Pesan Cinta Laut Pada Sang Langit


Laut memendam cinta terdalam pada langit. Ia begitu mencintai langit hingga dirinya pun berusaha serupa dengan warnanya. Saat langit berwarna biru, dengan pengorbanan cinta sang laut ia merubah warnanya menjadi biru. Di malam hari saat langit gelap dan hitam pekat, laut pun terlihat gelap. Ia berusaha menunjukkan cintanya pada langit. Membuktikan bahwa ada rasa yang dimilikanya. Ia seolah ingin menarik perhatian langit. Namun, dia masih malu-malu.

Tanpa dikira, hal itu juga terjadi pada langit. Diam-diam… ia selalu memandangi laut, tiap hari bahkan  dalam sepi malam pun, langit tak pernah absen memandanginya.

Suatu ketika, kala senja datang, laut memberanikan diri mengutarakan cintanya pada langit. Ia membisik dengan kelembutan, “aku mencintaimu”… Setiap kali mendengar bisikan dari kejauhan itu, wajah langit berubah kemerah-merahan. Indah sekali. Merah saganya hanya sebentar. Ia pun tersipu malu, lalu menutup wajahnya hingga hanya terlihat bintang gemintang berkilauan. Begitu seterusnya, hingga perasaan cinta tumbuh di antara keduanya.

Di lain hari, datanglah pihak ketiga. Awan mendekati langit. Begitu melihat kecantikannya, seketika itu pula awan jatuh hati padanya. Namun sayang, langit sudah menetapkan hati untuk hanya mencintai laut. Sebab, ialah yang pertama kali menyapa langit saat pagi dan petang hari.

Ditolak. Awan pun sedih. Ia mencari berbagai cara agar laut tak lagi menatap langit dan begitu pula langit tak bisa memandangi laut. Ia menghalangi, berupaya agar cinta langit tertuju padanya. Di setiap sela-sela bisikan cinta laut dan langit, awan menyusup diantara keduanya. Ia mengumpulkan tenaga untuk mengembangkan diri. Membesarkan bentuknya agar penghalang antara langit dan laut semakin besar. Agar langit dan laut tak bisa lagi saling memberi warna.

Laut marah. Emosi,,, karena cintanya pada langit terhalang oleh sang awan. Ia berusaha mengusir awan. Menggelontorkan deburan-deburan ombak. Memecah karang-karang. Agar semuanya tahu, bahwa ia begitu tersiksa tanpa kehadiran langit yang dicintainya. Namun, segala upaya belum berhasil.

Sahabat sejati laut, angin, yang biasa membantunya mengarahkan deburan ombak pun tak tinggal diam. Ia merasa bahwa awan sudah keterlaluan. Menggganggu hubungan cinta laut dan langit. Akhirnya, angin pun meniupkan tenaga sekencang-kencangnya ke awan agar ia segara hilang dan tidak lagi menghalangi cinta laut dan langit. Awan pun akhirnya tercera-berai. Gumpalannya kini sudah mulai mengecil. Satu per satu bahkan menghilang seiring dengan kekecewaannya. Ia sedih, bahwa cintanya tak ditanggapi langit. Deraslah air matanya… membasahi seluruh permukaan bumi.

 Bekasi, 5 Syawwal 1434 H

Tag:

About jupri supriadi

unzhur maa qaalaa walaa tanzhur man qaalaa

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: