Arsip | labirin waktu RSS for this section

NikmatNya yang manakah yang kan kau dustakan?


NikmatNya yang manakah yang kan kau dustakan?

Jika tiap hari engkau berlimpah rezeki..

NikmatNya yang manakah yang kan kau dustakan?

Jika hati dan pikiranmu masih terpaut untuk mendekat padaNya…

NikmatNya yang manakah yang kan kau dustakan?

Jika Dia masih menutupi aib dan kealpaanmu di hadapan manusia…

NikmatNya yang manakah yang kan kau dustakan?

Jika udaranya masih kau bisa kau hirup, jika dinginnnya malam masih bisa kau rasakan….

NikmatNya yang manakah yang kan kau dustakan?

Jika tiap kata masih mampu terucap dan keluar dari lisanmu..

NikmatNya yang manakah yang kan kau dustakan?

Jika tiap status, tulisan dan kalimat demi kalimat lainnya masih bisa kau ketikkan dengan jemarimu…

NikmatNya yang manakah yang kan kau dustakan?

Jika kakimu masih bisa melangkah ke masjid sementara ada diantara manusia yang lumpuh, namun tak menyurutkan langkahnya ke masjid..

NikmatNya yang manakah yang kan kau dustakan?

Alhamdulillah, hari ini tellah melewati juz yang kata orang juz psikologis…, kalau sudah berhasil melewatinya insya Allah dimudahkan untuk menghafal juz ke-2 ke-3 dan seterusnya…

Allahummar hamna bil Quran
waj’alhu lana imaamau wa nuurau wa hudaw wa rahmah
Allahumma dzakkirna minhu maa nasiina
wa ’allimna minhumaa jahiilna
warzuqna tilaawatahu
aana al laili wa athrofannahar
waj’alhu lana hujjatan
Yaaa rabbal ‘alamiin

Dilema #1: Dialog Petani dan Pendaki


Seorang petani sedang berpeluh dalam keringatnya.. membajak sawah menaburkan benih dan memperbaiki irigasi di sekelilingnya…. di kejauhan tampak terlihat gunung yang begitu Indah. Pesonanya mirip sekali seperti gambar anak-anak SD ketika diminta menggambar pemandangan oleh gurunya…

Sang Pendaki, ternyata dulu juga adalah petani, pernah merasakan teriknya mentari di tengah sawah, kubangan lumpur yang membasah dan tetes keringat yang tercurah.

Dua kondisi yang berbeda…. yang satu hanya bisa melihat gunung dari kejauhan.. di bawah… yang satu lagi bisa menjejak hingga bukit gunung. dan terlebih lagi sang pendaki bisa melihat hamparan sawah yang begitu indah, begitu luas dengan undak sengkedang berlapis-lapis.

Seketika keheningan berubah jadi amarah…

“Hei pak tani…. yang bener dong mengurusi sawahnya itu banyak padi menguning yang belum dipanen, banyak  lahan yang belum dibajak, banyak irigasi yang mampet, banyak lahan justru gagal panen… ngapain saja sih kerjaanmu?”

“Hai, bung engkau tidak tahu bagaimana sulitnya menggarap lahan berhektar-hektar ini dengan petani yang SEDIKIT, engkau tidak mengerti bagaimana kami dipusingkan dengan hama-hama dan cuaca yang tak menentu.”

“Lho, buktinya dulu saat aku jadi petani, aku bisa bisa saja tuh mengurusi lahanku, padinya tumbuh baik, hasil panenpun meningkat, tak ada hama-hama yang menghantui.”

“iya, itu DULU, beda dengan SEKARANG.”

Memang sih, seorang pendaki, dia ada di bukit yang tinggi, bisa melihat dari ketinggian yang mampu melihat kondisi keseluruhan pemandangan yang ada di bawahnya, tapi ia yang di ketinggian itu tak mampu memahami detail kondisi di lapangan, betapa sulitnya kondisi saat ini saat cuaca semakin tak menentu, saat penyakit-penyakit tanaman semakin beranekaa ragam… masalah yang lebih kompleks dibandingkan zaman dahulu… Sang petani menyadari, dia masih di pematang sawah, yang dilihatnya tak seluas cakrawala sang pendaki, tapi hanya satu yang diminta seorang petani itu.. PENGERTIAN… itu saja sudah cukup

sekian ah, random banget tulisan ini… hanya sebagian kecil mungkin yang mengerti maknanya…

malam ke-17 ramadhan

Kontrakan yang semakin sepi ditinggal penghuninya

Damba CintaMu


tak ada kata yang pantas terucap dari lisan saya saat ini selain kata Alhamdulillah yang terus menerus harus diucapkan.

alhamdulillah…. saya masih bisa bertemu bulan yang teramat istimewa.. bahkan bulan ramadhan ini bulan ramadhan paling istimea sepanjang hidup saya. Allah memberikan begitu banyak tarbiyah-Nya lewat berbagai kejadian penting yang sayangnya tak dpat saya tuiskan seperti rangkaian kisah ramadhan tahun sebelumny.

alhamdulillah…. saya masih bisa merasakan betapa kasih sayaNya begitu nyata merasuk kedalam setiap rangkaian perjalanan hingga pertengahan ramadhan ini. pintu-pintu taubat, ruang-ruang kasih sayang dan jendela hidayah terasa amat besar IA berikan dibulan ini.

alhamdulillah… rezeki yang tak terduga selalau ia berikan pada hambaNya yang membutuhkan, saya tak bisa menyangk, betul-betul tidak menyangka bahwa Ia masih menitipkan rezeki yang begitu berharga pada saya hingga saat ini.

alhamdulillah… meski tak sempat menulis tiap hari, tapi tarbiyah-Nya benar-benar membuat saya tertegun, menyadari bahwa ini memang benar-benar bulan yang sangat istimewa,

alhamdulillah… sekali alhamdulillah ya rabb… engkau masih memberikan pada hamba kesempatan untuk merasakan indahnya ramadhan tahun ini. bantu hamba untuk terus istiqomah di jalanMu, bantu hamba untuk terus memperjuangkan syariatMu, bantu hamba untuk senantiasa bersyukur padaMu, karena ridho dan kasih sayangMu lebih berarti dari dunia dan segala isinya.

alhmadulillah… meski seringkali hamba kufur atas nikmatMu, tapi Engkau masih teramat sayang pada hamba… memberi hamba kesempatan untuk menjadi pribadi yang lebh baik dan menyadari bahwa hakikat hidup ini adalah mengabdi padaMu.

alhamdulillah… meski Kau tak butuh targetan-targetan yang hamba canangkan, tapi bersyukur hamba masih bisa memenuhhi targetan itu dan sedang berproses untuk tidak mengurangi kesalahan-kesalah di waktu yang lalu.

alhamdulillah… cintaMu begitu dekat terasa…

Tuhanku ampunkanlah segala dosaku
Tuhanku maafkanlah kejahilan hambaMu

Ku sering melanggar laranganMu
Dalam sedar ataupun tidak
Ku sering meninggalkan suruhanMu
Walau sedar aku milikMu

Bilakah diri ini kan kembali
Kepada fitrah sebenar
Pagi ku ingat petang ku alpa
Begitulah silih berganti

Oh Tuhanku Kau pimpinlah diri ini
Yang mendamba cintaMu
Aku lemah aku jahil
Tanpa pimpinan dariMu

Ku sering berjanji depanMu
Sering jua ku memungkiri
Ku pernah menangis keranaMu
Kemudian ketawa semula

Kau Pengasih Kau Penyayang Kau Pengampun
Kepada hamba-hambaMu
Selangkah ku kepadaMu
Seribu langkah Kau pada ku

Tuhan diri ini tidak layak ke syurga Mu
Tapi tidak pula aku sanggup ke neraka Mu

Ku takut kepadaMu
Ku harap jua padaMu
Moga ku kan selamat dunia akhirat
Seperti rasul dan sahabat

Jogja,16 ramadhan 1433 H,  23.00WIB

selepas  acara dari jogja untuk rohingya di maskam ugm

Rindu


Empat masjid yang entah mengapa selalu memberikan warna tersendiri tiap kali dikunjungi. Masjid Nurul Ashri, Masjid Bahrul Ulum (Puspiptek), Masjid Salman (ITB) dan terakhir yang paling ngangenin adalah Masjid Daarut Tauhid….

Setiap kali kesana pasti membawa ketenangan yang susah dituliskan dalam kata dan dirangkai dalam prosa. Ada sesuatu yang beda, bahkan masjid yang lebih megah dan lebih besar dari itupun tak memberi kesan serupa.

Yupz, paling tidak rasa rindu itu akan terobati jika kita sudah bisa untuk mengunjunginya kembali. Rasa rindu itu pertanda cinta, cinta untuk selalu berada dekat dengannya, dan rindu itu semakin bertambah besar jika semakin jauh jarak dan lama waktu yang memisahkan.

