Penerimaan Mahasiswa Baru UGM 2020 (part 1)
28 Mei 2020
Kabar baik datang menghampiriku. Setelah suka cita idul fitri aku rasakan seminggu yang lalu, Alhamdulillah kabar menggembirakan datang dari kampus impianku, Universitas Gadjah Mada.
Penantian selama hampir sebulan ternyata berakhir indah dengan pengumuman kelulusanku di kampus biru itu. Aku bersama 4 teman lainnya, hamid, taqih, nisa dan risa Alhamdulillah berkesempatan untuk masuk UGM tanpa tes. Entah apa nama jalurnya, karena kata guruku tahun ini sistemnya sudah berganti lagi dari sebelumnya yang bernama snmptn.
Aku diterima di fakultas Hukum, Hamid dan Risa di Fakultas Kedokteran, Taqih di Fakultas Teknik, sedangkan Nisa di Fakultas Psikologi.
Tak lama setelah pengumuman itu, sebuah mention masuk ke account twiiter ku:
“Assalamu’alaikum @fadhilzha , Selamat bergabung dalam keluarga besar UGM 🙂 , slmt yah sudah di terima d I FH UGM “
Setelah ku cek ternyata itu adalah account twitter sebuah lembaga dakwah kampus di UGM.
Lho,kok kakak-kakak tingkatku sudah tau kelulusanku, padahal infonya baru saja kudapat.Sebuah notifikasi di facebook juga muncul di message fb ku, dengan redaksi yang hampir mirip seperti di twitter tadi.
“Assalamu’alaikum Fadhil Zaahid Anwar, Selamat bergabung dalam keluarga besar UGM :), Jika perlu bantuan untuk mencari info kos atau yang lainnya, bisa menghubungi kami di CP 0812982615XX .”
Lagi-lagi ku berpikir, subhanallah, begitu perhatiannya kakak-kakakku di UGM sana. “Aku yang tinggal jauh di pelosok Padang ini sudah disambut begitu baiknya oleh mereka. “ bathinku dalam hati.
13 Juni 2020
Pukul 08.00
Aku dan keempat teman lain dari sekolahku berangkat menuju Yogyakarta untuk melengkapi berkas registrasi. Kami berangkat pagi-pagi dari Bandar Udara Internasional Minangkabau pukul 08.00 WIB, diperkirakan baru sampai ke Adisucipto International Airport pukul 15.00 sore nanti karena harus transit dulu ke Jakarta.
Pukul 15.30
Akhirnya, kami tiba di jogja. Sesampainya di pintu keluar bandara, handphone ku bordering,
“sudah sampai mana dek?”
“ini baru saja keluar dari pintu Arrival kak.”
“oh gitu, kakak tunggu di pintu penjemputan ya. Kakak pake jas ugm.”
“baik kak…”
Telepon dari kakak yang ku dapat nomornya di facebook kala itu. Rencananya kami berlima akan dijemput dan diantarkan langsung ke kontrakan yang sudah mereka carikan untuk kami. Kalau tak salah, aku, hamid dan taqih di daerah Karanggayam, sedangkan risa dan nisa di Pogung Baru. Sampai di sini, aku ber-subhanallah lagi, betapa mulianya jasa mereka. Rela mengorbankan waktu untuk menjemput kami sampai mencarikan kontrakan, apalagi pagi tadi, sang kakak itu baru saja ada uas 2 mata kuliah.
Setelah keluar dari pintu utama bandara, kami menemukan sekumpulan kakak-kakak berseragam almamater berwarna agak ke abu-abuan, sedangkan di sebelahnya juga ada kakak-kakak berjilbab yang mengenakan jas serupa, “mungkin itu jas almamater ugm.” pikirku.
Ku hampiri mereka,
“maaf, ini kakak-kakak dari ugm?”
“oh iya, kalian mahasiswa baru dari padang ya?” sahut salah seorang diantara mereka.
Kami disambut begitu hangatnya, kegembiraan seperti saudara yang bertemu kembali setelah sekian lama berpisah, bahkan kehangatan itu seperti kakak dan adik sungguhan. Tak lama bercengkerama, sekedar saling memperkenalkan diri, kami langsung di antar ke kontrakan masing-masing dengan sepeda motor. Pas sekali, ada 3 kakak yang putra dan 2 kakak yang putri.
Sesampainya di kontrakan, kami diperkenalkan dengan penghuni kontrakan lain yang juga merupakan mahasiswa baru. Mereka baru saja pagi tadi sampai di kontrakan itu. Zaenal dan Harits, mahasiswa MIPA asal Cirebon.
14 Juni 2020
Inilah udara pagi jogja yang pertama kali kurasakan. Pagi-pagi buta kami sudah mempersiapkan diri untuk berangkat ke kampus, maklum jadwal registrasi sudah dibuka jam 7. Karenanya kami harus cepat-cepat berangkat supaya tidak terlalu lama mengantri.
Kami berlima janjian di bunderan UGM untuk ketemuan, karena semua berkas yang diperlukan dikumpulkan di Risa.
Setelah selesai proses registrasi, kami berlima berencana keliling kampus untuk sekedar melihat-lihat seperti apa kampus ugm ini. Dulu, kami hanya bermimpi akan masuk ke kampus terbesar di Indonesia ini, dan kini, mimpi itu menjadi kenyataan. Meski kata orang, kalau masuk ke UGM itu ‘dosa’nya juga banyak, karena telah menghambat orang lain yang punya mimpi-mimpi jauh lebih besar tapi terhalang masuk ke ugm karena kita. Ah, tapi kami yakin, kesempatan itu akan bisa kami optimalkan sebaik-baiknya, bahkan bisa lebih baik lagi.
Kami berjalan menelusuri kampus kampus sebelah timur GSP. Dari fakultas ekonomika dan bisnis, filsafat, psikologi, ilmu budaya hingga fakultas hukum. Fakultas tempatku nanti menuntut ilmu.
Tiba-tiba ada seorang kakak putri yang menyapa kami,
“sedang keliling ugm ya dek?”
“eh, iya kak.” Mungkin kami begitu jelas terlihat sebagai mahasiswa baru, makanya kakak itu berani langsung menyapa.
“oiya kak, mau Tanya kalau fakultas kedokteran yang mana ya?” sahut risa ingin tahu juga dimana fakultasnya.
”hmm, mari kakak antar saja, kebetulan kakak juga mau ke arah sana.”
Sepanjang perjalanan kakak itu menjelaskan tentang kondisi kampus, tentang kegiatan mahasiswa, bahkan sampai atmosfer dakwah di kampus biru ini. Risa dan Nisa pun juga tampak sudah akrab dengan kakak tersebut. Kami menelusuri jalan kesehatan, konon katanya dulu jalan ini masih dipenuhi lalu lalang kendaraan umum, tapi kini sudah banyak terlihat pejalan kaki dan pesepeda yang melintasi jalan tersebut. “Alhamdulillah, kini ugm tak seperti dulu, rame dengan kendaraan.” Tutur kakak itu.
“Nah, itu dia fakultas kedokteran, nanti di sebelahnya ada fakultas mipa dan seberang rumah sakit ini fakultas teknik, mbak cuma bisa nganter sampe sini ya, soalnya mau ada jadwal tasqif di masjid itu.” Ujar kakak itu sambil menunjuk masjid besar nan mewah berlantai tiga. “Masjid Mardliyyah Kampus UGM.”
….bersambung.
mengobati kegalauan dengan silaturahim
Kalau ada dua agenda yang sangat penting berada pada waktu yang sama, memang pasti salah satu harus dikorbankan. Yang satu menuntut ilmu, sedangkan yang satu lagi menjalin silaturahim. Dua-duanya punya keutamaan masing-masing.
Kemarin sore adalah dilema, dimana ahad sore biasanya kan acara ‘wajib’ buat dateng kajian manhaj di Mardliyyah, apalagi materinya cukup menarik, yang mendatangkan penulis buku Paradigma Baru Dakwah Kampus. Sedangkan di tempat lain ada yang mau saya kunjungi tapi diantara 7 hari itu, beliau kosongnya cuma ahad sore. Nah, setelah saya pikir-pikir, kajian manhaj kan biasanya ada rekamannya, sedangkan siaturahim itu yang kudu ketemu langsung sama yang di-silaturahim-i. Akhirnya, berangkatlah saya bertiga dengan temen2 yang juga sebenernya mau ikut kajian manhaj.
Dengan berbekal petunjuk lewat sms, dan buta jalan. (krn belum pernah ke rumah dosen tersebut) alhamdulillah kami langsung sampe ke tempat.
Btw, dosen yang saya kunjungi ini bukan dosen biasa lho. Beliau ini dosen muda, aktivis, udah dapt gelar doktor, penelitiannya dimana-mana, alumni jepang, ustadz pula… Hmm, jadi iri ngeliatya. Apalagi punya 3 prajurit yang sholeh-sholehah.
Waktu saya tanya ke anak paling kecilnya,
“taqih, kalau besar nanti mau jadi apa?” (ini kayak lagu susan ya.. hehe)
“taqih mau jadi pak ustadz, masinis, penjual ikan, sama dokter.” (agak bingung juga, gimana jadinya ya)
Nah, keren banget kan ni anak, umurnya baru 3 tahun, tapi udah punya cita-cita sedemikian rigidnya. Dan menempatkan ‘profesi’ Pak Ustadz sebagai cita-cita pertamanya.
Balik lagi ke sosok dosen saya tadi. Beliau ini, sempat kuliah S1 di Fisika UGM, lanjut ke S2 juga masih di UGM. Namun akhirnya beliau mendapat beasiswa dari inpex jepang, sehingga harus ngulang lagi S2 nya di Jepang (ngambil jurusan teknik kimia), trus ngambil gelar doktor di Teknik elektro. beuh, lengkap banget kan?
Memang agak langka, dan sangat langka menurut saya untuk menemukan sosok lain di kampus ini dimana karakter ustadz, dosen, ilmuan, aktivis yang menyatu dalam satu sosok itu.
Ternyata bener, silaturahim itu memperpanjang usia, menambah rezeki. Setidaknya mengenyangkan perut. Hehe. Dengan suguhan masakan ala jepang, piring gelas yang bau-bau jepang trus malem-malem makan shoba (sejenis mie) di gubuk yang ala jepang juga. Plus ditambah ilmu yang didapet, rasanya pengen tiap pekan ke rumahnya untuk membicarakan terkait Dakwah ‘ini’. Sampe-sampe ada yang temen yg gak bisa dateng bilang,
“waa… iri..iri.. pokoknya harus ada lagi yg kyk gitu, HARUS. mupeng berat T.T”
hehe, siapa suruh gak dateng.
Anyway, pertemuan kemarin cukup mencerahkan saya yang tengah dilanda kegalauan di jalan ‘ini’. Bahwa ‘kita’ mungkin saat ini dipandang sebelah mata, di-anaktirikan, diberikan ‘sisa’, dituntut ini itu bla bla bla. Biarkan itu berlalu. Tetap saja bekerja untuk Indonesia. Dengan, atau tanpa dipedulikan oleh siapapun.
Praaaaak!!!
“Innalillahi wa inna ilaihi Raaji’un, Kullu Nafsin dzaa-iqatul maut.”
Kalimat itulah yang menjadi pembuka bagi ustadz Hidayat saat melepas kepergian ibundanya, Ibu Hj. Siti Rahayu di rumah duka tak jauh dari stasiun Brambanan.* Seperti yang dikutip oleh tribunnews.com “Ibunda merupakan sosok yang menyayangi putranya dan mendukung kami dalam beragam kegiatan. Hingga usianya lanjut, dia masih aktif berorganisasi. Meski peduli dengan organisasi tapi dia tidak memiliki pembantu untuk mengurusi anak-anaknya.”
Ratusan orang terlihat menghadiri pelepasan jenazah dan juga ikut mengiringinya hingga ke lokasi pemakaman. Ada banyak karangan bunga dan ucapan belasungkawa dari berbagai instansi dan pejabat yang turut berduka cita atas meninggalnya ibunda ustadz Hidayat dalam usianya yang ke-79 itu. Iring-iringan Kepanduan juga mengawal mobil jenazah selama dalam perjalanan dari rumah duka menuju pemakaman.
Almarhum dimakamkan berada satu baris dengan keluarganya yaitu ayah dan istri ustadz Hidayat. Prosesi pemakaman berlangsung cukup khidmat meskipun dalam kondisi cuaca yang teramat terik.
Alhamdulillah, saya dan beberapa rombongan berkesempatan untuk kembali menyaksikan ke-Maha Besar-an Allah yang Maha Kuasa atas hamba-hambaNya, Ia Yang Menghidupkan dan Yang Mematikan, atas kehendakNya lah kita semua pasti akan dipanggil di waktu yang sudah ditentukan. Kematian merupakan suatu hal yang pasti. Pasti akan menimpa seluruh makhluk-Nya di bumi. Sesehat apapun dan sebugar apapun tubuh kita saat ini, tak ada yang menjamin bahwa kematian masih jauh menghampiri kita.
Dan, dalam perjalanan pulang dari Prambanan menuju kampus siang ini, saya jugaa diingatkan olehNya akan kematian yang bisa saja menghampiri kita sewaktu-waktu. Di saat motor sedang melaju kencang bersama iringan kawan-kawan mahasiswa yang lain, tiba-tiba ada motor yang melintas mengambil jalur kanan, tanpa memberi isyarat terlebih dahulu. Dan akhirnya, Praaaaak!!!!!
Ah, sudah sampai di sini saja ceritanya. Semoga tiap diri kita senantiasa mengambil hikmah atas segala kisah yang terangkai dalam kepingan waktu yang tersisa ini.
*) saya baru ngeh klo ternyata yang bener itu Stasiun Brambanan, bukan Stasiun Prambanan.
Jogja, 21 Mei 2012
22.08 WIB
baca yuk!!!
setelah beberapa hari terakhir ini menjadikan acara ngabuburit sore di Gramedia sebagai kegiatan rutin, akhirnya ketemulah buku-buku yang selama ini dicari.
dan ini target buku selanjutnya:
Raudatul Muhibbin wa Nuzhatul Musytaqin….
semoga rampung dibaca, dan DIAMALKAN 😀
ketika kesadaran itu bangkit
hanya bisa berucap “SubhanAllah” melihat pemandangan burjo-burjo sekitar kampus di waktu sahur ini. Suasananya tidak kalah ramai dengan bulan Ramadhan…..
…..dan akhirnya sayapun cuma bisa meneguk segelas teh hangat karena harus berpindah sampai empat tempat burjo, saking padatnya antrian…..
*ini nyata, no lebay*
#Selamat Menunaikan Ibadah Shaum Arafah bagi yang menjalankannya.#
Rehat akhir pekan
Tiga tahun di Jogja rasanya belum banyak sudut-sudut indah kota Jogja yang saya kunjungi. Paling hanya seputar kampus-kos. Eksotisme jogja dengan ‘never ending Asia’ nya menjadi daya tarik yang menjadi menu wajib untuk dikunjungi. Paling tidak sebelum saya menamatkan kuliah di kota ini.
Siang tadi, sehabis menghadiri undangan seminar di FTP UGM, saya berencana untuk mulai merealisasikan ambisi saya untuk menelusuri tempat-tempat bersejarah di kota gudeg ini. Dengan berbekal tiket trans Jogja, akhirnya saya bisa mengunjungi 3 Museum sepanjang siang tadi 🙂
Tempat pertama yang saya kunjungi adalah Benteng Vredeburg.
Museum Benteng Vredeburg adalah sebuah benteng yang dibangun tahun 1765 oleh VOC di Yogyakarta selama masa kolonial VOC. Gedung bersejarah ini terletak di depan Gedung Agung (satu dari tujuh istana kepresidenan di Indonesia) dan Istana Sultan Yogyakarta Hadiningrat yang dinamakan Kraton. Benteng ini dibangun oleh VOC sebagai pusat pemerintahan dan pertahanan gubernur Belanda kala itu. Benteng ini dikelilingi oleh sebuah parit yang masih bisa terlihat sampai sekarang.
saat ini beberapa Diorama masih dalam tahap renovasi, sehingga ketika tadi saya kunjungi, hanya ada beberapa Diorama yang dibuka dan boleh dikunjungi.
Tempat kedua, tak jauh dari Lokasi Benteng Vredeburg adalah Taman Budaya Yogyakarta. Sebenarnya lokasinya hanya kurang lebih 50 meter dari Benteng, 9lonjcat saja dari atas benteng sepertinya juga bisa) tapi saya harus memutar jalan dulu melewati Pasar Beringharjo. Lantai Pertama Taman Budaya itu diisi dengan anek karya lukisan seniman-seniman Jogja yang belum lama ini dipublikasikan. Figura-figura lukisan berjejer di setiap sudut ruangan dengan ukuran kira-kira 2×2 meter.
Di lantai dua, terdapat Museum anak Kolong tangga, dimana kita bisa mendapatkan berbagai jenis koleksi mainan anak-anak, mulai dari mainan tradisional anak Indonesia (yang bahkan sayapun baru tahu hari ini) sampai mainan tradisional dari berbagai negara di dunia yang sudah berumur puluhan tahun. Di sebut Museum Anak Kolong Tangga, karena letak museumnya ini terletak persis di bawah kolong tangga menuju concert hall Taman Budaya Yogyakarta.
Museum ini sangat bagus untuk dikunjungi oleh anak-anak (tapi kenapa saya kesini ya? -.-‘). Selain dapat memberikan informasi mengenai dunia anak-anak di masa lampau, juga bisa merangsang anak-anak untuk tetap melestarikan budaya anak-anak yang kini sudah mulai tergusur begitu dahsyat dengan pengaruh budaya remaja masa kini yang turut menjadikan anak-anak kecil sebagai korbannya.
Setelah menyaksikan keanggunan sudut kota Jogja selama beberapa jam tadi, menjelang matahari terbenam, saya segera pulang untuk kembali ke kontrakan. Cukup rasanya untuk sedikit melepas penat selama 5 hari aktifitas di kampus dan lembaga. hari sabtu adalah hari libur untuk merehatkan diri dan me refresh segala kejenuhan yang melanda.
Masih banyak tempat bersejarah lain yang belum saya kunjungi, tunggu saja laporannya. 🙂
*malemnya langsung dapat ‘kabar baik’ dari Madiun lagi.
Barakallahu laka untuk personel kedua laskar andromeda 17 yang akan menggenapkan dien-nya.
penerjunan..
Tara….
Akhirnya setelah uas berakhir, setelah masalah ‘itu’ hampir selesai, dan facebook sy bisa aktif lagi, dan sekarang harus tinggal 2 bulan di bawah kolong sutet, dan saya sering roaming dan kagak ngerti bahasanya, dan…dan…..
Alhamdulillah, hari pertama penerjunan KKN sudah bisa berkenalan dengan banyak warga, baru dateng ke dukuh 7, udah ada tahlilan. Wew… jadilah saya juga ikut2 tahlilan. Dan rezekipun gak kemana-mana, setelah dari pagi sampe siang gak ketemu sama nasi, malemnya ketemu banyak snack.. he2………..
Hasil Perhitungan Suara Pemira UGM 2010
Hasil Akhir Penghitungan suara Capresma UGM:
Sabtu, 25 Desember 2010, pukul 19.45 WIB
1. LUTHFI HAMZAH HUSIN —> 4037 suara (37,74%)
2. IRWAN RIZADI —> 1546 suara (14,45%)
3. BUDI RAHARJO —> 1303 suara (12,18%)
4. YUSRO —> 981 suara (9,17%)
5. ARYA BUDI —> 816 suara (7,63%)
6. RARAS —> 737 suara (6,89%)
Tidak Sah —> 889 suara (8,31%)
Abstain —> 387 suara (3,62%)
::Dirilis oleh Partai Bunderan UGM::
Pemira Legislatif
1. BUNDERAN —->2452 suara (24,79%)
2. MACAN KAMPUS—> 1376 suara (13,91%)
3. KAMPUS BIRU —> 1359 suara (13,74%)
4. BOULEVARD —> 948 suara (9,58%)
5. SAYANG MAMA —> 879 suara (8,89%)
6. SRIKANDi —> 656 suara (6,63%)
7. BALAIRUNG —> 564 suara (5,7%)
8. PKM —> 358 suara (3,62%)
9. FLP —> 305 suara (3,08%)
Surat terbuka Cahyadi Takariawan kepada Sri Sultan Hamengku Buwono…
Jangan Mempersoalkan Bendera
“Kawula nyuwun agenging samudra pangaksami, Kanjeng Sultan.
Sangat terkejut mendengar arahan Kanjeng Sultan, agar semua pihak menurunkan bendera di pengungsian Merapi. “Saya kok melihat itu ada gejala pemanfaatan korban. Seolah-olah korban dimanfaatkan untuk kelompok lain. Kan tidak harus pasang bendera, foto dan dimasukkan ke koran, itu kuno,” kata Sultan saat meninjau Posko Utama Pakem, Sleman, Yogyakarta, Senin 1 Nopember 2010.
Kanjeng Sultan, siapa yang akan kita salahkan ? Kenyataannya, sebagaimana telah dilihat banyak pihak, keberadaan institusi-institusi pemerintah yang bertugas menangani masalah seputar dampak bencana alam nyaris sia-sia karena fungsi koordinasi tidak jalan, disamping ruang lingkup tanggung jawab masing-masing tumpang tindih. Ini yang membuat penanganan korban dan dampak bencana alam, seperti dalam kasus letusan Gunung Merapi dan gelombang tsunami di Mentawai sekarang ini berjalan sangat lamban dan amburadul (lihat ulasan di http://www.suarakarya-online.com, 10 Nopember 2010).
Fungsi dan kewenangan lembaga yang menangani masalah seputar dampak bencana alam ini mestinya disandarkan hanya kepada Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) selaku institusi yang dibentuk dengan amanat undang-undang. Sementara institusi-institusi lain diposisikan penuh di bawah koordinasi BNPB. Kenyatannya, fungsi koordinasi sangat lemah dan berdampak tidak tertanganinya secara terpadu korban bencana alam. Masing-masing pihak bertindak sendiri-sendiri.
