah kamu, maka Allah akan melihat pekerjaanmu, begitu juga Rasul-Nya dan orang-orang mukmin, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. At Taubah : 105)

*Di Penghujung akhir Ramadhan
#07.30 WIB, 29 Ramadhan 1432 H
Sebuah sudut ruang kecil yang saya sebut warung.

#28 Ramadhan: Mencintai Sejantan Ali


Artikel yang ditulis ustadz Salim A. Fillah ini sudah sering diposting di berbagai web, blog pribadi, ataupun note-note facebook. Termasuk saya yang kali ini ingin me-repost kembali tulisan beliau. Mengingat kembali bahwa romantika antara ‘Ali dan Fathimah begitu berkesan dan memberikan banyak pelajran.

Ada rahasia terdalam di hati ‘Ali yang tak dikisahkannya pada siapapun. Fathimah. Karib kecilnya, puteri tersayang dari Sang Nabi yang adalah sepupunya itu, sungguh memesonanya. Kesantunannya, ibadahnya, kecekatan kerjanya, parasnya. Lihatlah gadis itu pada suatu hari ketika ayahnya pulang dengan luka memercik darah dan kepala yang dilumur isi perut unta. Ia bersihkan hati-hati, ia seka dengan penuh cinta. Ia bakar perca, ia tempelkan ke luka untuk menghentikan darah ayahnya.

Semuanya dilakukan dengan mata gerimis dan hati menangis. Muhammad ibn ’Abdullah Sang Tepercaya tak layak diperlakukan demikian oleh kaumnya! Maka gadis cilik itu bangkit. Gagah ia berjalan menuju Ka’bah. Di sana, para pemuka Quraisy yang semula saling tertawa membanggakan tindakannya pada Sang Nabi tiba-tiba dicekam diam. Fathimah menghardik mereka dan seolah waktu berhenti, tak memberi mulut-mulut jalang itu kesempatan untuk menimpali. Mengagumkan!

‘Ali tak tahu apakah rasa itu bisa disebut cinta. Tapi, ia memang tersentak ketika suatu hari mendengar kabar yang mengejutkan. Fathimah dilamar seorang lelaki yang paling akrab dan paling dekat kedudukannya dengan Sang Nabi. Lelaki yang membela Islam dengan harta dan jiwa sejak awal-awal risalah. Lelaki yang iman dan akhlaqnya tak diragukan; Abu Bakr Ash Shiddiq, Radhiyallaahu ’Anhu.

”Allah mengujiku rupanya”, begitu batin ’Ali.

Ia merasa diuji karena merasa apalah ia dibanding Abu Bakr. Kedudukan di sisi Nabi? Abu Bakr lebih utama, mungkin justru karena ia bukan kerabat dekat Nabi seperti ’Ali, namun keimanan dan pembelaannya pada Allah dan RasulNya tak tertandingi. Lihatlah bagaimana Abu Bakr menjadi kawan perjalanan Nabi dalam hijrah sementara ’Ali bertugas menggantikan beliau untuk menanti maut di ranjangnya.

Lihatlah juga bagaimana Abu Bakr berda’wah. Lihatlah berapa banyak tokoh bangsawan dan saudagar Makkah yang masuk Islam karena sentuhan Abu Bakr; ’Utsman, ’Abdurrahman ibn ’Auf, Thalhah, Zubair, Sa’d ibn Abi Waqqash, Mush’ab.. Ini yang tak mungkin dilakukan kanak-kanak kurang pergaulan seperti ’Ali.

Lihatlah berapa banyak budak Muslim yang dibebaskan dan para faqir yang dibela Abu Bakr; Bilal, Khabbab, keluarga Yassir, ’Abdullah ibn Mas’ud.. Dan siapa budak yang dibebaskan ’Ali? Dari sisi finansial, Abu Bakr sang saudagar, insya Allah lebih bisa membahagiakan Fathimah.

’Ali hanya pemuda miskin dari keluarga miskin. ”Inilah persaudaraan dan cinta”, gumam ’Ali.

”Aku mengutamakan Abu Bakr atas diriku, aku mengutamakan kebahagiaan Fathimah atas cintaku.”

Cinta tak pernah meminta untuk menanti. Ia mengambil kesempatan atau mempersilakan. Ia adalah keberanian, atau pengorbanan.

Beberapa waktu berlalu, ternyata Allah menumbuhkan kembali tunas harap di hatinya yang sempat layu.

Lamaran Abu Bakr ditolak. Dan ’Ali terus menjaga semangatnya untuk mempersiapkan diri. Ah, ujian itu rupanya belum berakhir. Setelah Abu Bakr mundur, datanglah melamar Fathimah seorang laki-laki lain yang gagah dan perkasa, seorang lelaki yang sejak masuk Islamnya membuat kaum Muslimin berani tegak mengangkat muka, seorang laki-laki yang membuat syaithan berlari takut dan musuh- musuh Allah bertekuk lutut.

’Umar ibn Al Khaththab. Ya, Al Faruq, sang pemisah kebenaran dan kebathilan itu juga datang melamar Fathimah. ’Umar memang masuk Islam belakangan, sekitar 3 tahun setelah ’Ali dan Abu Bakr. Tapi siapa yang menyangsikan ketulusannya? Siapa yang menyangsikan kecerdasannya untuk mengejar pemahaman? Siapa yang menyangsikan semua pembelaan dahsyat yang hanya ’Umar dan Hamzah yang mampu memberikannya pada kaum muslimin? Dan lebih dari itu, ’Ali mendengar sendiri betapa seringnya Nabi berkata, ”Aku datang bersama Abu Bakr dan ’Umar, aku keluar bersama Abu Bakr dan ’Umar, aku masuk bersama Abu Bakr dan ’Umar..”

Betapa tinggi kedudukannya di sisi Rasul, di sisi ayah Fathimah. Lalu coba bandingkan bagaimana dia berhijrah dan bagaimana ’Umar melakukannya. ’Ali menyusul sang Nabi dengan sembunyi-sembunyi, dalam kejaran musuh yang frustasi karena tak menemukan beliau Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam. Maka ia hanya berani berjalan di kelam malam. Selebihnya, di siang hari dia mencari bayang-bayang gundukan bukit pasir. Menanti dan bersembunyi.

’Umar telah berangkat sebelumnya. Ia thawaf tujuh kali, lalu naik ke atas Ka’bah. ”Wahai Quraisy”, katanya. ”Hari ini putera Al Khaththab akan berhijrah. Barangsiapa yang ingin isterinya menjanda, anaknya menjadi yatim, atau ibunya berkabung tanpa henti, silakan hadang ’Umar di balik bukit ini!” ’Umar adalah lelaki pemberani. ’Ali, sekali lagi sadar. Dinilai dari semua segi dalam pandangan orang banyak, dia pemuda yang belum siap menikah. Apalagi menikahi Fathimah binti Rasulillah! Tidak. ’Umar jauh lebih layak. Dan ’Ali ridha.

Cinta tak pernah meminta untuk menanti.
Ia mengambil kesempatan.
Itulah keberanian.
Atau mempersilakan.
Yang ini pengorbanan.

Maka ’Ali bingung ketika kabar itu meruyak. Lamaran ’Umar juga ditolak.

Menantu macam apa kiranya yang dikehendaki Nabi? Yang seperti ’Utsman sang miliarderkah yang telah menikahi Ruqayyah binti Rasulillah? Yang seperti Abul ’Ash ibn Rabi’kah, saudagar Quraisy itu, suami Zainab binti Rasulillah? Ah, dua menantu Rasulullah itu sungguh membuatnya hilang kepercayaan diri.

Di antara Muhajirin hanya ’Abdurrahman ibn ’Auf yang setara dengan mereka. Atau justru Nabi ingin mengambil menantu dari Anshar untuk mengeratkan kekerabatan dengan mereka? Sa’d ibn Mu’adzkah, sang pemimpin Aus yang tampan dan elegan itu? Atau Sa’d ibn ’Ubaidah, pemimpin Khazraj yang lincah penuh semangat itu?

”Mengapa bukan engkau yang mencoba kawan?”, kalimat teman-teman Ansharnya itu membangunkan lamunan. ”Mengapa engkau tak mencoba melamar Fathimah? Aku punya firasat, engkaulah yang ditunggu-tunggu Baginda Nabi.. ”

”Aku?”, tanyanya tak yakin.

”Ya. Engkau wahai saudaraku!”

”Aku hanya pemuda miskin. Apa yang bisa kuandalkan?”

”Kami di belakangmu, kawan! Semoga Allah menolongmu!”

’Ali pun menghadap Sang Nabi. Maka dengan memberanikan diri, disampaikannya keinginannya untuk menikahi Fathimah. Ya, menikahi. Ia tahu, secara ekonomi tak ada yang menjanjikan pada dirinya. Hanya ada satu set baju besi di sana ditambah persediaan tepung kasar untuk makannya. Tapi meminta waktu dua atau tiga tahun untuk bersiap-siap? Itu memalukan! Meminta Fathimah menantikannya di batas waktu hingga ia siap? Itu sangat kekanakan. Usianya telah berkepala dua sekarang.

”Engkau pemuda sejati wahai ’Ali!”, begitu nuraninya mengingatkan. Pemuda yang siap bertanggungjawab atas cintanya. Pemuda yang siap memikul resiko atas pilihan- pilihannya. Pemuda yang yakin bahwa Allah Maha Kaya. Lamarannya berjawab, ”Ahlan wa sahlan!” Kata itu meluncur tenang bersama senyum Sang Nabi.

Dan ia pun bingung. Apa maksudnya? Ucapan selamat datang itu sulit untuk bisa dikatakan sebagai isyarat penerimaan atau penolakan. Ah, mungkin Nabi pun bingung untuk menjawab. Mungkin tidak sekarang. Tapi ia siap ditolak. Itu resiko. Dan kejelasan jauh lebih ringan daripada menanggung beban tanya yang tak kunjung berjawab. Apalagi menyimpannya dalam hati sebagai bahtera tanpa pelabuhan. Ah, itu menyakitkan.

”Bagaimana jawab Nabi kawan? Bagaimana lamaranmu?”

”Entahlah..”

”Apa maksudmu?”

”Menurut kalian apakah ’Ahlan wa Sahlan’ berarti sebuah jawaban!”

”Dasar tolol! Tolol!”, kata mereka,

”Eh, maaf kawan.. Maksud kami satu saja sudah cukup dan kau mendapatkan dua! Ahlan saja sudah berarti ya. Sahlan juga. Dan kau mendapatkan Ahlan wa Sahlan kawan! Dua-duanya berarti ya !”

Dan ’Ali pun menikahi Fathimah. Dengan menggadaikan baju besinya. Dengan rumah yang semula ingin disumbangkan ke kawan-kawannya tapi Nabi berkeras agar ia membayar cicilannya. Itu hutang.

Dengan keberanian untuk mengorbankan cintanya bagi Abu Bakr, ’Umar, dan Fathimah. Dengan keberanian untuk menikah. Sekarang. Bukan janji-janji dan nanti-nanti.

’Ali adalah gentleman sejati. Tidak heran kalau pemuda Arab memiliki yel, “Laa fatan illa ‘Aliyyan! Tak ada pemuda kecuali Ali!” Inilah jalan cinta para pejuang. Jalan yang mempertemukan cinta dan semua perasaan dengan tanggung jawab. Dan di sini, cinta tak pernah meminta untuk menanti. Seperti ’Ali. Ia mempersilakan. Atau mengambil kesempatan. Yang pertama adalah pengorbanan. Yang kedua adalah keberanian.

Dan ternyata tak kurang juga yang dilakukan oleh Putri Sang Nabi, dalam suatu riwayat dikisahkan bahwa suatu hari (setelah mereka menikah) Fathimah berkata kepada ‘Ali, “Maafkan aku, karena sebelum menikah denganmu. Aku pernah satu kali jatuh cinta pada seorang pemuda ”

‘Ali terkejut dan berkata, “kalau begitu mengapa engkau mau manikah denganku? dan Siapakah pemuda itu?”

Sambil tersenyum Fathimah berkata, “Ya, karena pemuda itu adalah Dirimu”

Kemudian Nabi saw bersabda: “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla memerintahkan aku untuk menikahkan Fatimah puteri Khadijah dengan Ali bin Abi Thalib, maka saksikanlah sesungguhnya aku telah menikahkannya dengan maskawin empat ratus Fidhdhah (dalam nilai perak), dan Ali ridha (menerima) mahar tersebut.”

Kemudian Rasulullah saw. mendoakan keduanya:

“Semoga Allah mengumpulkan kesempurnaan kalian berdua, membahagiakan kesungguhan kalian berdua, memberkahi kalian berdua, dan mengeluarkan dari kalian berdua kebajikan yang banyak.” (kitab Ar-Riyadh An-Nadhrah 2:183, bab4)

#27 Ramadhan: LPK


akhirnya setelah menempuh 5 hari perjalanan (tadi ngelewatin pasar senen, pasar rebo, pasar kemis, pasar jum’at, sama pasar minggu), akhirnya saya sampe juga ke kampung halaman…. alhamdulillah….

setelah kemarin kejar-kejaran sama LPK KKN, kini saya bisa bebas dari yang namany laporan. Entah mengapa LPPM mengharuskan mahasiswa KKN supaya membuat laporan yang njelimet, mulai dari Lembar K1, K2, K3, R1, bahkan untuk kormasit dan kormater juga ada lembar R2, dan R3.

Memang, bagian yang paling menyebalkan dari KKN ini adalah cuma laporan. itu tok… sisanya, semuanya menyenangkan. Bahkan pertengkaranpun menyenangkan. Diem-dieman pun menyenangkan. Saling ejek-ejekan pun menyenangkan. Cuma satu itu yang menyebalkan, LAPORAN.

Itu pandangan saya selaku mahasiswa yang udah kebelet pengen liburan segera, tapi bisa jadi ada manfaatnya juga kali ya kita disuruh bikin laporan sebanyak itu.

Saya jadi terpikir, untuk membuat laporan ‘perjalan hidup’ kita selama 2 bulan saja udah ribet. Apalagi nanti kalau diminta laporan pertanggungjawaban kita selama hidup di dunia ini.

