Archive | Maret 2012

mengembang tapi seimbang


Membuka file-file kajian Manhaj beberapa tahun yang lalu, ada sebuah kutipan menarik yang di sampaikan oleh Ust. Cahyadi Takariawan saat beliau mengisi kajian manhaj di Masjid Kehutanan UGM.

Bergabungnya orang-orang penting dalam dakwah di satu sisi bisa menjadi amunisi kekuatan dakwah yang luar biasa besar, namun di sisi lain bila kita tidak memanfaatkan potensi-potensi itu bisa jadi melemahkan dakwah itu sendiri. (Kajian Manhaj, Ust. Cahyadi Takriawan)

Potensi kader sehebat apapun kalau kemudian ia bergabung dalam dakwah sementara tidak ada yang mengelola potensi-potensinya itu, bisa jadi hal tersebut bukan mengarah pada hal yang positif meskipun ia sangat potensial. Perbesaran jamaah untuk mengelola negara ini mudah-mudahan berimbang untuk mengelola segala potensi yang dimiliki.

karena saya cinta jogja


Ya Allah aku memohon pilihan kepada-Mu dengan ilmuMu dan memohon kemampuan dengan kekuasaan-Mu dan aku memohon karunia-Mu yang Agung. Karena Engkau Maha Mampu sedang aku tidak mampu, Engkau Maha Mengetahui sedang aku tidak mengetahui, Engkaulah yang Maha Mengetahui perkara yang gaib. Ya Allah bila Engkau mengetahui bahwa urusan ini baik untukku, bagi agamaku, kehidupanku dan kesudahan urusanku ini -atau beliau bersabda: di waktu dekat atau di masa nanti- maka takdirkanlah buatku dan mudahkanlah kemudian berikanlah berkah padanya. Namun sebaliknya ya Allah, bila Engkau mengetahui bahwa urusan ini buruk untukku, bagi agamaku, kehidupanku dan kesudahan urusanku ini -atau beliau bersabda: di waktu dekat atau di masa nanti- maka jauhkanlah urusan dariku dan jauhkanlah aku darinya. Dan tetapkanlah buatku urusan yang baik saja dimanapun adanya kemudian jadikanlah aku ridha dengan ketetapan-Mu itu”. Beliau bersabda: “Dia sebutkan urusan yang sedang diminta pilihannya itu”. (HR. Bukhari)

 

 

karena saya cinta jogja, maka saya memilih jogja.

semoga ALLAH menggantinya dengan yang lebih baik.. Aamiin…

 

Sleman, 28Maret 2012

 

antara kompetensi dan jaringan


seseorang pernah berkata kepada saya, bahwa biasanya yang kuliah di luar negeri itu, ada 2 kemungkinan: dia pinter banget atau jaringannya banyak.

di sadari atau tidak, memang banyak peluang-peluang yang kita dapatkan selalu berkutat pada dua hal itu. kompetensi atau jaringan. Lebih-lebih kalau frase penyambungnya bukan sekedar “atau” melainkan “dan”, wah pasti akan lebih banyak lagi peluang-peluang yang tersedia.

ketika kompetensi kita pas-pas an, maka yang menjadi senjata utama kita selanjutnya adalah bagaimana mengoptimalkan jejaring yang kita miliki, entah sesama komunitas alumni sma, dengan guru, dosen, atau dg murabbi #eh.

ada empat kondisi yang menggambarkan hubungan antara kompetensi dan jaringan:

pertama, Jika seseorang tidak memiliki kompetensi dan tidak memiliki jaringan, maka tidak akan terjadi mobilitas vertikal yang efektif, ia akan sulit untuk mengembangkan dirinya, apalagi untuk meningkatkan daya tawarnya bagi orang lain.

kedua, Jika seseorang tidak memiliki kompetensi namun ia memiliki jaringan yang bai, maka yang terjadi adalah mobilitas vertikal yang semu. ia akan cepat naik namun juga cepat jatuh. Karena karir dan pencapaiannya tidak berdasarkan kompetensi yang dimiliki.

ketiga, Jika seseorang memiliki kompetensi namun tidak memiliki jaringan, maka mobilitas vertikal tetap terjadi, namun akan berjalan dengan lambat karea minimnya jaringan tersebut.

keempat, Jika seseorang memiliki keduanya, antara kompetensi dan jaringan, maka mobilitas vertikalnya akan menjadi  lebih optimal, selain ia dipercaya karena integritas dan keahliannya, ia juga lebih dikenal dengan baik oleh jaringan-jaringan yang dimiliki.