BNPB sendiri belum menunjukkan kinerja yang optimal. Sebagai contoh, dalam menangani korban gelombang tsunami di Mentawai, BNPB kalah cepat oleh sukarelawan Palang Merah Indonesia (PMI) dibawah komando mantan Wapres Jusuf Kalla. Padahal, BNPB sudah dibekali dengan penyediaan dana tanggap darurat sebesar Rp 150 miliar. Sebuah jumlah yang tidak bisa disebut kecil. Mungkin masyarakat justru tidak mengetahui mana BNPB, yang mereka tahu justru TNI yang datang pertama, dan beberapa parpol selalu datang awal di setiap bencana.
Kondisi belum optimalnya koordinasi penanganan bencana inilah yang menjadi pemacu munculnya banyak bendera di lingkungan pengungsi. Saya kira sangat wajar jika suatu ormas atau parpol merasa terpanggil untuk mengamankan warga, apalagi ormas atau parpol tersebut merasa memiliki banyak anggota di wilayah bencana. Mereka membuat posko untuk melakukan berbagai kegiatan menolong keperluan para korban bencana. Masyarakat justru akan mempertanyakan jika di sebuah wilayah yang menjadi basis massa sebuah ormas atau parpol, namun ormas atau parpol tersebut tidak menampakkan aktivitas di wilayah bencana.
Jika para anggota TNI tidak mengenakan seragam dan tidak membuat posko khas TNI di wilayah bencana, pasti masyarakat akan mempertanyakan dimana keberadaan mereka, walaupun mereka telah berbuat optimal untuk korban bencana dengan pakaian warga sipil. Jika personil kepolisian tidak mengenakan seragam, dan tidak membuat posko khas Polri, saya yakin masyarakat akan mencari-cari dimana peran Polri di dalam menolong bencana, walaupun setiap hari mereka telah bekerja tanpa kenal lelah dengan pakaian biasa. Jika PMI tidak membawa bendera, masyarakat akan kebingungan apa peran mereka saat bencana.
Jadi jangan dipersoalkan bendera apapun yang dipakai, bendera apapun yang datang, bendera apapun yang dibawa, selama mereka mau datang, membantu, berkontribusi, berbuat sekuat tenaga demi menolong para korban bencana. Ingatkan mereka agar selalu berkoordinasi dengan pihak yang berwenang dan memiliki otoritas di setiap barak pengungsian, juga berkoordinasi dengan BNPB setempat. Esensinya adalah kesediaan berkoordinasi dan selalu berkomunikasi, bukan soal bendera.
Saya mempersoalkan bendera hanya dari dua aspek. Pertama, mereka yang memasang bendera padahal tidak ada aktivitas nyata untuk para korban bencana. Ini berarti penipuan dan kebohongan publik. Kedua, mereka yang sesungguhnya punya bendera, namun tidak tergerak untuk datang membantu korban bencana. Mereka hanya bangga dengan benderanya, namun saat ada bencana tidak mau datang membantu para korban dengan potensi yang mereka punya. Nah, ini dua jenis bendera yang patut dipersoalkan.
Apakah membawa bendera berarti tidak ikhlas ? Kawula nyuwun agenging samudra pangaksami, Kanjeng Sultan. Ikhlas itu letaknya di dalam dada, di dalam hati. Bukan di mulut, bukan di bendera, bukan dimana-mana. Orang yang beramal dengan diam-diam belum tentu lebih ikhlas dari orang yang beramal dengan terang-terangan. Ikhlas itu urusan manusia dengan Tuhannya. Ikhlas itu tidak ada yang mengetahui, tidak ada orang yang punya otoritas untuk memberikan penilaian bahwa anda ikhlas dan anda tidak ikhlas.
Kalau warga datang membawa bendera, dan dibalik kibarnya terdapat semangat dan epos kepahlawanan membela para korban bencana, berikan ucapan selamat kepada mereka. Jika di balik gemerlapnya bendera terdapat kecemerlangan kerja dan semangat membara melakukan tugas kemanusiaan dengan berbagai potensi yang mereka miliki, doakan untuk kebaikan dan kejayaan mereka. Izinkan saya sampaikan ucapan selamat kepada para relawan Mentawai dan Merapi, apapun bendera anda,
Izinkan saya menyapa dan memberikan penghargaan penuh bangga kepada partai politik, ormas, LSM, dan berbagai instansi, institusi, lembaga, bahkan kelompok masyarakat dan pribadi-pribadi yang telah datang memberi bantuan dan berkontribusi. Kibarkan bendera anda, jangan malu, jangan takut. Kibarkan semangat anda. Bela dan tolonglah sesama yang menjadi korban bencana, dan jangan lupa selalu mengkoordinasikan aktivitas lapangan anda dengan pihak berwenang setempat.
Izinkan saya mengucap salam dan selamat pula untuk semua pihak yang telah berkontribusi bagi korban bencana, baik dari unsur Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, legislatif, TNI, Polri, dan semua saja yang telah mengorbankan jiwa, harta, waktu, tenaga dan pikiran untuk menolong sesama. Semoga Allah berikan ganti semua yang anda korbankan dengan segala yang lebih baik.
Saestu, kawula nyuwun agenging samudra pangaksami, Kanjeng Sultan. Mohon jangan pernah mempersoalkan kibaran bendera. Bukan soal kuno atau modern. Ini soal gerakan hati nurani menolong korban bencana. Tolong fokus persoalkan kepada penguatan koordinasi lapangan. Efektifkan jalur-jalur koordinasi dan komunikasi antar seluruh elemen yang sekarang sudah terjun ke lapangan membantu para korban bencana. Percayalah, Pemerintah tidak mungkin mampu mengatasi korban bencana sendirian, BNPB tidak mungkin bisa bekerja sendirian. TNI tidak mungkin bisa bekerja sendirian, dan begitu pula semua pihak tak akan bisa berbuat banyak kalau sendirian.
Kita harus bersama-sama membangun negara, tak bisa kita bangun sendirian saja. Di balik maraknya banyak bendera, kita koordinasikan, kita konsolidasikan, kita optimalkan semua potensi anak bangsa. Jangan cerca mereka yang telah sangat lelah bekerja. Kritik saja mereka yang tidak pernah berbuat apa-apa untuk membantu korban bencana…..
Sepindah malih, saestu kawula nyuwun agenging samudra pangaksami, Kanjeng Sultan*).”
Lereng Merapi, 8 Nopember 2010
satu kata
satu kata untuk malam ini…..
Waspadalah….!!!!!
sumber: http://p2bpkssleman.wordpress.com/2010/11/05/inilah-peta-jarak-merapi/
Di sini
Di sini…
Semua teori-teori rekayasa sosial mulai diuji kecemerlangannya.
Di sini…
Segala bentuk kontribusi muai diuji keikhlasannya.
Di sini…
Kekhawatiran akan serangan untuk merusak aqidah mulai terasa benarnya.
Di sini…
Sekumpulan ide dan menifesto lingkar-lingkar syuro sedang dibuktikan efektifitasnya.
Di sini…
ada kesabaran yang sedang diuji kekuatannya. ada ketulusan yangdiuji keikhlasannya. ada kesungguhan yang diuji komitmennya. ada kebersamaan yang diuji pengejawantahnnya. ada persatuan yang diuji kerukunannya. ada perjuangan yang diuji keprofesionalitasannya. ada beragam strategi yang diuji keampuhannya. ada banyak……..
banyak luka yang tersembunyi dalam selimutnya. banyak sedih yang terkurung dalam wajahnya. banyak jerit yang terkungkung dalan bibirnya. Tapi………
tapi masih ada ceria di wajah anak-anak kecil itu, masih ada teriakan takbir menggema dari bibir anak nan lugu itu. masih ada aura kebaikan yang terpancar di berbagai sudut pemandangan. masih ada semangat untuk saling berbagi. Di sini……
Di sini…. Tempat yang mungkin tak mereka inginkan berlama-lama disini.
Sawangan, Magelang, Jawa Tengah.
*Saat hujan lumpur membasahi barak-barak pengungsian.
Sawangan, 3 Nopember 2010
Yogyakarta-Ebiet G. Ade
Seperti debu
Tajam menerpa mata
Aku tersentak dari lamunan
Ketika ku buka tirai jendela
Seperti angin
Lembut menyusup jiwa
Aku terpejam ku hirup nafas dalam
Di gerbang kotaku Yogyakarta
Hari ini aku pulang
Hari ini aku datang
Bawa rindu bawa haru
Bawa harap-harap cemas
Masihkah debu jalanan
Menyapa akrab langkahku
Masihkah suara cemara
Mengiringi nyanyianku
Seperti bintang
Diam menunggu fajar
Aku berfikir untuk membangunkanmu
Bergumul dengan gelora nafasmu
Di sini aku ditempa
Di sini aku dibesarkan
Semangatku keyakinanku
Keberadaanku pun terbentuk
Masih aku pelihara
Kerinduanku yang dalam
Setiap sudutmu menyimpan
Derapku Yogyakarta
Setiap sudutmu menyimpan
Langkahku Yogyakarta.
Merapi
Keringat meluncur deras membasahi setiap kerutan wajahnya. Dengan setumpuk ranting-ranting kering terselampir di atas kepala dan samping kanan pundaknya ia berjalan tertaih menuruni batu-bebatuan terjal. Tak bisa dibayangkan betapa lelahnya ia menjalani rutinitas seperti itu.
Di sudut lain, deretan truk-truk pengangkut pasir menelusuri sepanjang tepi aliran sungai. mengeruk pasir yang merupakan berkah tersembunyi dibalik bencana.
teringat bayangan-bayangan itu. menggelayuti malam dingin ini, sambil mendengar hiruk pikuk sirine ambulans yang melewati jalan kaliurang.
Merapi, semoga batukmu memberi berjuta hikmah…
Sleman, 26 Oktober 2010
Inspirasi pagi ini…
Pagi ini kami kajian rutin asrama diisi oleh tamu istimewa dari Jakarta. Beliau adalah ust. Ahmad Michdan, salah satu anggota TPM (Tim Pengacara Muslim) yang juga sekaligus inisiator terbentuknya tim tersebut pada tahun 1999 pasca tragedi Ambon. Sebenarnya beliau sudah datang dari hari Rabu kemarin, namun baru sempat untuk memberikan kuliah pada kami –santri LPI Jogja- ba’da shalat subuh tadi.
Kata-katanya begitu mengena sejak awal beliau memulai kuliah. Di awal, sebuah kata-kata meluncur begitu perkasanya dari mulut beliau saat menggambarkan bagaimana kondisi umat Islam Indonesia yang terjajah secara moral di negerinya sendiri. Umat islam Indonesia selalu menjadi kambing hitam yang berbuntut pada stigmatisasi teroris oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Ironisnya, tak sedikit dari kalangan umat islam sendiri yang turut memperkeruh stigma tersebut.
Penampilan beliau sangat sederhana dengan baju koko dan sarung serba putih serta peci yang turut menggambarkan bahwa ia bukan sembarang advokat, dimana saat ini mungkin sebagian besar kalangan advokat sangat rentan sekali dengan manipulasi dan gesekan berbagai kepentingan pihiak-pihak yang berkuasa. Beliau bercerita bahwa, sejak kelas 2 SMP, ia sudah memikul tanggung jawab layaknya seorang ayah, menafkahi keenam adiknya yang masih kecil-kecil serta berjuang untuk melanjutkan sekolah.
“7000-an umat Islam dibantai di Ambon, tapi tak banyak yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Bahkan terkesan kasus tersebut hanya konflik kecil antarsuku yang bisa dengan mudah diselesaikan. Duniapun tak bergeming. Tapi coba bandingkan dengan 250-an nyawa yang hilang pada kasus bom bali, atau 15 nyawa terenggut di J.W Marriot, Dunia gempar… Pemerintahpun langsung mengambil sikap, merespon peristiwa tersebut dan dinyatakan sebagai ancaman bagi keamanan nasional.”
Sesaat kata-katanya terdengar bergetar saat menyampaikan fakta-fakta di atas. Fakta yang selama ini tidak banyak ter expose oleh media, sehingga hanya menjadi angin lalu semata. Getar suaranya membuat pagi itu mata kami menjadi basah. Mendengar beberapa pengalaman beliau yang begitu istiqomah dalam membela hak-hak umat Isam yang terzhalimi.
“Hukum Islam adalah hukum yang terbaik, tarikh Islam adalah sumber inspirasi yang akan menambah wawasan dan pola pikir kalian, dan kalianlah yang harus melanjutkan perjuangan ini.”
Begitulah kata penutup yang beliau sampaikan kepada kami semua selaku santri asrama Lembaga Pendidikan Insani Yogyakarta. Waktu satu jam terasa begitu sangat singkat, padahal masih banyak yang ingin kami ketahui tentang kiprah dari Tim Pengacara Muslim, pun begitu juga yang beliau rasakan, sebenarnya masih sangat ingin berbagi lebih panjang lebar lagi kepada kami. Namun, mengingat hari ini, jadwal kuliah mahasiswa di fakultas masing-masing sangat padat ditambah lagi ada beberapa yang sedang Ujian Tengah Semester, maka kajian ba’da subuhpun diselesaikan.
Singkat memang, namun begitu membekas di hati kami, bahwa sebagai apapun kita, mahasiswa fakutas apapun, dengan diisiplin ilmu apapun, harus menjadikkan ilmunya bermanfaat. Tidak hanya untuk dirinya sendiri, akan tetapi juga harus mampu mengangkat martabat bangsa dan izzah umat Islam dan menyebarkan dakwah Islam sebagai Rahmatan lil ‘aalamin.
Ruang Kelas asrama LPI Jogja
Kamis, 21 Oktober 2010
SMS Power Rangers
Monster akan segera menyerang kota, 2000-an warga kota harus segera diselamatkan. Power Rangers memang punya kekuatan super, memang bisa melawan monster.Tapi tahukah kawan-kwan mereka juga manusia, dan kalau nggak salah mereka juga mahasiswa.
Jadi, kadang power Rangers juga harus memanusiakan dirinya. Bagilah beban jika memang berat bagila kerjaan kalau memang sempat, bagi keresahan kalau sedng penat. Dan berdamailah dengan diri kita. Kita memang pengennya maksimal di semua hal. Tapi kita punya limit. Maka dari itu yuk belajar berbagi. Salam “Power Rangers”
Para pewaris nabi (ulama adalah kafilah panjang yang akan terus menerus mengisi ruang kehidupan manusia dan mempertahankan jejak kenabian dalam narasi zaman (Anis Matta).
(Sender: Ranger Hijau)
Ketahuilah, kemenangan seiring dengan kesabaran. Jalan keluar seiring dengan cobaan, dan kemudahan seiring dengan kesulitan.
(Sender: Ranger Biru)
Jadilah mutiara-mutiara peradaban yang tak pernah lekang tergerus oleh pahitnya zaman namun keindahannya tak akan pernah pudar sampai kapanpun.
(Sender: Ranger Hijau)
Hidup adalah proses pembelajaran. Belajar untuk bersyukur meski tak cukup. Belajar untuk ikhjlas meski tak rela. Belajar untuk taat meski berat. Belajar memahami mesti tak sehati. Belajar setia meski banyak godaan. Belajar dan terus belajar. Karena dengan belajar akan semakin mendewasakan diri kita. (Sender: Ranger Kuning)
Hidup ini harus diahadapi. Terus dihadapi, jangan fokus pada masalah, tapi fokus pada solusi. Kalau kita berlarut-larut dalam masalah, kita akan jadi orang yang hanya bisa menyerah, pasrah. Dan akhirnya mati.
(Sender: Ranger Hitam)
“Laa tuthalib Rabbaka bi ta-akhkhuri muthlabikawalakin thalib nafsaka bi ta-akhkhhuri adabika.” (Al-Hikam, Syaikh Ibnu ‘Athaiallah). Janganlah menuntut Rabb mu, karena permohonanmua belum dikabulkan olehNya. Akan tetapi tuntutlah dirimu sendiri yang mungkin belum memenuhi syarat bagi suatu permohonan.
(Sender: Ranger Hijau)
Siapa suruh jadi ikhwah??!! Tidak ada. Tidak ada siapapun. Menjadi ikhwah adalah panggilan jiwa yang terkolaborasi pada diri yang ingin mengabdi bagi dakwah dan ummat dengan seluruh daya dan upaya yang dimiliki. Dia akan menjadi sosok lembut terhadap sesama, tegar terhadap godaan serta sabar dalam menghadapi godaan dan musibah. Sekecil apapun, insya Allah peran kita dalam dakwah akan menjadi anugerah yang dinantiikan ummat.