Kalau jatah usia saya hingga tahun ini (hikss), berarti saya harus melaporkan catatan lembar K1, yaitu program tema saya selama diamanahkan jadi hamba Allah (hablumminallah), saya juga harus melaporkan ‘catatan amal’ K2 saya yang berhubungan dengan manusia (hablumminannas), dan juga lembar K3 berisi track record seluruh amalan yang saya lakukan selama hidup di dunia ini.

Bisa kebayang pusingnya dan malunya kita kalau di sidang satu per satu di yaumil hisab nanti. Dan saat nanti di sidang, kita gak mungkin bisa menambah-nambah jam catatan amal kebaikan kita, memanupilasi dan mengurangi jam ‘kesia-siaan’ kita. Apalagi nanti yang akan melaporkan seluruh anggota badan kita. Mulut akan melaporkan sejumlah kata-kata yang keluar terucap darinya, mata akan melaporkan berapakali ia memicingkan atau memelotot sesuatu yang allah haramkan, telinga juga akan melaporkan apa saja yang ia dengar. Tangan, kaki, pun akan melaporkan segala yang telah ia perbuat.

Udah ah, semoga pelajaran berharga dari menunda-nunda LPK bisa jadi pelajaran bagi kita untuk terus mengevaluasi diri tiap hari, catatan amal kebaikan yang kita lakukan selama ini sudah berapa jam?

Seperti yang Umar bin Khattab contohkan, beliau selalu mengingat-ingat (a.k.a mencatat/memuhasabahi) amalannya setiap hari menjelang ia tidur. Dan, semoga kita pun seperti itu…

Parung, 27 Ramadhan 1432 H
*hari pertama di rumah, menjalani aktivitas tanpa beban kampus 😀

#26 Ramadhan: Saya pamit… :D


kepada mas-mas, mbak-mbak, bapak-bapak, ibu-ibu, ncang-ncing nyak -babeh, saya mau pamit sementara dari peredaran dunia maya ini. Kalau di kampung sinyalnya bagus, ya tetep berdar di dunia maya ini. kalau nggak, mohon maaf lahir bathin. semoga amal ibadah kita selama bulan suci ramadhan ini diterima oleh Allah SWT

*persiapan mudik…

#25 Ramadhan: SMS Lebaran….


meski masih 5 hari lagi, tp sms-sms lebaran sudah mulai bermunculan…-__-“

 

Bila Idul Fitri adalah lentera,
izinkan membuka tabirnya dengan maaf agar cahayanya menembus jiwa fitrah dari tiap khilaf

Ramadhan membasuh hati yang berjelaga
Saatnya meraih rahmat dan ampunan-Nya

Untuk lisan dan sikap yang tak terjaga
Mohon dibukakan pintu maaf yang sebesar-besarnya.

Bila ada langkah membekas lara
Ada kata merangkai dusta
Ada tingkah menoreh luka
Mohon maaf lahir dan bathin
Selamat hari raya Idul Fitri 1432 H

Berbuat khilaf adalah sifat
Meminta maaf adalah kewajiban
Dan kembalinya Fitrah adalah tujuan
MOHON MAAF LAHIR DAN BATHIN

MATA kadang salah melihat
MULUT kadang salah mengucap
HATI kadang salah menduga
Dengan niat tulus suci dengan ikhlas
Mohon Maaf Lahir dan Bathin

Jika langkahku membekas lara,
Kataku merangkai dusta;
Lakuku menoreh luka;
Dari jeritan lubuk bathinku
Dengan ketulusan hatiku
Komohonkan maaf lahir bathinku

*sore yang sepi tanpa adik-adik TPA lagi

#24 Ramadhan: Mungkin ini yang terakhir..


Mungkin zuhur ini adalah zuhur terakhir di mushola an-Nuur, dengan status saya sebagai mahasiswa KKN.

Mungkin pagi tadi adalah pagi terakhir saya ke Pantai Glagah, dengan status saya sebagai mahasiswa KKN.

Mungkin sore ini adalah sore terakhir latihan tari saman anak-anak TPA, dengan status saya sebagai mahasiswa KKN.

Mungkin sore ini adalah sore terakhir merakan sepoinya angin sore di pematang Bojong, dengan status saya sebagai mahasiswa KKN.

Mungkin maghrib ini adalah maghrib terakhir buka puasa bersama di musholla an-Nuur, dengan status saya sebagai mahasiswa KKN.

Mungkin malam ini adalah malam terakhir, sholat tarawih di pedukuhan Bojong, dengan status saya sebagai mahasiswa KKN.

Mungkin dini hari esok adalah dini hari terakhir sahur di rumah Bu Parsiyem, dengan status saya sebagai mahasiswa KKN.

Mungkin hari ini semuanya adalah hari terakhir dengan status saya sebagai mahasiswa KKN.

Namun,apakah juga hari terakhir status saya sebagai hamba Nya yang hidup di dunia???. Wallahu a’lam bish showwab.
Ketika semua yang kita lakukan di dunia ini dirasakan sebagai yang terakhir kalinya, maka ada semangat untuk melakukannya yang paling baik, yang terbaik dari seluruh rangkaian waktu yang telah terlewati.

Ketika ada rasa rindu yang muncul saat yang dilakukannya itu adalah yang terakhir kalinya, maka ada setiap desah dan hembusan nafas akan menjadi moment-moment terindah yang akan senantiasa terkam dalam memori terdalam.

*entah mengapa saya bengong-bengong sendiri melihat setiap sudut yang ada di pedukuhan ini.

#Pukul 15.00 WIB
Musholla an-Nuur, 24 Ramadhan 1432 H
usai latihan tari saman

#23 Ramadhan: Ikatan kita… Bukan sembarang ikatan


Sebut saja A dan B. Dua orang sahabat yang sejak kecil sering bercanda bersama, menangis bersama, bahkan melanjutkan sekolah hingga perguruan tinggipun selalu bersama. Kecocokan antara keduanya telah terbingkai dalam sebuah jalinan persaudaraan yang unik, yang tak mudah kita temui di kebanyakan episode persaudaraan yang lain.

Suatu ketika, di sebuah serambi masjid kampus, mereka sepakat untuk saling mengoreksi dan mengevaluasi dir mereka masing masing. Si A harus mengevaluasi kekurangan dan kelebihan si B. Begitupun sebaliknya, si B juga harus bisa menyebutkan kekurangan dan kelebihan yang ada pada diri si A. Mereka bersepakat bahwa beberapa hari lagi akan bertemu di tempat yang sama untuk menyampaikan hasil evaluasi yang mereka siapkan mulai dari pertemuan itu. Hingga tibalah hari dimana mereka menyampaikan boring evaluasinya.

“A, silahkan kamu mulai bacakan evaluasimu terhadap tingkahku selama ini.” Ucap si A mengawali pembicaraan.

“Tidak B, kamu saja yang memulainya. Sepertinya tulisanmu lebih banyak. Dan sepertinya kamu lebih siap untuk menyampaikannya lebih dahulu.”

“Hmm, baiklah. Aku yang akan memulainya.”

