menyampaikan rasa…
“……maka sampaikanlah perasaan itu pada angin saat menerpa wajah, pada tetes air hujan saat menatap keluar jendela, pada butir nasi saat menatap piring, pada cicak di langit-langit kamar saat sendirian dan tak tahan lagi hingga boleh jadi menangis.
Dan jangan lupa, sampaikanlah perasaan itu pada yang Maha Menyayangi. Semoga semua kehormatan perasaan kita dibalas dengan sesuatu yang lebih baik.”
_tereLiye
20 November 2012
20 November 2012
Terkadang, kita akan merasa kehilangan sesuatu ketika saat-saat hendak berpisah dari sesuatu itu. Bahkan rasa cinta itu akan semakin besar bila sudah terpisah jarak.
Satu per satu mungkin tak bisa saya ucapkan terimakasih ini, karena begitu banyak orang-orang yang telah berjasa membantu saya hingga saat ini. Kepada mereka yang masih hidup dan kepada mereka yang sudah dipanggil terlebih dahulu olehNya, semoga Allah menerima segala amal kebaikannya.
Mutiah dan keterjagaan seorang wanita…
“Siapa di luar?”
“Aku Faathimah, putri Rasulullah.”
“Ada keperluan apa?”
“Aku ingin bersilaturahim saja.”
“Anda seorang diri atau bersama orang lain.”
“Aku datang bersama dengan putraku, Hasan.”
Kira-kira seperti itulah gambaran percakapan yang terjadi antara Faathimah dan Mutiah, di suatu hari di pinggiran kota Madinah. Faathimah hendak menemui Mutiah dengan membawa rasa penasaran karena Ayahnya menyatakan bahwa wanita tersebut adalah wanita yang pertama kali akan memasuki surga. Faathimah kaget, kenapa bukan ia yang dijanjikan pertama kali masuk surga, padahal ia putri kesayangan Rasulullah SAW. Rasa penasaran inilah yang mengantarkan Faathimah mencari-cari rumah Mutiah untuk mengetahui seperti apa sosok wanita tersebut.
“Maaf Faathimah, “ Mutiah melanjutkan perkataannya dari dalam rumah, “Aku belum mendapat izin dari suami untuk menerima tamu laki-laki.”.
“Tapi, Hasan kan masih anak-anak.” Faathimah heran atas penolakan kunjungannya tersebut.
“Meskipun dia masih anak-anak, dia tetap laki-laki, yang aku harus meminta izin pada suamiku terlebih dahulu untuk menerima kunjungannya. Kembalilah esok hari setelah suamiku mengizinkannya.” Tersentaklah Faatimah mendengar argumentasi Mutiah. Namun, ia tak bisa menolak. Faatimah pun kembali pulang dan berencana datang lagi ke rumah Mutiah keesokan harinya.
Pada hari berikutnya, Faathimah datang kembali mengunjungi rumah Mutiah. Namun kali ini ia tidak hanya berdua bersama Hasan, Faathimah juga mengajak Husein yang merengek untuk ikut bersamanya.
Ketika tiba di kediaman Mutiah, terjadi lagi dialog seperti hari pertama, Faathmah mengetuk pintu dan ia mengatakan bahwa kedatangannya kali ini bersama dua orang putranya, Hasan dan Husein.
“Maaf Faathimah, aku belum bisa mengizinkanmu masuk. Suamiku hanya mengizinkan engkau dan Hasan saja yang boleh masuk, sedangkan Hussein, aku belum mendapati izinnya.”
Lagi-lagi, Faathimah takjub atas kesetiaan Mutiah pada suaminya. Ia begitu patuh dan menjaga diri hingga tak ada seorang pun laki-laki yang boleh ditemuinya saat sang suami tidak ada di rumah. Faathimah pun kembali pulang sambil menunggu izin Mutiah untuk bertamu di rumahnya.