 

Geger Kalong, 17 Juli 2012, 22.15 WIB

H-3 Ramadhan 1433 H

 

Pesan pak Hidayat untuk kita


mau bilang sedih, tp ntar dibilang cengeng… Terharu deh bacanya… terutama buat yang merasakan kerasnya perjuangan di sana.. barakallahu fiikum
Ada saat suatu titik yang mempertemukan kita dalam sebuah jalan perjuangan dan mengisi catatan kehidupan dalam ranah idealisme. Yang mengingatkan kita akan visi perubahan untuk Jakarta yang kita Cintai.
Padatnya aktivitas perjuangan ini mungkin melebihi jadwal ketika bercengkrama dengan keluarga dan itu tak menjadi halangan tuk terus melangkah.
Mempertahankan cahaya nurani agar diri mampu menapak surga. Agar tetap menjadi bintang yang menerangi kegelapan.
Perjuangan ini telah menjadi saksi kehidupan untuk merajut mimpi untuk sebuah perubahan. Mimpi-mimpi menjadi sang al Banna. Yakinlah Batik Beresin Jakarta akan selalu memeriahkan aktivitas kita sampai kapanpun.
Saudaraku adalah sebuah kehormatan dapat mengenal dan berjuang bersama kalian yang dalam lelahnya masih dapat tetap berupaya, tidak hanya bisa bicara tapi juga bekerja. mengkritisi tapi juga memberi solusi tidak merasa rendah ketika dihina, dan tidak merasa tinggi bila dipuji, yang telah menjadikan Perjuangan sebagai urusan keluarganya.
Saudaraku Tetaplah berdiri tegak karena kalian adalah petarung….
Teruslah bergerak karena kalian adalah pejuang….
Masih banyak tugas lain menanti kita….
Terima kasih Sahabat Hidayat + Didik untuk Perjuangan ini, semoga Alloh mencatatkannya sebagai amal bagi kita semua…aamiin
Hidayat Nur Wahid

Ampuni hamba ya Rabb


Sumber Foto: ugeem.com

Kantor Pusat Fakultas Teknik kemarin kembali didatangi oleh salah seorang ‘tokoh’ istimewa. Kalau diingat-ingat berarti baru ada 2 ‘tokoh’ yang menjadi pembicara dalam agenda yang di adakan di selasar KPFT tersebut,Pak Tif (sapaan akrab Tifatul Sembiring) pada tahun ini dan beberapa tahun sebelumnya (klo gk salah thn 2002) Ust. Rahmat Abdullah.

Alhamduliiah, senang bisa melihat jajaran dekanat dan para ketua jurusan bisa ikut agendaa Tarhib ramadhan kemarin. Biasanya kan yang dateng paling cuma dekannya tok, itupun kadang diwakilkan dan cuma ngasih sambutan, selesai sambutan beres… wuzzzz langsung menghilang. Tapi kali ini beda, beberapa ketua jurusan dan jajaran dekanat duduk kalem di shaf paling depan sambil mendengarkan taujih pak Tif (Alhamdulillah lagi).

Pesertanya gimana? Yaah udah bisa ditebaklah, peserta mebludak ampe selasar timur dan barat. nggak seperti kajian-kajian ‘biasa’ yang pesertanya bisa diitung dengan jari. Itupun 4 L. loe lagi-loe lagi.  Bahkan dari berbagai kampus pun juga memadat area selasar KPFT itu (berapa ya klo diitung? *males -__-“). 

Hmm, saya jadi kepikiran kalau kajian-kajian dengan ustadz ‘biasa’ jumlah jamaahnya sedikit, trus ketika yang ngisi adalah ustadz sekaligus tokoh nasional, pada rame-rame tuh berdatangan, bahkan sampai yang jarang ikut kajianpun bisa hadir. Trus, apa iya, kita harus mendatangkan ustadz-ustadz dengan nama besar untuk mendatangkan jamaah dengan jumlah besar?. Apa iya kita baru sadar pentingnya kajian klo yang ngisi adalah seorang tokoh. Trus males2an klo yang dateng itu ustadz kampung atau ustadz lokal?