“Silahkan B, aku akan mendengarkan.”

“Tapi,,, kamu janji ya tidak akan marah padaku setelah kubacakan penilaianku padamu?”

“Baiklah, aku tidak akan marah. Sampaikan saja sejujurnya padaku.”

“Err, kamu mau mendengar yang mana dulu? Tentang kelebihanmu atau kekuranganmu?”

“Kekuranganku saja dulu.”

“A, kamu itu orangnya egois, maunya selalu diperhatikan, tidak peka sama lingkungan, tak pernah mau terus terang tentang masalah yang menimpamu. Kamu itu selalu menyalahkan orang lain ketika ada masalah yang menimpamu, kamu itu……”

“maaf B, maafkan aku bila selama ini telah sering menyakitimu.” Ujar si A memotong perkataan si B yang sedang membacakan evaluasinya.

“Tak apa A, maaf juga bila kamu telah teseinggung mendengarkan evaluasiku ini. Tapi, aku masih belum selesai membacakannya. Apakah harus ku hentikan?”

“Tidak B, lanjutkan saja. Aku akan terus mendengarkannya.” Kata si A sambil menyeka pipinya yang mulai meneteskan air mata.

“Kamu itu, maaf…. Pemalas, tergantung pada orang tua, selalu bilang aku seperti anak-anak. Dan kamu itu plin-plan….” Sejenak B menatapa wajah saudaranya. Binar matanya mulai terbasahi air mata yang muai menetes melintasi pipinya. “A, ada apa? Apa ku menyakitimu? Kalu begitu aku hentikan saja evaluasiku. Aku tak ingin sahabatku bersedih seperti ini.”

“Tidak apa B, terus lanjutkan saja. Aku akan terus mendengarkan nasehat dari sahabat terbaikku.”

“Aku tak sanggup melihatmu bersedih seperti ini. Biar ku hentikan saja ya.”

“Tolong B, lanjutkan saja. Aku tidak apa-apa sahabatku. Aku hanya ingin mengetahui dari lisanmu mengenai kesalahan-kesalahanku padamu. Apakah kekuranganku masih banyak?” ujar A sambil menahan tangis yang hampir meledak

“Maaf A, masih ada tiga halaman lagi. Baiklah, aku lanjutkan.”

Si B pun melanjutkan membaca daftar kekuragan si a yang telah ia tuliskan. Selanjutnya, si B membacakan daftar kelebihan yang dimiliki si A.

“A, bagiku kamu tetap istimewa, kamu adalah temanku yang paling cerdas dan kamu sering mengingatkanku bila ku tersalah.”

Si B membacakan daftar kelebihan si A yang hanya tiga paragraph tersebut.

“Sudah A, aku sudah membacakayan semuanya. Selanjutnya giliranmu.”

Sambil berusaha senyum, si A membacakan daftar kelebihan dan kekurangan si B.

“Sekarang aku akan membacakan kelebihanmu dulu saja ya B.”

“Baik A, kalau kamu berkenan, silahkan.”

“Kamu itu kreatif, cekatan, suka menolong, penuh ide brilian, konsisten, tak mengharap imbalan duniawi, kata-katamu selalu terjaga, dan selalu senyum tatkala menyapa ornag-orang disekitarmu….” Ucap si A panjang lebar hingga tiga halaman A4 ia selesai bacakan.

“sudah B, aku sudah selesai membacakan semua yang kutulis.”

“kekuranganku?”

“Tidak, tidak ada…. Aku sudah rampung membaca semua evaluasiku padamu saudaraku.”

“Apa maksudmu? Apa saja kekuranganku dan tingkah burukku yang telah menyakitimu selam aku menjadi sahabatmu B? coba sebutkan saja, aku tidak akan marah.”

“Aku tak bisa menuliskan apapun pada lembar kekuranganmu A. bagiku, kekuranganmu telah mengajarkanmu untuk lebih dewasa dan bijak dalam mengambil setiap keputusan. Dan semua itu telah terbingkai indah dalam memori hidupku sahabatku. Oleh karena itu tak ada yang bisa kubacakan mengenai kekuranganmu.”

“Duhai sahabatku, maafkan aku. Sungguh engkau adalah sahabat terbaik yang pernah kutemui. Engkau adalah mutiara yang selalu menjadi perhiasan dalam hidupku, menghiasi setiap lembaran perjalanan kehidupan yang penuh kejadian mengharu biru ini.”

Dan kini, serambi masjid kampus itu pun menjadi saksi, tetesan asir mata yang mengalir karena sebuah ikatan yang begitu berharga. Ikatan ukhuwah.

*****

Ah, rasanya aku belum bisa menjadi seperti A yang mampu menangkap setiap aura kebaikan dari sahabatnya. Menjadikan segala kekurangan sahabtanya sebagai pelecut semangat untuk mendewasakan diri tanpa mengungkit-ngungkit apalagi membicarakan kekurangan sahabatnya pada orang lain.

Kita, pasti  pernah punya salah. Bahkan sering kita lakukan pada orang lain. Pada sahabat kita. Saat ego masih tersimpan dalam hati, saat persepsi menutupi mata hati bahwa orang lain harus menjadi yang sempurna dihadapan kita, tanpa cacat, tanpa kekurangan. Maka, sesungguhnya kita telah membutakan mata hati kita untuk memberikan permaafan pada orang lain. Menganggap setiap kesalahan sahabat kita adalah dosa besar yang takkan termaafkan dan telah menutup pintu maaf bagi setiap kesalahan mereka.

Sahabatku, Saudaraku… ikatan kita bukan sembaran ikatan. Kita diikat bukan karena kesamaan ampus, kesamaan asal daerah, kesamaan jurusan, kesamaan organisasi. Akan tetapi kita diikat atas dasar cinta yang terbingkai dalam ukhuwah. Cinta pada Allah dan ukhuwah yang menggelora mempersatukan setiap keping-keping hati yang tersebar di seluruh penjuru bumi-Nya ini.

Sesungguhnya Engkau tahu
bahwa hati ini telah berpadu
berhimpun dalam naungan cintaMu
bertemu dalam ketaatan
bersatu dalam perjuangan
menegakkan syariat dalam kehidupan
Kuatkanlah ikatannya
kekalkanlah cintanya
tunjukilah jalan-jalannya
terangilah dengan cahayamu
yang tiada pernah padam
Ya Rabbi bimbinglah kami
Lapangkanlah dada kami
dengan karunia iman
dan indahnya tawakal padaMu
hidupkan dengan ma’rifatMu
matikan dalam syahid di jalan Mu
Engkaulah pelindung dan pembela

*teringat sebuah tulisan di ugeem.com yang kini telah hilang entah kemana

#22.45 WIB

Perpustakaan Asrama LPI Jogja.

bagaimanakah kabar saudara-saudaraku di Bojong sana?

ah semoga baik-baik saja,…… 

#22 Ramadhan: Bahkan… Kini lebih rasanya jauh lebih dalam


Allahumma innii asaluka hubbaKa

wa hubba man yuhibbuKa

wa hubba ‘amalin yuqarrubunii ilaa hubbiKa

Ya Allah…

sesungguhnya hamba meminta kepadaMu cintaMu

dan cinta orang yang mencintaiMu

dan kecintaan terhadap amalan-amalan yang mendekatkan diri hamba kepada cintaMu

 

Sebuah kisah inspiratif romantik yang terjadi pada Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Seorang khalifah yang telah menciptakan kedamaian, dan satu-satunya kedamaian yang pernah dicapai peradaban manusia hingga kawanan domba berkawan dengan serigala. Sebuah pencapaian tertinggi peradaban manusia di bidang spiritual, religius, sosial, politik dan ekonomi sekaligus.

