Archive | April 2014

tentang satu janji


sesisa waktu yang kian bergerak. menyapamu penuh kerinduan.

ia kini menanti janjimu.

tentang do’a-do’a penuh harap di sembilan bulan lalu. saat pertama kali kau melangkahkan kaki meninggalkan bulan suci. dari sudut kota kembang itu.

dalam sengguk yang terbata, kau berjanji untuk menyambutnya lebih baik lagi. jauh lebih baik lagi.

 

ah.. ternyata kau juga lupa, ada satu janji lagi yang belum kau tunaikan. lebih tepatnya belum mampu kau laksanakan.

di hadapan adik-adikmu di Habiburrahman.

 

Allahumma baariklanaa fii rajaba wa sya’bana wa ballighnaa ramadhan.

1 Rajab 1435H

 

_Palangkaraya. 30.04.14

‘ De Winst ‘ #1


Asiik… Cinta itu tak sekedar dicari, tapi juga ditumbuhkan.

kata tanpa suara


kata adalah setengah perwujudan hati..

ia menjadi pendamping bagi lisan yang kelu bicara, terjemah dari sekian rupa gemuruh yang kian mulai meluruh.

ia akan menjelma dalam kata-kata. dengan atau tanpa suara.

apa yang tertulis, merupakan apa yang sedang ia rasakan. apa yang diucapkan juga apa yang memang ingin ia sampaikan.

sayangnya, terkadang suara menjadi tersedak. terdiam. hening. tanpa sedikitpun mampu menggetar kesunyian.

Lalu, dengan apakah kau ungkapkan gemuruh yang kian mulai meluruh itu?

 

masih ada kata tanpa suara.

 

yang merona dalam bait-bait do’a….

dan pada saatnya nanti, kata tanpa suara itu akan berganti menjadi sebuah kata yang amat berat, yang diucapkan.

pada waktu yang paling tepat menurutNya.

26.04.14

masih dalam kata tanpa suara

 

 

 

hanya ruang hampa…


pilihan kita, pada saatnya nanti akan menjadi sebuah jawaban….  tentang apa yang kita rasakan.

saat kita menebang rerimbun hikmah, yang ada hanyalah kesepian hati. saat kita tak lagi memupuk ladang usia dengan do’a, yang ada hanya kegersangan jiwa. saat itu pula, hidup terasa semakin menyengat di bawah tatapan terik baskara. bahkan semilir anginpun kini tak lagi mampu menyejukkan ruang-ruang yang kini hampa.

saat jiwa mendekap gelisah, aku mencoba lari darinya. mencari sebuah ketenangan. tentang apa yang bisa membalikkan keadaan.

aku berlari mengejar waktu. menatap langit yang tersenyum, terdengar lirih bisiknya berkata:

“adakah bara yang padam dalam jiwamu? kembalilah.”

hanya ruang hampa, ketika Dia tak lagi hadir dalam tiap do’a.

 

24.04.14

dalam diam-diam


Ada binar gemintang menyapa di bilik tirai malam ini. Hujan deras sepanjang siang tadi berganti dengan keceriaan di separuh malam. Dalam beberapa jenak waktu, gemericik tetes air dari ujung dedaun masih tersisa bersahutan. Dalam lirih-lirih kecil peraduannya.

Ternyata… tak butuh waktu lama untuk mengubah sendu jadi rindu. Mengantar lara menjadi ceria. Bahkan tak perlu satu purnama berlalu, untuk bisa mengukir langit lebih ceria. Dari sebelumnya ia gulita.

Begitulah. Sedih dan bahagia bisa bertukar posisi dalam waktu yang singkat, kecewa dan bangga dapat berganti, dalam sebuah sebab yang kadang sulit dimengerti. Tapi ia berlari berkejaran dengan waktu. Singkat sekali. Hingga tak siapapun dapat menerka, kapan hati dapat terbolak-balik sesuai fitrahnya. Ia bisa saja berubah. Dalam hitungan detik. Dalam diam-diam.

Seperti sepotong rasa dalam qalbu, ada rindu yang telah lama diperam. Disimpan dalam-dalam. Dalam diam-diam. Ia selalu saja berubah, kadang rindu, terkadang menjauh. Kadang jauh, namun justru semakin merindu.

Meski ada sepetak aksara tempat kata berkumpul jadi satu, atau sejengkal waktu dalam tiap do’a khusyuk saling berpadu.. tetap saja ada rindu. Yang telah lama diperam. Disimpan dalam-dalam. Dalam diam-diam.

22.04.2014

di bawah cerianya langit malam

pada separuh purnama


pada separuh purnama…. di enampuluhtujuh hari menjelangnya

adakah rindu berderak-derak menyambutnya? atau sunyi sudah hati ini dari geletar cinta?

 

Banjarmasin 21.04.14, April yang berlari begitu cepat

negeri (yang) sakit…


berharap ada yang berubah dari layar kaca. tapi sepertinya hanya mimpi belaka.
apalagi dalam satu dua bahkan tiga bulan berikutnya.

hanya ada topeng memenuhi pandangan mata. mengubah setiap lakon cerita menjadi manis adanya. sandiwara.

berjalan kesana-kemari mencari sensasi. untuk sebuah kasta tertinggi di negeri ini. sebuah kursi.

tempat paling nyaman untuk memperkaya diri. juga bagi mereka yang ada di belakangnya membuntuti. para pencuri.

kabarnya pemimpin negeri seberang sudah mulai berdatangan. berharap ia jadi, memang. menang dan meraup simpati dari banyak orang. entah untuk apakah ia punya kepentingan. persekongkolan?

si pemilik tivi pun mulai mendekat. menawarkan dirinya sebagai back-up. khawatir banyak serangan dan perangkap. diapun bersemangat. jangan sampai kesempatan ini lewat. menambah amunisi untuk semakin memikat. rakyat.

tak boleh ada yang menghina. haram baginya sebuah cela. hanya ada puja-puja. bahkan nasi pecelpun jadi sebuah cerita. headline terpampang menghiasi media. sorot kamera tak pernah luput darinya. citra.

lakonpun semakin menarik. berbagai intrik dikemas menarik. hingga semua mata tertuju padanya, melirik. berharap ialah satria piningit. duh, negeri ini sedang sakit.

Aku lalu siapa kamu…


Akulah petualang pencari kebenaran

Akulah pencari makna dan hakikat kemanusiaannya ditengah manusia

Akulah patriot yang berjuang menegakkan kehormatan, kebebasan, ketenangan dan kehidupan yang baik bagi tanah air di bawah naungan Islam yang hanif

Inilah aku, lalu kamu, siapa kamu?

Diambil dari buku Majmu’ah Rasail (Kumpulan surat-surat) karangan Hasan Al Banna


Maghrib tadi, seorang anak kecil terlihat ingin menangis karena dilarang berada di shaf pertama oleh seorang kakek. ketika iqamah dikumandangkan si anak berusia 10 tahunan itu langsung berdiri dan mengambil posisi terdepan. tak dinyana sang kakek langsung menariknya ke belakang. seorang lelaki paruh baya yang merasa tidak nyaman dengan kakek itu pun langsung mendekat. sempat terjadi perdebatan, entah apa yang bicarakannya saya tak mendengar jelas. kondisi shaf pertama memang kosong, namun kakek itu tak mengizinkan si anak berada di shaf terdepan. Sang Imam yang bertugas belum juga memulai shalatnya. saat perdebatan usai, si anak yang sudah berada di shaf 2 ditarik maju oleh lelaki paruh baya itu untuk berdiri di sampingnya. Terjadilah perdebatan lagi, namun tak lama karena si kakek ngotot dengan pendiriannya dan lelaki paruh baya itu tak ingin berdebat lebih lama.

Dalam jarak yang tak terlalu dekat saya bisa melihat ada rasa kecewa pada anak itu. Pun, demikian juga dengan saya. pikir saya, seharusnya para orang tua bisa lebih bijak memperlakukan anak-anaknya. anak-anak kecil itu adalah generasi penerus mereka. seharusnya mereka bangga dengan anak-anak yang begitu antusias dan rajin shalat berjamaah. bisa jadi karena perlakukan yang diterimanya itu menjadikan ia tak merasa didukung untuk beribadah yang baik, merasa tidak dihargai dengan proses dirinya menuju kedewasaan. entahlah, karena ego dan pemahaman orang tua yang tak mengerti proses anak-anaknya untuk menjadi baik, lantas mereka mengabaikan proses pembelajaran itu.

 

 

 

6 tahun berlalu…


sudah 6 tahun ya? maaf saya tak bisa merawatmu dengan baik. maaf kalau kamu hanya diisi dengan coretan-coretan usang. tapi setidaknya kamu telah menjadi bagian perjalanan yang telah merekam sedikit tentang rasa, kenangan, amarah, cinta, kecewa dan harapan.

masih ingat pertama kali nulis di blog ini, ketika di perpus sekolah jelang akhir perpisahan. sebetulnya kamu tempat ketiga yang saya corat-coret setelah blogspot dan blogsome sejak kelas 1 aliyah. tapi di akhir masa persekolahan saya memutuskan kamu yang akan menjadi teman setia berbagi sampai masa kuliah dan sampai entah kapan.

kamu sempat dilupakan, kamu sempat dicampakkan selama beberapa bulan. saat saya beralih ke multiply. ahh untungnya multiply sangat pengertian sekali. dia sekarang sudah tidak ada lagi, sehingga saya tak perlu menghapus semua jejak-jejak tentang apa yang disebut #ehm.

beberapa kali beralih ke tumblr, tapi ternyata tak lebih nyaman bila menulis di sini, iseng2 dan ikutan teman sekolah krn  banyak yg pakai tumblr.

mungkin suatu saat di titik waktu tertentu, akan ada postingan terakhir saat saya tak bisa menulis lagi. saat seorang pemilik blog ini tak lagi ada di dunia tanpa sempat mengucap kata pamit di postingannya.

salam….

 

……..


katanya, seseorang menulis karena dua hal… ada sesuatu yang sedang ia rasakan dan ada hal yang ingin ia sampaikan pada orang lain. oke.. sudah hampir sebulan lagi males nulis karena memang tak ada yang sedang di’rasa’kan…