Satu sisi saya cukup senang karena kemarin bahasa-bahasa dakwah bisa tersampaikan dengan begitu ‘vulgar’ di Kampus, di hadapan birokrat kampus pula. Tapi di sisi lain, ada juga perasaan miris melihat masih lebih banyak lagi di areal kampus yang masih merokok, masih boncengan dengan lawan jenis, masih membuka aurat, dan lain-lain. Apa nggak cukup ustadz yang juga tokoh nasional ini untuk menarik minat mereka? Atau perlu langsung di datangkan malaikat untuk membuat mereka sadar (Astaghfirullah).

Begitupula kita, mungkin, dalam berbagai kondisi kita tak cukup untuk dinasehati oleh seorang kawan, mungkin kita tak cukup ditegur oleh seorang dosen, mungkin kita tak cukup dimarahi oleh pimpinan kita, mungkin tak cukup di dakwahi oleh ustadz biasa, mungkin dan mungkin lagi. Lalu, apakah kita menunggu sampai langsung ditegur oleh ALLAH atas setiap kemalasan kita, apakah kita menunggu dijemput malaikat maut sampai terucap kata taubat atas segala maksiat.  Astaghfirullah… Ampuni hamba ya Rabb

Senin, 9 Juli 2012. 06.15 WIB

Semburat Persepsi


Terkadang keberadaan atau positioning kita juga menentukan seberapa jauh kita bisa mengakses sebuah informasi. Menjadi seseorang yang ‘serba tahu’ ya memang harus berada di dalam sumber informasi. Itu kaidah secara umumnya. *kyk ilmu ushul aja #hehe*

Posisi dimana kita berada, bisa menentukan bagaimana perepsi yang terbentuk dalam alam pikiran. Misalnya saya tergabung dalam organisasi A, maka pola pikir yang terbentu adalah pola pikir yang berdasarkan kriteria A, pola pikir –atau dalam bahasa lainnya cara pandang (world view)– *berattt. Nah, world view inilah yang akan mempengaruhi kebijakan-kebijakan yang kita ambil. Dalam konteks ini, memang penting untuk bergabung dalam organisasi yang memang mengantarkan kita pada pola pikir organisasi yang matang.

Tapi, dalam konteks lain, ada satu hal lain yang perlu diperhatikan, bahwa kita juga perlu menilai diri kita dari sisi orang lain. Atau bisa disebut bagaimana kita menjadi oang lain, dan melihat dengan sudut pandang yang lain. Misal, tadi saya melihat sebuah tugu di Fakultas X, dari jauh kelihatan segitiga, semakin dekat seperti dua segitiga berjajar, dan setalah melihat dari berbagai arah, bentuknya adalah prisma. Atau sederhananya deh, saya melihat si A dari belakang, beda kan dengan melihat di A dari depan. Kalau dari belakang, kita gk tau tuh ekspresi wajahnya seperti apa klo marah, sedih, kecewa. Akhirnya kita ber-presepsi klo si A itu orangnya blab la bla.

Cara membaca atau cara meihat kita terhadap sesuatu itu mengantarkan kita pada persepsi yang berbeda. Dan persepsi akan megantarkan pada pilihan sikap yang kita ambil.

Menjadi orang lain dalam menilai aktivitas yang kita lakukan bukan berarti mencari penghargaan di hadapan orang lain. Akan tetapi berupaya untk me-muhasabah sudah sejauh mana sih aktivitas yang kita lakukan itu benar-benar bermanfaat menurut kita. Terkadang sih, manusia itu merasa bahwa apa yang dilakukannya sudah bermanfaat bagi orang lain, tapi justru dalam kenyataannya aktivitas tersebut NIHIL  dari manfaat yang dirasakan lingkungan sekitarnya. Lah, kan yang penting niat gue udah bener? Kenapa mesti melihat apa kata orang lain?

Iya benar, seharusnya memang kita tak peduli apa kata orang lain, kalau niat udah ikhlas sih, insya Allah segala yang kita lakukan bermanfaat. Tapi, apa bener aktivitas kebaikan (baca: dakwah) yang kita lakukan sudah efektif? Bukankah masalah penerimaan dakwah itukan domainnya Allah, bukan domainnya manusia?.

Hmm, gini aja deh. Misal ya, ada seorang X (baca: ustadz) *lah kenapa disensor… Beliau rutin membacakan hadits-hadits tiap ba’da zuhur, tapi bacaannya itu lho gk nahan (bacaannya gk jelas, kecil pula suaranya). Sekecil-kecilnya suara saya masih lebih kecil lagi yang ini. Nah, udah gitu baca haditsnya puanjaaang bener, ampe  jamaahnya pada gelisah (yg ini agak lebay). Padahalkan cukup baca 2 atau tiga hadits kayaknya udah bisa jadi ilmu yang bermanfaat tuh. Nggak mesti harus baca berlembar-lembar. Kan gk enak, klo meninggalkan barisan shaf klo ada yg lagi ngisi taushiyah gitu.

Secara, meskipun isi yang disampaikan itu bener, sang ustadz juga harus memperhatikan apakah jamaahnya itu menerima dengan baik apa yang disampiakannya. Lho kan yg penting ikhlas? .Duh, nanya itu terusss, tadi kan udah saya bilang kali ini saya nggak berbicara masalah niat ya.. Karena insya Allah (asumsi) niatnya udah pada beres #hehe. Lillahi ta’ala.  Yang menjadi poin utama kali ini adalah efektivitas dakwah yang kita lakukan.

Seberapa efektif sih dakwah yang kita lakukan selama ini? Ini harus terus di riset. Bisa jadi, ada yang merasa dakwahnya sudah “wah”, tapi kenyataannya yang menerima manfaat itu hanya segelintir orang saja. Parahnya lagi, jika yang menjadi objek dakwahnya itu-itu terus. Mereka yang memang sudah paham akan dakwah. Mereka yang baru atau masih ‘ammah gimana?.

Ya itu tadi, coba sekali-kali kita belajar menjadi diri mereka. Belajar melihat agenda-agenda dakwah dari sudut pandang mereka. Belajar menilai dan mengevaluasi akivitas kebaikan kita dari sudut pandang orang lain.

Karena itu, jangan terjebak pada persepsi diri sendiri. Dakwah itu kan pada intinya mengajak orang lain pada kebaikan. Kalau yang di ajak gk respect lagi terhadap metode yang kita lakukan, ya kita perlu mempelajarai lagi objek karakteristik objek dakwah itu. Karena tiap generasi punya karakter yang berbeda, oleh karenanya butuh metode yang berbeda untuk mendekatinya. Belajarlah untuk menjadi mereka.

Ada yang bilang kalau mau melihat bentuk rumah kita, ya harus keluar sejenak melihat seperti apa sih bentuk rumah kita saat ini. Apakah cat rumahnya masih mengkilat, apakah temboknya sudah mulai berlumut atau apakah halaman depannya penuh dengan sampah bertebaran? Karena bila hanya melihat rumah kita dari dalam, bisa jadi kita hanya memperbagus dalamnya saja, tapi menurut tetangga, rumah kita menyeramkan tak terurus dan hanya menjadi sumber masalah bagi lingkungan sekitarnya. Bukankah dakwah itu pada hakikatnya memberikan ketenangan dan kebermanfaatan?. 

Mencintai Bayang Rembulan


Sudah 2 hari ini rembulan malam tampak begitu indah, bulat, bersinar dan lama-lama semakin meninggi. Ia datang menggantikan sang surya yang sedang berada di belahan bumi yang lain. Ah, ternyata malam tadi adalah malam nishfu sya’ban , pertengahan bulan sya’ban.

Rembulannya begitu indah. Ia meninggi di atas sana. Kata om amstrong butuh waktu berbulan-bulan untuk bisa menjejakkan kaki di sana. Paling tidak harus bisa melewati lapisan atmosfer super panas dan bertarung dalam perjalanan menghindari serpihan-serpihan meteor yang sewaktu-waktu bisa mengancam.

Tapi, kini kulihat rembulan indah itu ada di sebuah sudut kolam, sama indahnya. Dan kupikir, aku tak seperti om amstrong yang harus mempersiapkan ini-itu untuk bisa mendekatinya. Ternyata rembulan itu datang meghampiri. Lama-lama ia semakin tampak indah, ditemani sekawanan gemintang yang kerlip cahayanya mengelilingi sang rembulan. Aku hampiri, rembulan itu mulai bergetar. Semakin dekat, kucoba menyentuhnya di atas riak permukaan. Getarannya semakin besar. Cintakah ia?

Dan, tiba-tiba ketika aku mulai menyentuhnya, sang rembulan bergetar hebat, gelombang air kemudian merusak bentuknya, tak lagi bulat, tak lagi indah. Bentukya tak lagi berarturan. Marahakan ia?…. 

Ternyata keinginanku untuk menekati sang rembulan ternyata justru merusak dirinya. Lalu kubiarkan ia kembali ke wujud semula. Menjadi bulat, indah dan bersinar kembali menghiasi permukaan kolam.

“Sejak saat itu, kuputuskan untuk mencintai rembulan dari kejauhan saja, tanpa mendekatinya. Biarlah ia tetap bersinar dan tak terluka oleh kehadiran kita. Biarlah kita merindunya, ia akan selalu datang menyapa menghiasi langit bumi dikala gulitanya.”

Bayangan? itu semu. Tak perlu kita perlu berharap pada segala sesuatu yang semu dan fana. Ia akan hilang seketika. Mencintai bayangan berarti mencintai ke-semu-an, dan berharap pada sesuatu yang tak pasti. Karenanya, meminta, mencinta, berharap dan mendekatlah pada Yang Maha Abadi. wallahu ‘alam bish showwab

Depok, 15 Sya’ban 1433 H, 06.00 WIB

Mengekstrapolasi hari


Hari ini ada dua seminar pra pendadaran, tapi bukan saya -__-“. Yang pertama tadi pagi mengenai rancang bangun alat simuasi medik untuk mahasiswa kedokteran dan yang terakhir sore ini tentang perencanaan energy hybrid di kabupaten Bantul. Insya Allah beberapa bulan lagi akan ada sidang pendadaran terkait karakterisasi sifat akustika serat alami. Aamiin…

Yang menarik pas sidang pra pendadaran sore tadi, seorang dosen pembimbing bertanya, “apakah bisa data yang ada dapatkan hari ini, menggambarkan kondisi penggunaan energi di bantul pada tahun 2025?”

Sekilas, saya jadi teringat materi tentang ekstrapolasi, yah meski dulu dapet nilainya nggak bagus-bagus amat, tapi masih inget lah sedikit. Ekstrapolasi adalah metode yang dipergunakan dalam memprediksi nilai dari suatu data atau fungsi yang berada di luar interval (data awal yang telah diperoleh). Untuk dapat memprediksi persamaan yang berada diluar interval maka sebelumnya perlu mengetahui atau terlebih dulu hafal konsep dari suatu persamaan ketika hanya diberikan sebuah grafik untuk di analisis dan didapatkan suatu prediksi (pendekatan yang tepat).

Artinya, dengan ekstrapolasi, kita bisa memprediksikan suatu nilai pada interval tertentu jika pada interval ada nilai yang diketahui serta persamaan yang konstan. Nah, misalkan pertumbuhan penduduk Indonesia sekian persen, maka 10 atau 20 tahun lagi, kita bisa memprediksikan jumlah penduduk Indonesia yang ada nanti. Meskipun itu hanya ilmu ‘prediksi’ tapi ekstrapolasi bisa digunakan untuk membuat roadmap jangka panjang.

Saya kemudia berpikir, seperti apa ya masa depan saya nanti ya jika apa yang saya lakukan hari ini biasa-biasa saja?. Atau lebih jauh lagi seperti apa kehidupan akhirat saya jika amal kebaikan yang saya lakukan di dunia ini hanya sekedarnya saja.

Jika tak ada hal istimewa yang kita lakukan saat ini, bisa jadi tak ada hal istimewa yang kita dapatkan di hari kemudian. Jika amal-amal yang saat ini kita lakukan hanya sekedarnya saja, sedekah hanya uang sisa belanja, berbuat baik hanya ketika ada maunya di hadapan manusia, puasa hanya ingin diet dan berhaji hanya untuk jalan-jalan ke Mekkah, apa jadinya kehidupan kita di akhirat nanti?.

Kondisi kita saat ni bisa jadi merefleksikan kondisi kita beberapa hari atau beberapa tahun kemudian, jika rasa malas terus menjadi tuan yang mnghambat segala aktivitas kita, kesuksesan takkan pernah sudi mendatangi para pemalas yang enggan bersusah payah dalam berusaha.

Orang yang sukses itu selalu lahir dari penempaan waktu yang teratur serta kerja keras dan sungguh-sungguh. Jika kemudian, definisi sukses yang dimaksud adalah sukses dunia dan akhirat, maka ada parameter tambahan yang harus disertakan, yaitu niat. Ikhtiar dan niat yang baik itulah yang akan mengantarkan kita pada kesuksesan. Bisa jadi indikasi kesuksesan itu tak terlihat instan. Hari ini bekerja, hari ini pula dapat hasilnya.

Usaha manusia itu seperti menanam jati, bukan sekedar menanam kecambah. Pohon jati akan tumbuh besar dan berbatang kuat dalam masa tumbuh dan berkembang yang lama, sedangkan kecambah mungkin hanya beberapa buan saja bisa diperoleh hasilnya. Proses kematangan yang baik itu memang membutuhkan waktu yang cukup lama. Akan tetapi, hasilnya akan jauh lebih baik ketimbang usaha-usaha instan yang kita lakukan tanpa perencaaan yang matang. Jika ingin masa depan jauh lebih baik, maka perbaikilah dirimu hari ini.

 

Depok,2 Juli 2012

Ba’da Maghrib 06.30 WIB

Hidup Adalah Kumpulan Pertanggungjawaban


Ketika Sang Pemberi Nyawa kemudian menagih pertanggungjawaban atas setiap detik waktu yang digunakan. Ketika Sang Pemberi nafas menagih pertanggungjawaban atas setiap hentakan kembang kempisnya nafas yang berulang. Ketika Sang Pemberi rizki menagih pertanggungjawaban atas setiap lembaran hari-hari yang dimanfaatkan. Adakah kita siap untuk menjawabnya dihadapan Sang Pemilik Segala tersebut….

Jum’at kemarin bukan saja hari yang istiwewa seperti pekan-pekan sebelumnya. Akan tetapi jauh lebih istimewa dari yang pernah saya alami. Hidup mengajarkan kita untuk selalu bersyukur, meresapi setiap celupan nikmatNya yang seringkali menghampiri,  namun kita sendiri jauh tersadar akan nikmatnya tersebut.

“Ini sepeda untuk antum. Dari temen-temen.”

JegeRrrr.. Belum pernah sebelumnya terbayang dan terlintas dalam pikiran akan mendapatkan nikmat dari cara yang seperti ini. Saat saya harus ‘dijebak’ untuk mengantarkan sepeda baru ke rumah Sang Pemilik sepeda yang baru saja membelinya dari sebuah toko di kawasan Brigen Katamso. Saat ketika sepeda itu sudah sampai dirumah sang pemilik, namun seketika ada sms yang masuk. “Itu udah jadi milik antum.” DI saat itu pula saya tak bisa mengambil keputusan dengan cepat antara menerima dan menolak.

“lho, itu kan rezeki.. Kenapa ditolak?” .

Karena pasti dari setiap rezeki itu akan ada pertanggungjawaban besar yang harus ditunaikan. “Bukankah memang seperti itu ya, setiap rezeki, nafas, dan nikmat-nikmat lain yang Allah berikan pada manusia, pasti akan dimintai pertanggungjawabannya?”

Hmm, kemudian saya berpikir ulang untuk menerima pemberian tersebut. Ada dua konsekuensi pertanggungawaban yang harus saya tunaikan, yaitu pertanggungjawaban vertikal (Hablumminallah) dan Horizontal (Hablumminannaas). Berat ketika menerima pemberian yang bisa dikatan “itu uang ummat.” Berarti setiap waktu yang digunakan, bila terbuang sia-sia adalah juga menyia-nyiakan uang ummat. Astaghfirullah.

Padahal, memang seharusnya manusia itu menyadari bahwa dari setiap nikmat yang ia miliki, ada pertanggungjawaban vertikal dan horizontal. Tentang bagaimana, untuk apa dan dengan apa nikmat itu digunakan.

Seorang manusia itu akan berhenti pada pengembaraan hidupnya, suau saat nanti. Ia akan menghentikan semua amanah yang selama ini diemban. Ia akan melepaskan semua harta dan kepunyaan yang ia pegang. Harta yang dipegang lho, bukan dimiliki. Karena sejatinya, memang harta, kedudukan dan penghormatan manusia itu bukan dimiliki, tapi hanya dititipkan sebentar, kita mungkin hanya memegang, menyentuh atau bahkan sekelebat melintas dalam alam jiwa manusia.

Bukankah hidup manusia itu seperti tukang parkir?. Berpuluh-puluh bahkan berates-ratus hilir mudik kendaraan melintasi lahan parkirnnya, namun dalam sekejap, sewaktu-waktu kendaraan itu akan dibawa pulang oleh pemiliknya sendiri. Dan, sang tukang parkir tak bersedih atas kembalinya kendaraan itu pada pemiliknya. Saat kendaraan itu datang, sang tukang parkir tersenyum bahagia, ia masih bisa menyaksikan deratan mobil-mobil indah. Dalam kondisi selanjutnya ia juga tetap bahagia jika mobil itu dibawa kembali  karena ia merasa lega, mobil itu telah aman dalam penjagaannya selama dititipkan oleh sang pemilik.