 

Blimbingsari, 27 Maret 2012

kestabilan jiwa


Alhamdulillah, selama ini perantara jamaah selalu memahami kita, menjaga kita, memelihara kita,agar hati kita terpelihara, jangan sampai menjadi nufus murtabikah,  jangan menjadi jiwa yang guncang, jiwa yang kalut dalam menghadapi tantangan. Dan bahkan Allah Taala telah mengarahkan kepada kita bagaimana agar istiqrarun nafsi (Ketenangan dan kestabilan jiwa) itu bisa dipelihara, maka kemudian Allah mewajibkan dan menyunahkan akan adanya sunnah berumah tangga dan berkeluarga. Karena berkeluarga adalah salah satu jenjang, salah satu sarana, salah satu wadah untuk memelihara nufus mustaqirrah.

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir. (Q.S. Ar-Ruum: 21)

Istiqrarun ‘aili, ketenangan dan kestabilan keluarga para dai dan daiyat, bahwa keluarga duat dan daiyah tidak seperti keluarga kebanyakan manusia. Dari mulai munthalaq-nya, pangkal bertolaknya mereka berumah tangga, dimana rumah tangga itu dibangun dengan mahabbah fillah. Apa lagi sama-sama dibangun melalui wihdatul aqidah, wihdatul fikrah dan wihdatul minhaj.

Bahkan selalu seiring bergandengan tangan dalam perjalanan dakwah dengan segala pengorbanannya, maka ikatan mahabbah fillah yang didasari wihdatul aqidah (satu akidah), wihdatul fikrah (satu pemikiran) dan wihdatul manhaj (satu konsep) itu diikat pula oleh ikatan romantisme dakwah. Ikatan romantika dakwah yang mengikat rumah tangga kita. Allahu akbar walillahil hamd.

 

~majalah al-intima~

 

ada yang terbaik yang telah disiapkan oleh-Nya


ada yang beda dengan #melingkar malam ini. seorang mutarabbi baru yang menyampaikan kegundahan dan kegalauan yang ia hadapi, sampai pada sutu kesimpulan:

kita memang bisa kagum pada seseorang, tapi janganlah terlalu berharap bahwa ia adalah pasangan yang disiapkan ALLAH untuk kita. bisa jadi yang saat ini kita kagumi, bukan merupakan pilihan terbaik, masih ada yang terbaik dan lebih terjaga lagi yang sudah ALLAH pilihkan untuk kita. dan waktu yang akan mengantarkan  hingga kita sudah dianggap siap dan pantas untuk dipertemukan dengannya. oleh karenanya, bila saat ini memang belum menemukan yang cocok, ber husnuzhzhanlah bahwa ada yang lebih baik lagi nantinya, hanya saja ALLAH memberikan kita jeda waktu untuk bersiap dan memantaskan diri.

dari pak Edi…


Ada tiga hal yang bisa kita manfaatkan dengan sebaik-baiknya demi kemajuan dan kebaikan bersama. Tiga hal itu adalah pengembangan keahlian (tanmiyatul kafa’ah), sumber penghasilan (kasbul ma’isyah), serta penyebaran pemikiran (nasrul fikroh).

1. Tanmiyatul Kafa’ah.

Menjadi kader dakwah yang mempunyai spesialisasi khusus adalah sebuah harapan bagi sebagian besar kita. Kita tidak menutup mata melihat keberhasilan saudara-saudara kita yang telah sukses dengan skills yang ia punyai. Ataupun kita juga bisa melihat saudara-saudara kita yang hanya dengan kemampuan pas-pasan saja, mereka kemudian kurang sukses dalam meniti karier. Kita tidak sedang membicarakan karier secara membabi buta sebaimana hausnya pejabat-pejabat memburu jabatan tertentu. Akan tetapi, kita sedang membicarakan karier dengan sebuah perencanaan yang baik: bahwa jabatan adalah amanah yang harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab.