Pada hari berikutnya, Faathimah kembali mengunjungi kediaman Mutiah. Kali ini, ia sudah mendapatkan izin untuk masuk ke dalam rumah Mutiah. Faathimah pun bersemangat untuk mengetahui amalan apa saja yang membuat wanita itu disebut-sebut oleh Rasulullah sebagai wanita pertama yang akan memasuki surga.
Selama berkunjung, Faathimah memperhatikan tidak ada aktifitas istimewa yang di lakukan oleh Mutiah selain hanya bolak-balik ruang tamu-dapur. Saat itu, menjelang siang, Mutiah sedang mempersiapkan makan siang untuk suaminya yang bekerja di ladang. Seketika makanan itu telah selesai dimasak, Mutiah kemudian memasukkannya ke dalam wadah. Namun, ada hal aneh yang dilihat oleh Faatimah. Selain, memasukkan makanan ke dalam wadah tersebut, Mutiah juga memasukkan cambuk untuk dibawanya ke ladang saat hendak memberi suaminya makan siang, Karena rasa penasaran itu, Faathimah kemudian bertanya,
“Untuk apa kau bawa cambuk itu, ya Mutiah?”
“Jika suamiku merasakan masakanku kali ini tidak enak, aku ridha dan mengikhlaskan dia untuk mencambuk punggungku.”
“Apakah itu kehendak suamimu?”
“Bukan, itu bukan kehendak suamiku. Suamiku adalah orang yang penuh dengan kasih sayang. Semua ini kulakukan sebagai bentuk baktiku pada suami agar aku tidak menjadi seorang istri yang durhaka padanya. Karena istri yang baik, adalah isti yang setia dan menyenangkan suaminya”
“Ternyata ini rahasianya….” Gumam Faathimah.
“Rahasia apa wahai Faathimah?” Gumaman itu sedikit terdengar di telinga Mutiah.
Faathimah kemudian menjelaskan pada Mutiah terkait ucapan Rasulullah yang mengatakan bahwa Mutiah adalah seorang wanita yang pertama kali akan masuk surga.
Ah, pantas saja kelak Mutiah akan menjadi wanita pertama yang akan memasuki surga, Ia seorang istri yang begitu menjaga kehormatannya serta setia dan peuh kasih sayang pada suami.
Blimbingsari, 13 November 2012
Akhir tahun yang semoga memberi berkah untuk memasuki tahun baru yang lebih baik lagi.
Semangat menyambut 1 Muharram 1434 H
Salah satu tulisan dari Novilia Lutfiatul (IC08) , Korban meninggal dlm kecelakaan bus malam ini (ditulis 3 hari yang lalu)
“Manusia berawal dari setetes air mani yang hina
Berakhir menjadi seonggok daging yang membusuk
Dan saat ini berada diantara keduanya dengan membawa kotoran kemana-mana”
-Salim A. Fillah- “Dalam Dekapan Ukhuwah”
Kematian merupakan salah satu topik yang sangat dihindari oleh kebanyakan orang, apalagi kita yang masih muda-muda. Sukar dimulai dan mudah untuk dihentikan. Padahal setiap manusia tak akan pernah tahu waktu kedatangannya. Kematian tak akan memandang umur, tua muda akan mati bila waktunya memang telah tiba.
Setiap kali memasuki ruangan praktikum anatomi jantungku selalu berdesir miris. Seonggok tubuh yang terbujur kaku dengan bentuk yang sudah tak beraturan dan tak “manusiawi” menjadi pemandangan yang selalu ditemui setiap minggunya. Melawan kodrat alam, dipaksa tak membusuk dengan formalin. Tubuh-tubuh yang dulunya selalu dibanggakan, tegap, gagah, langsing dan sebagainya yang menjadi pemicu dosa bila tak digunakan dalam koridor syariat-Nya.
