Media #1: Dakwah via Twitter


udah pada tau kan kalau kemarin itu pengumuman SNMPTN jalur undangan? Udah tau juga kan berapa yang diterima di UGM lewat jalur itu?

Hah, belum pada tau, hadeeeeh.

wis, kita lewatin aja bahasan ini itu. krn saya juga sebenernya gatau jumlah pastinya berapa. he2..

Tapi ada satu hal menarik dari semenjak sore kemarin sampai hari ini ngeliatin TL yang berseliweran di akun twitter. Sadarkah kita bahwa jumlah ribuan maba yang diterima oleh UGM kemarin itu adalah ladang-ladang dakwah yang siap untuk dibuka???

Mereka sedang butuh-butuhnya info tentang UGM, tentang kos-kosan, tentang sekelumit jogja yang mungkin banyak diantara mahasiswa baru belum pernah menginjakkan kakinya di tanah mataram ini.

Apa hubungannya mahasiswa baru dengan dakwah dan juga twitter? Ya jelas, mereka adalah iron stock yang tersedia untuk melanjutkan estafet dakwah ini. Bukankah orang-orang tua di kampus sebentar lagi akan pergi. Lalu akan tergantikan oleh tunas-tunas dakwah yang baru.

Saya di sini cuma mau menyampaikan bagaimana perspektif dakwah dalam media nya saja. Meskipun pengalamannya sedikit di sini. Tapi tak ada salahnya yang sedikit itu bisa saling melengkapi. Dan saya jug gak ngebahas akun pribadi saya yang followernya segitu-gitu aja. Tapi klo urusan dakwah ada akun lain yang lebih bermanfaat 🙂

gini ya, sederhana saja: misalkan ada akun (pribadi/lembaga) yang tiap hari kultwit. ampe lebih dari lima seri hashtag tiap harinya dengan tema berbeda. Tapi followernya cuma SATU (ini sih ekstrim kirinya, he2). Nah, loh. gimana mau menyampaikan kebenaran dan gagasan briliannya klo followernya aja sedikit.

Analogi lain, buat apa ada radio dakwah atau TV dakwah atau Majalah-majalah dakwah?? Salah satu ekses yang diharapka kan adalah makin banyak orang yang tershibgah oleh dakwah Islam.

Asumsi saya, klo qt udah bahas follower atau bahasa kerennya jamaah. berarti bab niatnya udah beres. Dalam artian fokus utama kita sebenarnya bukan untuk menambah follower atau menambah jamaah yang mengikuti kita. Tapi “tsawabitnya’ tetap terjaga. Kata ustadz Solihun pas kajian manhaj tadi sore beliau mengatakan bahwa. Maqasid Asy-Syariah itu sifatnya Tsawabit sedangkan metode, sarana dan turuna-turunan tujuannya adalah mutaghayyirat. Yang bisa disesuaikan dengan kondisi di lapangan.

Analogi lain, Khatib, klo gak pake mic bisa aja sih. Toh zaman nabi dulu juga gak ada mic. Nah, tapi kan mic itu digunakan supaya orang-orang yang ada dimasjid itu ngedengerin semua. Apalagi seperti di istiqlal, sampe ujung-ujung masjid yang jaraknya puluhan meter juga masih ada ada jamaah. Dan mempebesar ruang kemungkinan tersyiarkannya dakwah adalah sebuah keniscayaan.

Artinya, bukan berarti orientasi dakwah kita pada follower. Tapi follower itu hanyalah sarana yang kita gunakan untuk memperluas cakupan kebaikan yang tersebar. Contoh misalnya akun pak @tifsembiring yang merupakan akun politisi nomor satu terbanyak followernya di Indonesia, ketika mengeluarkan statement yang isinya kebaikan atau me RT sebuah hadits, bayangkan 400 ribuan orang bisa membaca dalam satu waktu. Dan yang membacanya bukan hanya aktifis dakwah yang memang sehari-harinya akrab dengan hadits atau ayat-ayatu alqur’an. Tapi lihat followernya pak tif ini. Gak cuma aktifis dakwah, para politisi dari partai lain, akademisi, mahasiswa, pebisnis, buruh, karyawan dan dari segala macam kelas masyarakat ikut membaca twitnya.

Coba bandingkan ekstrim kiri dan kanannya. Seorang yang kicauannya bejibun tiap hari tapi yang memfollow cuma satu dengan seorang yang cuma sekali ngetwit tapi followernya 400 ribu. Lagi-lagi saya ulang. Dan penting untuk diulang-ulang terus BAHWA bab niat sudah beres dalam hal ini.

Penting untuk diingat kembali, bahwa tugas kita sebagai seorang yang ‘katanya’ aktifis adalah memperbesar ruang kemungkinan orang-orang yang tersentuh oleh dakwah. sehingga indahnya ber Islam itu gak cuma dirasakan oleh kalangan tertentu saja. Saya khawatirnya mereka yang selama ini antipati dengan dakwah itu disebabkan karena mereka belum tau bagaiman Islam mengatur dengan begitu terperinci dalam segala aspek kehidupan ini. Dan itu menjadi tugas para aktifis untuk lebih kreatif dalam memodifikasi sarana yang di gunakan. Ingat kreatif dalam memodifikasi SARANA, bukan memodifikasi TUJUAN.

Pahala kebaikan itu kan, seperti MLM. Makin banyak yang mengikuti, makan kitapun akan mendapat pahala kebaikan itu. Hatta, sampai kita sudah  meninggalpun pahala itu akan terus mengalir. Saat kata-kata kita mampu mengubah 1 orang itu adalah sebuah amal baik.  Saat kata-kata kita mampu menginspirasi 10 orang itu juga baik. Saat kata-kata kita mampu menggerakkan 1000 orang itu jauh lebih baik. Dan, ruang kemungkinan untuk tersebarnya kebaikan juga jauh lebih luas. Dan begitulah amal jariyah, 1000 orang akan mampu menginspirasi seribu orang lagi dan begitu seterusnya. Sehingga pesan-pesan kebaikan akan tersebar merata kepada mereka yang selama ini belum tersentuh dakwah. Jadi misalkan ada satu dua orang yang futur, dan gak meneruskan aktifitas kebaikannya itu, masih jauh lebih banyak orang yang istiqomah dalam ibadahnya.

Terakhir deh, karena sy juga udah ngantuk. Masalah hidayah itu, bukan domain manusia untuk memberikannya. Manusia hanya bertugas menyampaikan dan mengenalkan Islam kepada objek dakwahnya. Perkara orang itu kemudian tergerak untuk bergabung dalam jamaah dakwah itu bukan menjadi domain manusia. Kan dakwah itu salah satu untuk menguji siapa sih diantara hamba-hambNya yang serius dan istiqomah mengajarkan kebaikan pada orang lain. Nah, jadi dalam hal berkicau di twitter, poin terakhir ini jug perlu diperhatikan.

Jogja, 27 Mei 2012

Pukul 20.30 WIB

About jupri supriadi

unzhur maa qaalaa walaa tanzhur man qaalaa

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: