W.H.Y
mengapa? apa? bagaimana? berapa? siapa? kapan?
itulah beberapa kata tanya yang sering kita dengar. sebuah tanya untuk mendapat kepuasan atas keingintahuan kita. bahkan, untuk membuat sebuah proposal sederhanapun kita harus memuat jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut. membuat proposal bisnis, skripsi, sampai proposal nikah juga harus disusun sampai menemukan jawaban atas tanda tanya yang dibuat.
dari beberapa jenis pertanyaan tersebut, ada satu yang paling penting untuk terjawab dan menjadi landasan untuk kita melangkah ke tahap-tahap selanjutnya. “mengapa?”
Mengapa? Kata ini menjadi penting untuk dijawab terlebih dahulu karena inilah alasan terkuat bagi kita untuk mengerjakan sesuatu.
Ketika memulai sesuatu tanpa alasan yang jelas, biasanya pekerjaan tersebut akan dijalankan seperti robot, kaku, hanya sekedar rutinitas, tanpa ruh, tanpa nilai, tanpa orientasi mengapa harus dikerjakan.
apakah hanya sekedar taklid, ikut-ikutan, terpaksa, pasrah, atau cari muka?
sering kita melihat banyak dari saudara-saudara kita yang baru masuk diin ini, atau baru hijrah, justru ghirah nya jauh lebih besar, jauh lebih kuat dibandingkan dengan kita yang sudah sejak lahir mengikuti agama orang tua, Islam KTP. Karena mereka paham mengapa harus memeluk islam, mengapa harus menyembah Allah, mengapa harus ibadah ini itu, dan lain sebagainya.
bukan sekedar masuk sekolah madrasah, ikut TPA, lanjut pesantren, tapi semua terpaksa. tanpa penjelasan dan pemahaman yang kuat.
alhasil, pelajaran-pelajaran agama hanya sambil lalu saja, mengisi otak tanpa masuk ke hati, dan berbuah menjadi akhlak.
karena itulah, al fahmu menjadi penting. paham terhadap semua yang dikerjakannya. lurus niatnya. kuat landasannya. kokoh semangatnya, dan jelas orientasinya.
dalam beberapa aspek, saya menyadari banyak sekali aktivitas yang dulu dikerjakan tanpa pemahaman, mengapa harus belajar ini, mengapa harus mengerti itu. semua hanya diikuti untuk mengejar sebuah titel, juara kelas. lalu setelah itu? …….
perlu waktu bertahun-tahun untuk menyadari dan menemukan “why factor” dari segala aktivitas kita dimasa lalu. belajar sejarah misalnya, dulu kita menghafal tahun-tahun dimana perang ini itu terjadi, siapa tokohnya, dimana lokasinya, tahun berapa kejadiannya. lalu? tidak memberikan dampak signifikan bagi kita dalam membaca peristiwa di balik sejarah tersebut. apa maknanya, ibroh apa yang bisa dipetik, dan keterkaitannya dengan rangkaian peristiwa yang terjadi.
kalau seandainya sebelum belajar sejarah tersebut, kita sudah mengetahui “mengapa” harus belajar sejarah, rasanya akan jauh lebih mudah memahami tanpa perlu banyak menghafal. pun begitu juga dengan pelajaran-pelajaran lainnya.
sebuah aktivitas tanpa diawali dengan niat yang benar, maka setiap langkah yang dilalui terasa hampa, hanya mengikuti jejak waktu dalam lorong-lorong peristiwa yang tak bisa dikendalikan.
karena itu, mulailah sesuatu dengan pemahaman yang utuh, mengapa harus dikerjakan, mengapa dengan langkah ini, mengapa bukan dengan cara itu, dan seterusnya.
pun begitu juga, jika ingin memberikan statemen, kebijakan, arahan, berilah pemahaman kepada yang kita tuju, agar mereka memahami dengan utuh mengapa hal tersebut harus dilakukan. Jika ada yang bertanya, mengoreksi, sebenarnya itu bukan sikap skeptis, tapi itu adalah proses untuk menemukan ghirah yang kuat untuk menjalankannya.
Tegal.28.08.20
Komentar Terbaru