Umar pernah meminta izin kepada sang isteri, Fatimah, untuk menikah lagi dengan seorang gadis yang dicintainya. Namun Fatimah menolak atas nama cinta dan cemburu. Di kemudian hari ketika kondisi fisik Umar menurun dan tubuhnya sudah sangat kurus karena mengurus rakyatnya, sang isteri datang membawa ‘hadiah’ kepada Umar. Seorang gadis yang dulu ingin dinikahi Umar. Fatimah ingin memberikan dukungan moral kepada suaminya tercinta. Inilah saat terindah bagi Umar, sekaligus mengharu-biru. Kenangan romantikanya dulu kini kembali membakar seluruh jiwanya. Namun cinta itu kini hadir dalam bentuk yang berbeda.

Umar menolak hadiah dari isterinya dan bahkan menikahkan gadis itu dengan pemuda yang lain. Sebelum meninggalkan rumah Umar, gadis itu bertanya sendu, “ Umar, dulu engkau pernah sangat mencintaiku, tapi kemanakah cinta itu sekarang?”

Umar bergetar haru kemudian menjawab, “Cinta itu masih tetap ada, bahkan kini rasanya jauh lebih dalam!”

 

*dikutip dari majalah Civitas_STAN

#06.15 WIB, 22 Ramadhan 1432 H

mungkin….. ini selasa terakhir di bojong

 

#21 Ramadhan: Menulis di padang ilalang..


hari ini… sang pemilik kebun hanya bisa menuliskan satu paragraf ini saja. Karena ia sedang menulis di padang ilalang.

*pasca acara Taujih Hamasah pilwali kota jogja…
GrHA Wanabakti Yasa

#20 Ramadhan: (Tidak) ada kesempatan kedua!


Tak banyak yang akan saya tulis hari ini, hanya sebuah hadits yang ingin saya sampaikan.

“Janganlah seorang mukmin terjerumus dua kali dalam lubang yang sama.” (HR. Al-Bukhari, Muslim)

Sebuah peringatan bagi kita terhadap sikap lalai, bodoh dan sering salah. Seorang mukmin jika tertipu sekali dan terjerumus dalam suatu lobang, terjepit pintu, atau tersesat jalan, hendaknya dapat menjadikan hal itu sebagai peringatan baginya, sehingga ia waspada dengan lubang ini, hati-hati dari pintu itu, dan berhati-hati dari jalan ini agar tidak tersesat lagi di kemudian hari.

Ingat!!! DUA KALI. Dua kali nya itu pake tanda matematis “”kurang dari”. BUKAN “kurang dari sama dengan.”

#06.15 WIB, 20 Ramadhan 1432 H

*hari-hari terakhir di tempat KKN

#19 Ramadhan: Diam tak selamanya salah….


Sering kita mendengar bahwa kenapa manusia memiliki dua telinga dan satu mulut. Karena kita diberi kesempatan untuk mendengar lebih banyak  daripada berbicara. Apalagi jika kata-kata yang keluar tersebut menagdung unsur kesia-siaan yang tak layak untuk disampaikan. Atau hanya sekedar menggunjing, mencemooh, menghasut dan akhirnya timbul prasangka yang tidak-tidak.

Mungkin banyak orang yang menganggap bahwa diam itu sebuah kekurangan dan sebuah aib, karena terkesan tak mau “blak-blakan” (hehe, kayak ax*s), tapi tak selamanya diam itu salah.

“diam itu adalah emas, diam adalah ibadah yang tanpa bersusah payah, diam adalah perhiasan bibir tanpa berhias dengan pemerah, diam adalah kehebatan tanpa kerajaan, benteng tanpa pagar, kekayaan tanpa meminta kepada orang, istirahat bagi kedua malaikat pencatat amal, penutup segala aib“

Jika terus bicara maka hati tak lagi peka mendengar “suara” orang lain karena tersumbat oleh suara sendiri. Apa yang keluar dari lisan kita, itulah kita. Lisan adalah manifestasi apa yang tersembunyi dalam hati. Kalau Allah saja sudah menutupi aib-aib kita pada orang lain, apakah kit sendiri akan membuka lebar-lebar aib kita pada orang lain. Kita punya potensi untuk menggunjing, punya potensi untuk menghina, punya potensi untuk menyakiti orang lain, tapi apakah akan kita gunakan potensi itu?

Kata orang ”Setan itu mencari sahabat sahabatnya dan ALLAH melindungi kekasih kekasihNYA” salah satu agar dicintai ALLAH dan menjadi kekasih ALLAH adalah dengan menjadi ahli dzikir dan sifat dari para ahli dzikir itu “diamnya dzikir, bicaranya dakwah” …

kekasih ALLAH itu diamnya dzikir, bicaranya dakwah, kan gitu yah?

*karena diam tak selamanya salah, mungkinkah saya menyampaikannya sekarang?. ah diam dulu saja lah….

Ba’da subuh dalam keheningan pagi, 06.15 WIB

Bojong, 19 Ramadhan 1432 H 

#18 Ramadhan: Meminang kesabaran dan kesyukuran…


Tanpa kesabaran, nilai kemanusiaa kita runtuh. Kurang sabar terhadap hal-hal yang kita cintai itu juga yang akan membuat kita berbuat dosa. (Ust. Jumharuddin, Lc)

*Kutipan Ceramah dalam kajian “Asmaul Husna” TvOne,

Pukul 15.00 WIB,17 Agustus 2011

Suatu ketika salah seorang menteri di zaman khalifah al Manshur, al-ashma’i namanya, melakukan perburuan dengan beberapa orang sahabatnya. Karena terlalu asyik mengejar hewan buruan yang telah ia bidik, ia justru malah terpisah dari kelompoknya dan tersesat di tengah padang pasir yang panas dan gersang. Hewan yang dibidiknya ternyata cukup lincah dan berlari menjauh dari kawanannya. Karena Al-Ashma’I terus mengejar hewan tersebut, iapun tak sadar bahwa ia sendiri sudah tak bersama para sahabatnya lagi.

Kala padang terus menggarang dan panas semakin menyengat, mulailah rasa haus mencekiknya. al-Ashma’i berusaha untuk mencari tempat beristirahat dan sumber air minum untuk mengurangi dahaga yang membelitnya.

Dari kejauhan, ia melihat sebuah rumah di tengah padang tersebut. Asanya bergembira. Ia segera memacu kudanya untuk menuju ke rumah tersebut. Ditemuinya seorang wanita muda nan jelita. Sang pemilik rumah tersebut.

