#16 Ramadhan: Dulu kita pernah melakukannya…


Dulu kita pernah melakukannya….

Berjalan bersama menuju sekolah, rapi dan teratur bak bebek yang digiring oleh induknya… sambil mengucap “assalamu’alaykum warahmatullahi wabaraktuh”, bergaya seperti anak-anak TK yang mengucap salam pada ibu gurunya.

Dulu kita pernah melakukannya….

Masuk kelas, rebutan tempat antara putra dan putri. Barisan mana yang paling cepat jalannya, dia yang akan dapet tempat favorit. Tapi kita tak pernah berpikir untuk mencari tempat yang pewe saat ujian. Karena kita tak kenal apa itu ‘kerjasama’ dalam ujian.

Dulu kita pernah melakukannya….

Bukan tumpukan buku-buku fisika yang kita buka, bukan lembaran PR yang kita gerilya, tapi setumpuk al-qur’an yang diedarakan untuk dibaca. Memulai kelas dengan sentuhan tilawah di dalamnya.

Dulu kita pernah melakukannya….

Beredar mengelilingi kelas, mengetok pintu ruang guru, kepala sekolah dan mengingatkan untuk segera menuju masjid  saat zuhur telah tiba. Kelas pun sudah sepi saat azan berhenti dikumandangkan.

Berjalan menuju masjid, antrean wudhu hingga berjejerlah barisan-barisan nan rapi di lantai 1 dan 2. Menunggu kehadiran sang Syeikh.

Dulu kita pernah melakukannya….

Charging ruhiyah di siang hari, menyempatkan diri mendengarkan tausiyah dari para calon-calon da’i. naik menuju mimbar, ada yang seperti poitisi berorasi, ada yang seperti sastrawan berpuisi ada yang seperti ustadz ustadzah membacakan kitab suci.

Dulu kita pernah melakukannya….

Makan seadanya, berantri berduyun-duyun menuju kantin. Saling lempar gelas dan sendokpun seperti bola kasti. Berlomba-lomba mencari barisan terdepan, sebelum menu istimewa kehabisan, atau buah-buah segar yang diidamkan.

Dulu kita pernah melakukannya….

Pulang sekolah, tak langsung ke asrama. Menunggu saat-saat nama kita dipanggil. “Would the following names, please gather in the backside of the masjid right now, they are……bla..bla..bla..”

Berdiskusi, berdebat hingga menjelang azan maghrib tiba.

Dulu kita pernah melakukannya….

Saat-saat poin 4 datang menghantui, hitungan mundur menjelang iqamah dimulai. 10…9…8……….2….1. Poin 4. Teriakan yang sudah tidak asing lagi. Saat maghrib-isya-subuh-apel pagi. Kita lari bergegas menuju masjid menghidari push-up dan poin 4. Ah, tapi terkadang ada saja yang mangkir. Mencari selimut palingtebal, paling hangat, sambil menutup diri di atas ranjang. Saat Katib datang, “maaf izin, gw pusing.”

Dulu kita pernah melakukannya….

Berpanjang-panjang mendengarkan syeikh membaca al-baqarah di tiap rakaatnya. Capek, lelah, tapi semuanya bisa dijalani. Selesai itu mencari-cari al-qur’an dalam rak. Membacanya hingga sang ‘nasalukin’ maju ke depan mengucapkan “shodaqAllahul ‘aadzhiim”. Tak henti sampai disitu, rangkaian 99 asmaul husna pun menjadi bagian perjalanan maghrib ini. Tiap maghrib dan subuh selalu kita bacakan hingga tanpa sadar kita sudah hafal ke semuanya. 

Tilawahpun selesai, di tiap Ahad malam dan rabu malam selalu banyak yang berkata, “besok bangunin gw ya….” “gw daftar..”, “jam 2 ya tlg dibanguniin”, “gw…”  dan masih banyak lagi yang mendaftar untuk dibangunkan sahur. Kita dulu pernah melakukannya. Shaum senin-kamis rutin.  Bahkan ‘anak mall’ sekalipun sudah terbiasa dengannya.

Dulu kita pernah melakukannya….

Ba’da isya bukan saat-saatnya untuk masuk kamar, tidur dan bermimpi indah. Masih ada lingkaran-lingkaran kecil yang harus kita hadiri. Mengkaji aqidah, akhlak, bahasa arab, sejarah bahkan permasalahan-permasalahan asrama pun dibahas.

Hingga menjellang pukul 09.00 kita baru bisa menginjakkan kaki di kamar, mengerjakan tugas dan bergegas menuju rumah salah seorang guru. Berharap ada ilmu-ilmu ‘laduni’ yang bisa tersampaikan pada kita.

Dulu kita pernah melakukannya….

Jam 2. Kita membangunkan orang lain. Mengetuk pintu dari satu kamar ke kamar lain, sambil melihat list peserta sahur yang ingin dibangunkan. Berpindah dari satu gedung ke gedung lain, Menghidupkan tilawah dari gedung G. Memesan makanan ke pak Sholeh.

Dulu kita pernah melakukannya….

Shalat dhuha menjadi pengiring waktu pagi. PERMADANI sering dikunjungi, atau ruang sekre menjadi teman saat mengerjakan bulletin-buletin mingguan.

Dulu kita pernah melakukannya….

Menulis artikel tiap pekan, mencetak dan mengedarkan buletin. Menyusun jadwal tausyihah harian, membeli buku-buku islam di “Islmic Book Fair” di Senayan tiap tahunnya, membacakan mutiara hadits menjelang maghrib, menempel kata-kata mutiara di tempat-tempat strategis, menjadwal pembagian Imam Shalat, membentuk lingkaran-lingkaran kecil ba’da shubuh, meng-goal-kan orang-orang ‘baik’ sebagai ketua OSIS, membangunkan orang sahur tiap senin dan kamis. Membacakan asmaul husna, membimbing tadarrus, merapikan mukena, mengepel masjid, dan…… ….

Dulu kita pernah melakukannya….

Tapi kita tak tahu kalau itu namanya dakwah. Kita hanya tahu itu hanyalah kegiatan rutin, agenda sekolah, agenda asrama, agenda para Pembina, agenda OSIS, tapi kita tak tahu kalau itu bagian dari dakwah.

Aahh, mungkin bukan KITA lebih tepatnya. Mungkin hanya aku saja yang tidak tahu…..

Tapi, Dulu, kita pernah dan sering melakukannnya. Bagaimana dengan sekarang????

#06.00 WIB, 16 Ramadhan 1432 H

Pondokan Unit 87 KKN

*bersiap-siap menuju tempat persidangan :D”

About jupri supriadi

unzhur maa qaalaa walaa tanzhur man qaalaa

Trackbacks / Pingbacks

  1. memutar waktu « .::PUTIH-KUNING-HITAM::. - September 27, 2011

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: