Iman tak (selamanya) dapat diwarisi…
Iman tak dapat diwarisi. Dari seorang ayah yang bertaqwa.
-raihan-
semoga lirik itu tak selau jadi pembenaran. meski memang dalam kenyataannya ada saja fenomena seperti itu. seorang anak ustadz, public figur yang sangat dihormati masyarakat, tapi anaknya tidak memiliki karaktar se-qowwiy ayah atau bundanya. Teladan yang diharapkan ada pada diri si anak tersebut, ternyata hanya menimbulkan kekecewaan.
fenomena tersebut semoga saja menjadi bahan refleksi bagi semua pihak, termasuk saya, bahwa lingkup yang pertama harus kita perbaiki dalam memperbaiki bangsa dan ummat ini adalah konsep diri. dimana semua proses menuju perbaiki harus bertahap. mulai dari perbaikan diri sendiri (bina’usy syahsiyah islamiyah), pembentukan keluarga muslim (takwin baitul muslim), pembinaan masyarakat (irsyadul mujtama’), pembebasan tanah air (tahrirul wathan), perbaikan sistem pemerintahan (ishlahul hukumah), penyiaan pembinaan khilafah (binaul khilafah) dan yang terakhir menjadi guru bagi dunia (ustadziyatul ‘alam).
Dari hasil diskusi semalem sama tmn2 SMA, bisa jadi pelajaran juga buat saya ke depannya, bahwa sebelum kita menjadi ‘ustadz’ bagi orang lain, paling tidak kondisi keluarga kita sudah terkondisikan dengan baik. Agar jangan sampai keluarga menjadi terbengkalai karena saking sibuknya kita mengurusi orang lain.
dan sembari kita do’akan semoga para asatidz kita minimal bisa menularkan aura kebaikan dan militansi dakwah yang kuat pada anak-anaknya, juga pada kita semua…
Komentar Terbaru