Al-Ashma’I kemudian meminta kepada wanita tersebut segelas air untuk diminumnya. “Aku hanya punya air sedikit, tetapi itu kusiapkan untuk suamiku saja. Adapun ini adalah air sisa minumanku, kalau engkau mau, ambillah.”

Tak berapa lama kemudian, tiba-tiba terdengar suara ringkikan kuda yang semakin lama semakin jelas. Seorang lelaki duduk mengendarai kuda tersebut.

“Suamiku datang,” kata wanita itu.

Wanita itu segera masuk ke dalam rumah dan mengambil air untuk suaminya. Melihat kehadiran al-Ashma’I, suaminya tersebut tampak tidak suka. Lelaki tua itu berkali-kali menghardik istrinya. Omelan panjang lebar mengalir masuk ke dalam telinga wanita tersebut. Namun tak satupun ata terucap untuk sekedar membela diri.Sebagai gantinya, wanita muda itu malah membersihkan kaki suaminya, tetap menyerahkan minuman dengan khidmat, dan menuntunnnya dengan mesra masuk ke kemah.

Merasa tidak enak diri, al-Ashmai’I pun segera pamit kepada wanita itu. Dan sebelum pergi, ia bertanya,“Engkau muda, cantik, dan setia. Jarang sekali aku menemui wanita seperti dirimu. Mengapa engkau korbankan dirimu untuk menikah dengan lelaki tua yang berakhlak buruk?”

Sebuah lontaran jawaban kemudian duucapkan oleh wanita itu, Rasulullah bersabda,” Agama itu terdiri dari dua bagian, syukur dan sabar. Karenanya aku bersyukur karena Allah SWT yang telah menganugerahkan kepadaku kemudaan, kecantikan, dan perlindungan. Allah SWT telah membimbingku untuk selalu ingat itu. Aku telah melaksanakan setengah agamaku. Karena itu, aku ingin melengkapi agamaku dengan setengahnya lagi, yakni bersabar.”

Kesabaran wanita itu, ibarat telaga di tengah kegersangan sahara. Menyejukkan, mendinginkan suasana bagi amarah yang mendera. 

Kesabaran yang dimiliki wanita itu adalahsebuah keajaiban. Begitu memukau bagi siapa yang mengetahuinya. Meski seperti khayalan, tapi ini nyata. Pernah ada dalam sebuah rangkain kisah cinta mereka. sebuah bukti cinta berwujud kesabaran dan kesyukuran. Bukan hanya sekedar syukur atas nikmatNya, tapi juga bersabar atas kehendakNya yang lain.

Dan…Allah memposisikan orang-orang yang sabar dalam posisi yang mulia, banyak dinyatakan didalam ayat-ayat Al qurán bahwa Allah bersama dengan orang-orang yang sabar, Allah mencintai orang-orang yang sabar.

 

#Pukul 18.30 WIB, Malam ke-18 Ramadhan…

*Bersiap berangkat Tarawih

#17 Ramadhan: Merdeka !/?…


BUDAK DAN ORANG MERDEKA

Akan kusampaikan padamu kisah indah bagai permata
Agar dapat kau bedakan antara budak dan orang merdeka
Budak punya kebiasaan mengulang-ulang
Pengalamannya tidak menunjukkan keaslian
Orang merdeka selalu sibuk mencipta
Tali biolanya bergetar selalu menyanyikan lagu-lagu baru
Kebiasaannya menghindari pengulang-pengulangan
Jalannya tak berputar seperti jarum jam
Bagi budak waktu adalah belenggu
Bibirnya tak henti-henti menyesali nasib buruknya
Keberanian orang merdeka jadi bahan pertimbangan takdir
Ia adalah tangan yang menciptakan peristiwa-peristiwa

(Muhammad Iqbal)

 

17 Agustus 2011. 17 Ramadhan 1432 H.

Enam-puluh-enam tahun yang lalu pertiwi mulai tersenyum. Tapi tak seberapa lama. Karena akhirnya luka yang terasa semakin menyiksa.

pertiwi, aku merindu kibaran merah putih ditebing nan tinggi
menatap langit menghalau mentari
merindui tanah-tanah gersang mulai terbanjiri
dan alang-alangpun menari-nari dalam sepi
 
aku merindui negeri ini tanpa korupsi
tanpa politik dagang sapi
tanpa terpamer budaya kaum jahili.
 
Rabbi, izinkan aku tersenyum menatap pertiwi.
Terbebas dari belenggu dan karat nista yang menghantui.

Lantunan sejarah dikumandangkan, menggema menyeruak memenuhi seantero negeri. Proklamasi. Negeri elok nan rupawan telah berdiri, mencoba menopang diri diatas pijakan kaki sendiri.

“Karena ini tanah kita…”

Kitalah yang berhak untuk mengelolanya. menumbuhkan padi-padi di setiap jengkal pematang sawah sepanjang desa. mengalirkan mata air mata air jernih menuju pematang. menanam patok-patok pohon-pohon raksasa berbintang lima menjulang tinggi mencakar langit. menunjukkan pada dunia bahwa

“Kita masih ada…”

dengan terseok meronta, ingin lepas dari belenggu nista. 

Di sisi lain, anak generasinya…… sudah lupa akan sejarahnya.

Sudah lupa akan berapa tetes darah membanjiri setiap pojok-pojok negeri ini. Sudah lupa berapa juta raga terkapar bersimbah merah di setiap lembar kulitnya.

nasib anak zaman. anak-anak yang tak lagi melantunkan lagu-lagu perjuangan. anak generasi yang lupa akan jasa para pahlawan. anak-anak umur 5 tahunan yang dengan lantang menyanyikan:

luka..luka..luka.. yang ku rasakan
bertubi..tubi..tubi.. engkau berikan
cintaku bertepuk sebelah tangan
tapi aku balas senyum keindahan
bertahan satu CI~INTA…
bertahan satu C.I.N.T.A.

#Pukul 00.15 WIB, Pondokan KKN Unit 87

Malam ke-17 Ramadhan 1432 H

*usai melaksanakan tirakatan di balai desa Bojong untuk menyambut 17-an.

#16 Ramadhan: Dulu kita pernah melakukannya…


Dulu kita pernah melakukannya….

Berjalan bersama menuju sekolah, rapi dan teratur bak bebek yang digiring oleh induknya… sambil mengucap “assalamu’alaykum warahmatullahi wabaraktuh”, bergaya seperti anak-anak TK yang mengucap salam pada ibu gurunya.

Dulu kita pernah melakukannya….

Masuk kelas, rebutan tempat antara putra dan putri. Barisan mana yang paling cepat jalannya, dia yang akan dapet tempat favorit. Tapi kita tak pernah berpikir untuk mencari tempat yang pewe saat ujian. Karena kita tak kenal apa itu ‘kerjasama’ dalam ujian.

Dulu kita pernah melakukannya….

Bukan tumpukan buku-buku fisika yang kita buka, bukan lembaran PR yang kita gerilya, tapi setumpuk al-qur’an yang diedarakan untuk dibaca. Memulai kelas dengan sentuhan tilawah di dalamnya.

Dulu kita pernah melakukannya….