Untuk melawan rasa takut, hal pertama yang aku perhatikan saat menghadapi cadaver adalah wajahnya. Walaupun…
Lihat pos aslinya 372 kata lagi
mu’aqobah
Melihat agenda di kalender hp, hampir begitu ‘datar’ dan menjenuhkan.. senin ketemu A, selasa diskusi dengan B, rabu ngisi di lembaga C, kamis ngumpulin anak-anak D, jumat ketemu dengan A versi ke dua, sabtu pemandu di daurah bla bla bla, Ahad kunjungan ke tempat X… Ternyata menyandang status sebagai ‘calon wisudawan’ membuat orang lain berpikiran, “coba ke si anu aja, dia kan udah free, udah nggak ada amanah”.. zZzzz…
Satu sisi saya agak gimana gitu dengan amanah yang mengantri di bulan ini, tapi di sisi lain patut bersyukur karena inilah saatnya saya me-mu’aqobah (menghukumi) diri atas kelalaian saya selama ini. Mu’aqobah terhadap diri sendiri yang sering lupa atas segala nikmat-nikmatNya selama ini.
Tidak ada kata bebas dari amanah bung!
Ya Rabb, semoga apa yang jalan yang hamba tempuh ini menjadi pemberat amal baik hamba dan bisa menggugurkan kekhilafan hamba di masa lalu. Aamiin…
menjelang #melingkar rutin
Ahad, 4 November 2012
Pukul 18.30 WIB
#1: Ikhlas
Arti Hadits :
Dari Amirul Mu’minin, Abi Hafs Umar bin Al Khottob radiallahuanhu, dia berkata: Saya mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang dikehendakinya atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan.
(Riwayat dua imam hadits, Abu Abdullah Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim bin Al Mughirah bin Bardizbah Al Bukhori dan Abu Al Husain, Muslim bin Al Hajjaj bin Muslim Al Qusyairi An Naishaburi dan kedua kitab Shahihnya yang merupakan kitab yang paling shahih yang pernah dikarang) .
Catatan :
Hadits ini merupakan salah satu dari hadits-hadits yang menjadi inti ajaran Islam. Imam Ahmad dan Imam syafi’i berkata : Dalam hadits tentang niat ini mencakup sepertiga ilmu. Sebabnya adalah bahwa perbuatan hamba terdiri dari perbuatan hati, lisan dan anggota badan, sedangkan niat merupakan salah satu dari ketiganya. Diriwayatkan dari Imam Syafi’i bahwa dia berkata : Hadits ini mencakup tujuh puluh bab dalam fiqh. Sejumlah ulama bahkan ada yang berkata : Hadits ini merupakan sepertiga Islam.
Hadits ini ada sebabnya, yaitu: ada seseorang yang hijrah dari Mekkah ke Madinah dengan tujuan untuk dapat menikahi seorang wanita yang konon bernama : “Ummu Qais” bukan untuk mendapatkan keutamaan hijrah. Maka orang itu kemudian dikenal dengan sebutan “Muhajir Ummi Qais” (Orang yang hijrah karena Ummu Qais).
Pelajaran yang terdapat dalam Hadits
- Niat merupakan syarat layak/diterima atau tidaknya amal perbuatan, dan amal ibadah tidak akan mendatangkan pahala kecuali berdasarkan niat (karena Allah ta’ala).
- Waktu pelaksanaan niat dilakukan pada awal ibadah dan tempatnya di hati.
- Ikhlas dan membebaskan niat semata-mata karena Allah ta’ala dituntut pada semua amal shalih dan ibadah.
- Seorang mu’min akan diberi ganjaran pahala berdasarkan kadar niatnya.
- Semua perbuatan yang bermanfaat dan mubah (boleh) jika diiringi niat karena mencari keridhoan Allah maka dia akan bernilai ibadah.
- Yang membedakan antara ibadah dan adat (kebiasaan/rutinitas) adalah niat.
- Hadits di atas menunjukkan bahwa niat merupakan bagian dari iman karena dia merupakan pekerjaan hati, dan iman menurut pemahaman Ahli Sunnah Wal Jamaah adalah membenarkan dalam hati, diucapkan dengan lisan dan diamalkan dengan perbuatan.
sumber: kumpulan hadits arba’in (pdf) islamhouse.com
Komentar Terbaru