(Sender: Ranger Hitam)
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu menghianati amanat-amanat yang dipercayakan padamu, sedangkamu mengetahui. (Q.S. Al-Anfal: 27-28). (Sender: Ranger Kuning)
Biarlah Allah yang menyemangati kita sehingga tiap peristiwa menjadi teguran atas kemalasan kita. Cukuplah Allah yang mengetahui amal-amal kita, karena perhatian manusia terkadang menggerogoti keikhlasan. Semoga Allah menjadikan kita pribadi yang saat berbaur mampu menyemangati yang lain, dan saat sendiri mampu menguatkan diri sendiri. Semoga istiqomah dan dimudahkan segala urusan.
(Sender: Ranger Hijau)
Tetap ke Masjid mesti harus merangkak….
Lagi-lagi diri ini disadarkan kembali olehNya..
Seorang lelaki paruh baya berjibaku dengan kursi rodanya, memutar dengan cepat di tengah terik matahari . Baru kali ini aku melihatnya. Dengan baju koko dan wajah yang bercucur keringat . lelaki itu menggiring kursi rodanya. Dengan mengendarai sepeda aku melewati lelaki itu. Aku tak tahu mau kemana ia dengan kursi rodanya. Saat adzan zuhur dikumandangkan, aku bersegera menuju Masjid Nurul Islam. Sebuah Masjid yang terletak di Jalan Kaliurang, tepatnya di dekat Pandega Duksina. Biasanya sebelum pulang ke asrama, aku mampir dulu ke Masjid ini untuk shalat zuhur. Meski di asrama sudah ada masjid, tapi tetap saja ada suasana yang berbeda bila berjamaah dengan warga.
Iqamah pun dikumandangkan,…
Dan.. Subhanallah…. saat aku beranjak menuju shaf terdepan, seorang laki-laki merangkak tertatih-tatih menuju shaf shalat. Rupanya ia lelaki yang kutemui tadi. Ia turun dan naik sendiri dari kursi rodanya dan berjalan merangkak dengan kedua tangannya untuk menghadap Mu….
Ya Allah…
Betapa diri ini tertegur dengan hambaMu itu,..
Hamba yang masih sehat dan mampu untuk berjalan normal masih sering lalai ketika engkau Memanggilku…..
Workshop Pemikiran Islam
IPI (Institut Pemikiran Islam) Jogja Presents:
Workshop Pemikiran Islam:
Tantangan Pemikiran Islam Kontemporer
Pembicara:
Dr. Hamid Fahmi Zarkasy, M.Phil (Direktur INSIST)
Kader Ulama Gontor
Kholili Hasib
Ahmad Romadhan Deni
Badrus Syamsi
Irwan Malik Marpaung
Lalu Bayan
Asmu’i
Tempat: Aula Fakultas Peternakan UGM
Ahad, 25 Oktober 2009
Pukul 08.00-15.00 WIB
08.00-10.00
Problem Kesatuan Agama, Kritik terhadap Wacana Ketuhanan Abrahamic Faith, Konsep Nikah Lintas Agama, Tinjauan Kritis terhadap Pemikiran Liberal
10.00-12.00
Metodoligi Studi Al-Qur’an Muhammad Arkoun (Kajian Kritis), Kritik atas Kritik Nalar Islam Arkoun
13.00-15.00
Kritik Metode Hermeneutika Nasr Hamid Abu Zayd dalam Penafsiran Al-Qur’an, studi kritis atas konsep Nasikh Mansukh Abdullah Ahmad Na’im.
Fasilitas:
Snack & Makan Siang
Copy Makalah
Sertifikat
GRATIS!!!!
Terbuka Untuk UMUM. Insya Allah di hadiri perwakilan lembaga pergerakan KAMMI, IMM, PMII, HMI, IPNU, Hizbut Tahrir, Orrmas dan Partai Politik, perwakilan Lembaga Dakwah Kampus, Pesantren Mahasiswa PPSDMS, Daaru Hira, Takwinul Muballighin, Etos, Asma Amanina, Darush Shalihat & Takmir Masjid.
Acara ini diselenggarakan oleh:
CIOS (Centre of Islamic Occidentalism Studies), ISID Gontor (Institut Studi Islam Darussalam Gontor)
Didukung oleh:
Lembaga Pendidikan Insani (LPI) Yogyakarta dan Pondok Pesantren Budi Mulia
Aksi Solidaritas Peduli Palestina
Ribuan massa dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Kemarin siang memadati perempatan jalan P. Senopati-Malioboro, Jogjakarta. Aksi itu dilakukan dalam rangka mengecam aksi brutal zionis Israel (La’natullah ‘alaihim) yang telah melakukan serangan besar-besaran ke Jalur Ghaza, dan di sinyalir serangan itu merupaka yang terbesar dalam 60 tahun terakhir konflik Israel-Palestina. Aksi diwarnai dengan sejumlah orasi dari berbagai tokoh PKS, diantaranya ketua DPW PKS DIY (Ust. Sumiyanto). Acara dimulai pada pukul 10.00 WIB dan berakhir dengan do’a pada pukul 11.30 yang dipimpin oleh Ust. Natsir Harits,L.c.
Acara tersebut juga diisi dengan aksi teatrikal pelemparan sendal bekas ke bendera zionis Israel serta pembakaran bendera Israel. Kegiatan yang berlangsung tepat di tengah-tengah perempatan jalan utama Malioboro-Keraton itu sempat mengakibatkan kemacetan yang luar biasa, ditambah lagi kemarin adalah hari libur, sehingga banyak kendaraan para wisatwan yang melintasi jalan tersebut.
Komentar Terbaru