Beredar mengelilingi kelas, mengetok pintu ruang guru, kepala sekolah dan mengingatkan untuk segera menuju masjid  saat zuhur telah tiba. Kelas pun sudah sepi saat azan berhenti dikumandangkan.

Berjalan menuju masjid, antrean wudhu hingga berjejerlah barisan-barisan nan rapi di lantai 1 dan 2. Menunggu kehadiran sang Syeikh.

Dulu kita pernah melakukannya….

Charging ruhiyah di siang hari, menyempatkan diri mendengarkan tausiyah dari para calon-calon da’i. naik menuju mimbar, ada yang seperti poitisi berorasi, ada yang seperti sastrawan berpuisi ada yang seperti ustadz ustadzah membacakan kitab suci.

Dulu kita pernah melakukannya….

Makan seadanya, berantri berduyun-duyun menuju kantin. Saling lempar gelas dan sendokpun seperti bola kasti. Berlomba-lomba mencari barisan terdepan, sebelum menu istimewa kehabisan, atau buah-buah segar yang diidamkan.

Dulu kita pernah melakukannya….

Pulang sekolah, tak langsung ke asrama. Menunggu saat-saat nama kita dipanggil. “Would the following names, please gather in the backside of the masjid right now, they are……bla..bla..bla..”

Berdiskusi, berdebat hingga menjelang azan maghrib tiba.

Dulu kita pernah melakukannya….

Saat-saat poin 4 datang menghantui, hitungan mundur menjelang iqamah dimulai. 10…9…8……….2….1. Poin 4. Teriakan yang sudah tidak asing lagi. Saat maghrib-isya-subuh-apel pagi. Kita lari bergegas menuju masjid menghidari push-up dan poin 4. Ah, tapi terkadang ada saja yang mangkir. Mencari selimut palingtebal, paling hangat, sambil menutup diri di atas ranjang. Saat Katib datang, “maaf izin, gw pusing.”

Dulu kita pernah melakukannya….

Berpanjang-panjang mendengarkan syeikh membaca al-baqarah di tiap rakaatnya. Capek, lelah, tapi semuanya bisa dijalani. Selesai itu mencari-cari al-qur’an dalam rak. Membacanya hingga sang ‘nasalukin’ maju ke depan mengucapkan “shodaqAllahul ‘aadzhiim”. Tak henti sampai disitu, rangkaian 99 asmaul husna pun menjadi bagian perjalanan maghrib ini. Tiap maghrib dan subuh selalu kita bacakan hingga tanpa sadar kita sudah hafal ke semuanya. 

Tilawahpun selesai, di tiap Ahad malam dan rabu malam selalu banyak yang berkata, “besok bangunin gw ya….” “gw daftar..”, “jam 2 ya tlg dibanguniin”, “gw…”  dan masih banyak lagi yang mendaftar untuk dibangunkan sahur. Kita dulu pernah melakukannya. Shaum senin-kamis rutin.  Bahkan ‘anak mall’ sekalipun sudah terbiasa dengannya.

Dulu kita pernah melakukannya….

Ba’da isya bukan saat-saatnya untuk masuk kamar, tidur dan bermimpi indah. Masih ada lingkaran-lingkaran kecil yang harus kita hadiri. Mengkaji aqidah, akhlak, bahasa arab, sejarah bahkan permasalahan-permasalahan asrama pun dibahas.

Hingga menjellang pukul 09.00 kita baru bisa menginjakkan kaki di kamar, mengerjakan tugas dan bergegas menuju rumah salah seorang guru. Berharap ada ilmu-ilmu ‘laduni’ yang bisa tersampaikan pada kita.

Dulu kita pernah melakukannya….

Jam 2. Kita membangunkan orang lain. Mengetuk pintu dari satu kamar ke kamar lain, sambil melihat list peserta sahur yang ingin dibangunkan. Berpindah dari satu gedung ke gedung lain, Menghidupkan tilawah dari gedung G. Memesan makanan ke pak Sholeh.

Dulu kita pernah melakukannya….

Shalat dhuha menjadi pengiring waktu pagi. PERMADANI sering dikunjungi, atau ruang sekre menjadi teman saat mengerjakan bulletin-buletin mingguan.

Dulu kita pernah melakukannya….

Menulis artikel tiap pekan, mencetak dan mengedarkan buletin. Menyusun jadwal tausyihah harian, membeli buku-buku islam di “Islmic Book Fair” di Senayan tiap tahunnya, membacakan mutiara hadits menjelang maghrib, menempel kata-kata mutiara di tempat-tempat strategis, menjadwal pembagian Imam Shalat, membentuk lingkaran-lingkaran kecil ba’da shubuh, meng-goal-kan orang-orang ‘baik’ sebagai ketua OSIS, membangunkan orang sahur tiap senin dan kamis. Membacakan asmaul husna, membimbing tadarrus, merapikan mukena, mengepel masjid, dan…… ….

Dulu kita pernah melakukannya….

Tapi kita tak tahu kalau itu namanya dakwah. Kita hanya tahu itu hanyalah kegiatan rutin, agenda sekolah, agenda asrama, agenda para Pembina, agenda OSIS, tapi kita tak tahu kalau itu bagian dari dakwah.

Aahh, mungkin bukan KITA lebih tepatnya. Mungkin hanya aku saja yang tidak tahu…..

Tapi, Dulu, kita pernah dan sering melakukannnya. Bagaimana dengan sekarang????

#06.00 WIB, 16 Ramadhan 1432 H

Pondokan Unit 87 KKN

*bersiap-siap menuju tempat persidangan :D”

#15 Ramadhan: Putuskan dalam kondisi ruhiyah terbaik…


Jupri Supriadi

Artikel Lepas

11/8/2011 | 12 Ramadhan 1432 H | Hits: 1.434

Oleh: Jupri Supriadi


Kirim Print
Ilustrasi (inet)

dakwatuna.com – Antara emosi dan nurani. Kadang kejernihan berpikir seseorang dipengaruhi oleh kondisi hatinya. Apakah kala itu sedang emosi ataukah memang benar-benar keputusannya itu berdasarkan nurani. Nurani yang mampu menembus segala sekat-sekat kerancuan persepsi manusia.

Benar kata ustadz Salim, “Adakah yang lebih bening dari suara hati, kala ia menegur kita tanpa suara. Adakah yang lebih jujur dari nurani, saat ia menyadarkan kita tanpa kata-kata. Adakah yang lebih tajam dari mata hati, ketika ia menghentak kita dari beragam kesalahan dan alpa.”

Hari demi hari hidup pasti tidak akan luput dari masalah, entah itu masalah yang kecil ataupun yang besar. Tingkat antisipasi dan kejernihan berpikir serta kelugasan dalam bertindak juga berbeda. Kadang ada masalah besar yang bagi orang lain itu merupakan masalah kecil. Kadang juga ada masalah kecil yang efeknya dirasakan besar oleh orang lain. Tentunya hal tersebut merupakan efek dari kedewasaan berpikir seseorang. Dewasa itu bukan hanya dilihat dari sisi usia saja, akan tetapi bagaimana persepsi dan cara pandang manusia terhadap hidup dan kehidupan ini juga mempengaruhi seberapa jauh ia mampu mengatasi permasalahan tersebut.

Adakalanya keputusan-keputusan yang cepat dibutuhkan untuk menanggulangi efek dari masalah yang menimpa kita. Namun, cepat saja ternyata tidak cukup, harus ada ketepatan prioritas penyelesaian masalah tersebut. Ada seorang sahabat yang pernah berkata kepada saya, kalau kita diminta untuk memilih antara dua pilihan dalam menyelesaikan masalah, apakah diselesaikan dengan cepat atau tepat, ia akan memilih menyelesaikan dengan cepat. Kenapa???

Karena jika solusi yang ia hadirkan belum tepat, ia masih memiliki waktu untuk memperbaikinya dan mencari solusi lain atas permasalahan tersebut.

Lalu, seberapa tepatkah langkah kita dalam mengambil keputusan? Bisa jadi apa yang kita anggap benar dan tepat itu ternyata berdampak buruk di kemudian hari bahkan akan menambah masalah-masalah sampingan berikutnya.

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu..” (QS. Al-Baqarah: 216)

Sebaik-baik keputusan adalah keputusan yang diambil saat kondisi ruhiyah kita berada pada posisi terbaik. Dengan amalan-amalan istimewa dan senantiasa men-tarbiyah ruhani, jasadi dan fikriyah secara kontinyu, insya Allah itulah kondisi dimana ruhiyah kita berada pada posisi terbaik. Saat semua amalan dilaksanakan dengan ikhlas, saat tidak ada maksiat yang kita lakukan, saat tidak ada tanggungan masalah akibat perbuatan buruk kita pada orang lain, saat tidak ada orang yang merasa kecewa atas janji-janji kita, saat shalat Dhuha menjadi amalan rutin pagi hari, saat zikir-zikir pagi dan petang senantiasa membasahi bibir kita, saat tidak ada waktu shalat yang kita abaikan, saat tak ada orang yang terzhalimi akibat lisan dan perbuatan kita, saat tak ada rasa iri dengki yang menjadi karat-karat hati, saat qiyamulail menjadi penghangat malam-malam dingin kita, saat lantunan ayat-ayat suci menjadi peneduh hati nan menentramkan, saat itulah dimana kondisi ruhiyah kita berada pada kondisi terbaik.

Saat kondisi ruhiyah kita berada pada kondisi terbaik, insya Allah segala keputusan yang kita ambil merupakan keputusan yang terbaik.

#Pukul 00.10 WIB

Rumah Sakit Rizki Amalia Medika, Lendah, Kulonprogo

Sambil ronda menunggu teman yang sedang di rawat.

#14 Ramadhan: Cuci gudang SMS part-2


Ketika kita memilih A, bukan karena kita hanya tahu ilmu tentang A. Tapi kita tahu tentang ilmu A, B, C, D, namun kecenderungan hati kita lebih condong kepada A. Maka di situlah terjadinya ruang dialektika. Ruang untuk mencari sekeping ilmu pengetahuan , ruang untuk bekal dalam menentukan sebuah kebenaran. Ruang untuk mengikis fanatisme sempit pada sebuah golongan. Dan kita akan segera melihat lahirnya tatanan peradaban besar, yang dibangun bukan hanya semangan menggelegar, namun lebih dari itu , dimulai dari lahirnya segenap manusia-manusia sadar.  (Sender: Arwyn)

“siapa yang merasa senang orang lain berdiri (untuk menghormatinya) maka bertempatlah ia di neraka.” (H.R. Ahmad bin Hanbal). (Sender: Rohman)

“Ketika kita melakukan suatu kebaikan, maka kebaikan yang lain akan iri untuk kita lakukan. Begitu pula sebaliknya, ketika kita melakukan suatu keburukan, maka keburukan lain akan iri untu kita lakukan juga.” (Sender: Adit)

 

“Jalan yang mulus dan lurus takkan pernah menghasilkan pengemudi yang hebat,, Laut yang tenang takkan pernah menghasilkan pelaut yang tangguh,, Langit yang cerah takkan pernah menghasilkan pilot yang handal,, Hidup yang tak ada masalah takkan membuat orang menjadi kuat,, karena itu jadilah orang yang handal dan tahan uji dalam menerima tantangan hidup. Allah menjadikan jalan hidupmu berbelok dan tidak mulus,, ada gelombang-gelombang persoalan yang menghantam, langit yang keam dan penuh awan, serta badai. Semuanya itu dibuat Nya supaya engkau menjadi handal dan tahan uji dalam menjalani hidup ini.” (Sender: Putra)

“Rasulullah SAW bersabda: “Orang yang bergaul dengan manusia dan sabar atas gangguan mereka, lebih baik daripada orang yang tidak bergaul dan tidak bersabar atas mereka.(H.R. Tirmidzi)” (Sender: Prima)

“Kekuasaan dapat merealisir berbagai manfaat, juga dapat menghanyutkan pemegangnya ke lautan laknat. Tetapi, membenci kekuasaan mengantarkan umat pada kehinaan dan akhirnya dikuasai musuhnya. “Sesungguhnya allah mencegah sesuatu dengan kekuasaan, yang tidak dapat dicegah dengan al-Qur’an.” (Utsman bin ‘affan) (Sender: Atini)

“Kalau bukan iman yang jadi sebab persaudaraan, maka ia tidak akan pernah jadi amalan. Sebab imanlah yang kemudian membawa kita pada hubungan yang Allah saja menjadi tujuannya, maka atas nama iman,  pribadi berharap ketulusan permaafran yang memutus segala macam purbasangka. Memutus rangkaian dosa. Menanam kembali benih-benih keikhlasan do’a. Hingga  sampai saatnya nanti, Allah takirkan kita bersama lagi dalam janji cintaNya.” (Sender: Erwin)

“Selama nafas dakwah masih berhembus di muka bumi, kau akan menemukan saudara-saudaramu seiman dan seperjuangan berasa di dekatmu menemani perjuanganmu. Kondisi mereka sama saja, bahkan bisa lebih buruk darimu. Janganlah bersedih dan janganlah berkecil hati. Tetaplah melaju sampai maut menjemputmu.” (sender: Intan)

“Terkadang kita memantaskan diri kita untuk sesuatu yang tampak material/nyata. Saat ingin dipandang pantas menjadi politisi yang dikagumi banyak orang, kita berusaha untuk tampil berwibawa, tajir, dan piawai dalam pidato. Saat ingin dipandang pantas menjadi menantu ideal, maka kita mengikuti apa keinginan keluarga calon dan calonnya tersebut. Tapi, lupakah kita bahwa ada yang harus lebih kita pantaskan?? Dialah Allah, Rabb semesta Alam. Pengatur segala kehendak dan cita-citanya. Jangan lupakan Dia. Karena seberapapun kita pantas di hadapan banyak orang, tapi jika kita tidak pantas dihadapanNya, tidak akan pernah semua keinginankita tercapai.” (Sender: Ridwan)

*Bojong, malam ke-14 Ramadhan 1432 H

Pukul 23.00 WIB

(pasca tragedi di SDN Bojong Baru, terpaksa harus terjaga malam ini)