Dengan adanya kita di aparatur pemerintahan, maka peluang mengembangkan keahlian dan kompetensi yang kita miliki menjadi terbuka lebar. Pelatihan, kursus, ataupun tugas belajar terbuka lebar bagi kita yang benar-benar mempunyai keinginan untuk mengembangkan diri.

2. Kasbul Ma’isyah.

Persoalan penghasilan memang menjadi masalah yang cukup sensitif dimanapun tempatnya.Karena kita ketahui bersama bahwa sesuatu yang haram, selain berdosa, tidak akan membawa keberkahan.

3. Nasrul Fikroh.

Kita, para pembaharu (mujaddid) itu, harus bisa menyebarkan nilai-nilai kebenaran dan kejujuran di lingkunan sekitar kita.Kita bisa menjadikan diri kita pribadi-probadi yang itqon (profesional) dalam setiap amanah. Jadilah para pahlawan kebenaran. Jadilah para pahlawan kebaikan. Menyebarkan kebaikan kepada lingkungan terdekat kita.


do’a malam ini


Ya Allah, semoga saya tidak menjadi hamba-Mu yang suka mencela saudaranya sendiri, yang sibuk mencari-cari kesalahan orang lain tapi tidak mau introspeksi diri sendiri.

Ya Allah, semoga saya tidak menjadi manusia yang hanya mengutuk kegelapan tapi enggan menyalakan lilin-lilin kebaikan.

Ya Allah, semoga saya tidak menjadi seorang yang manja dalam komunitas ini, manja karena mudah kecewa, manja karena hanya bisa berdialektika tanpa aksi, manja mengkritisi tapi pada hakikatnya menghakimi.

 

*selalu istighfar ketika tiap buka notifikasi sebuah grup yang isinya hanya cela mencela, caci maki, padahal sesama saudaranya yang muslim. 

 

galau amanah


Adanya amanah, bukan untuk sekedar kita lihat berhasil atau tidak amanah itu diemban, akan tetapi tercela atau muliakah kita dalam mengemban amanah itu.

Setiap diri kita pasti akan selalu bertemu dengan yang namanya amanah, bahkan dalam waktu uang sekalipun, ada amanah yang sedang kita emban. Sebagai hamba Allah, itu amanah terberat.

Termasuk juga amanah-amanah lembaga/organisasi/hizb atau lainnya, semuanya menuntut totalitas dan kesungguhan dalam menjalaninya.

Tentu banyak hambatan, banyak kegalauan yang menerpa kita dalam menjalani sebuah amanah, terlebih lagi bila konteks amanah itu menjadi bagian dari amanah-amanah orang lain. Ketika kita menjadi bagian dari sebuah komunitas dengan amanah yang sama, tentu pernah ada masa-masa dimana ada ketersinggungan dengan yang lain, merasa tidak cocok dengan amanah, merasa tidak mendapat partner yang se-frame, merasa sendiri dan lain sebagainya.

Namun yang pasti, jangan sampai amanah yang ada itu justru membuat ukhuwah antara saudara kita retak. Karena teralalu sibuknya dengan amanah hingga melupakan nilai-nilia ukhuwah antar sesama, mengabaikan hak-hak orang lain yang juga perlu dipenuhi.

Ibarat sedang membangun istana, jangan sampai puing-puing bangunannya merusak taman-taman di sekitar. Istana harus tetap dibangun, akan tetapi keindahan taman harus tetap dijaga.

Itulah amanah yang merusak ukhuwah. Benih-benih perpecahan dan kekecewaan biasanya muncul dari sebuah amanah, sehingga lagi-lagi disini amanah menguji kesungguhan kita dalam berdakwah, apakah dakwah yang kita lakukan selama ini hanya untuk amanah?

Amanah itulah yang sebenarnya akan membentuk diri kita nantinya. Semakin layak kapasitas seseorang, maka amanah yang akan diberikan pun akan semakin berat. Dan amanah itu pulalah yang akan menjaga kita dari kefuturan. Karena futur bisa saja terjadi bila tidak ada ruang-ruang kebaikan yang kita isi.

Oleh karenanya, bersemangatlah dalam menjalakan amanah yang sudah dipercayakan pada kita, biarlah amanah itu datang sendiri sesuai dengan kapasitas yang kita miliki. Jangan meminta datangnya amanah bila tidak ada perbaikan kapasitas diri, karena amanah bukan untuk diminta dan dicari tapi untuk dijalani.

renungan siang ini


Leadership itu karakter, bukan jabatan,
Profesional itu totalitas, bukan bayaran,
Ikhlas itu tauhid, bukan sembunyi2,
Politik itu strategi, bukan kekuasaan,
Da’wah itu amal, bukan pengakuan,
Istiqomah itu kontinuitas, bukan rutinitas…

lepaskan segalanya


oke, hari ini satu persatu beban yang selama 3 tahun melekat sudah mulai terlepas, memberikan amanah beberapa keadminan  kepada yang akan meneruskan, ug**m, ce**, aa* dan segala administrasi termasuk rekening lembaga ke adek2.

selamat pagi dunia, nantikan prestasi-prestasi membanggakan dari mereka yang melanjutkan estafet perjuangan ini…..

selamat berjuang adik-adikku.


Entah apa nama mushola itu, mengunjunginya tadi pagi membuat teringat dengan masa-masa awal dimana semakin lebih dekat dengan dakwah ini, tempat dimana DM 1 berlangsung juga pada hari ini tempat dimana saya harus mengakhiri amanah-amanah formal di kampus.

Sudah 3 tahun ya??? serasa waktu begitu cepat mengalir dengan beragam warnanya (warna-warna cinta :D). Saya tak bisa membayangkan bila dulu tak ‘terperangkap’ dalam ikatan ukhuwah ini. Dan inilah mengapa saya menyebut nikmat ukhuwah ini merupakan salahsatu nikmat terbesar yang saya dapatkan dan rasakan.

Kadang ada canda, kadang juga berubah menakutkan menjadi ego dan kecewa, tapi semuanya telah berlalu dan menghiasi rangkaian perjalanan 4 tahun di kampus tercinta ini. Suka duka telah menjadi catatan sejarah yang akan indah bila dikenang suatu saat nanti.

Dan tentunya saya akan merindukan masa-masa itu, saat pertama kali diceburkan dalam dakwah kampus ini, saat agenda harian tak terlepas dari yang namanya syuro, saat suka mengharu biru dalam perjalanan panjang rihlah ke pantai, gunung dan perbukitan, saat momen penyambutan adik-adik baru di bumi gadjah mada ini, saat pertama kali berikrar setia untuk menyerahkan segala potensi diri untuk dakwah. Dan kini, saat semua kenangan itu akan terlepas, berganti menjadi medan baru yang saya pun belum begitu siap untuk melewatinya.

Tapi, insya Allah segala pembelajaran 4 tahun di kampus akan menjadi bekal penting bagi saya untuk melewai fase selanjutnya dalam dakwah ini.

Selamat berjuang adik-adikku dalam mengemban amanah estafet dakwah ini

Allahu musta’an

penokohan….


Satu kata yang saya takuti akhir-akhir ini adalah PENOKOHAN. entah mengapa saya merasa risih dengan kata-kata ini.

“kenapa sih mesti ada yang namanya penokohan?”, toh biarkan saja mengalir apa adanya, biarkan orang lain melihat kinerjanya bukan karena citra atau ketokohan yang dibuat-buat.

Pada akhirnya saya pun merasa canggung ketika hadir dalam sebuah event atau dijadikan sebagai pembicara ketika niat awalnya adalah untk ‘ditokohkan’.

argghhh…

Warna Warna Cinta (brothers)



 

Mereka berkata
Hidup perlukan cinta
Agar sejahtera aman dan bahagia
Andai tiada atau pudar warnanya
Meranalah jiwa gelaplah dunia

Warna-warna cinta
Yang terlukis di hatimu
Semat pada senyuman dan tangismu
Agar mewarnai
Jiwamu yang tulus
Seperti sang pelangi selepas gerimis

Mereka berkata
Cinta itu merah
Mengalir bersama titisan yang sempurna
Cinta berharga bila sudah tiada
Menjadi sejarah yang mungkin kan di lupa

Apa warna cinta
Bila hidup sengketa
Kabur warnanya

Warna-warna cinta
Yang terlukis di hatimu
Semat pada senyuman dan tangismu
Agar mewarnai jiwamu yang tulus
Seperti sang pelangi selepas gerimis
Uuuuu? selepas gerimis