Disetiap nikmat, pasti ada konsekuensi amanahnya. Menerima pemberian orang lain, berarti menerima konsekuensi untuk menjalankan amanah sang pemberi dan juga Sang Maha Pemberi. Semoga saya dikuatkan untuk selalu mempergunakan setiap apa yang diberikan olehNya selalu dalam kebaikan. Aamiin…

Jazakumullah Khair atas pemberian antum saudara-saudaraku… Saya mungkin belum bisa membalas dengan kebaikan yang berlpan, tapi yakinlah ALLAH pasti yang akan membalas kebaikan antum dengan berlipat ganda.

Depok, 1 Juli 2012. 

06.45 WIB

Menjemput yang Istimewa dalam Kondisi Istimewa


Kata seorang ustadz, menjemput sesuatu yang istimewa itu harus dalam kondisi yang istimewa dengan cara yang istimewa dan di waktu yang istimewa.

Seringkali, kita berhadapan pada kondisi dimana iman itu naik dan dalam waktu sekejap bisa turun berbuah kefuturan. Dan, itu memang sunnatullah , al iimanu uaziidu wa yanqus. Iman itu bertambah dan berkurang. Bertambah karena keimanan dan berkuraang karena kemaksiatan. Proses perwujudan amal manusia tak bisa terlepasa dari dua kondisi yang sangat berbeda ekstrim. Dalam kondisi baik ataupun dalam kondisi buruk. Begitulah setiap waktunya kita dihadapkan pada dua kondisi tersebut.

Masa keberlangsungan hidup manusia pun, hatta ia seorang alim, pasti adakalanya pernah tergoda dan terjerembab dalam lubang kemasiatan. Namun, bukan berarti mewajarkan sunnatullah tersebut. Sebagai seorang yang beriman, tentunya aplikasi dalam keyakinan hati berwujud menjadi amal nyata dalam perbuatan. Setiap detak waktu yang berputar sebisa mungkin merupakan proses penambahan amal kebaikan dan menambah keberkahan di seriap aktivitas kita. Sehingga, ziyaadatul khair  akan terus mengisi sisa waktu hidup kita di dunia.

Dalam berbagai kondisi, manusia berusaha untuk sebisa mungkin ruang kemungkinan bertambahnya amal kebaikan, baik secara kuantitas maupun kualitas. Di sinilah letak keistiqomahan itu teruji. Ada yang memang bisa bertahan dengan amal baik dalam waktu yang singkat, namun ada juga yang bisa iqtiqomah tetap berada dalam kebaikan tersebut.

Kefahaman dan keyakinan akan amal yang dipebuat manusia menjadi poin penting bagi terjaganya niat. Karena dari niat itulah, yang menjadi pembeda segala aktivitas kehidupan manusia. Dalam tataran hamblumminannas, ada yang disebut akhlak dan juga ada yang disebut suluk. Perbedaanya terletak pada sebab yang menjadikan amal tersebut dilakukan. Seseroang bisa disebut berakhlak baik bila kepribadian baiknya itu dilandasi keimanan kepada ALLAH sedangkan seseorang disebut ber-suluk baik bila kepribadian baiknya itu hanya karena naluri fitrah manusia tanpa ada keyakinan atas perwujudan amal itu atas dasar keimanan.

Perputaran roda waktu kehidupan manusia pada dasarnya untuk menguji siapa diantara kita yang ayyukum ahsanu ‘amala. Manusia yang paling baik amalnya. Ada saatnya memang kita tergelincir dalam dosa, tapi biarkan itu menjadi ruang sempit dalam atmosfer kebaikan yang kita miliki.

Disinilah letak pembeda antara manusia yang benarbenar menjadikan keimanan mereka sebagi landasan gerak setia aktivitas kebaikan, kita diperintahkan untuk selalu berada dalam kondisi kebaikan, dalam hal apapun aga sewaktu-waktu ketika ajal menjemput, kita berada dalam kondisi yang benar-benar istimewa. Kalau diri kita selalu berada dalam kondisi istimewa tersebut, insya Allah, kebaikan-kebaikan dan rezeki yang istimewa akan sampai pada kita dalam kondisi yang tak terduga sebelumnya.

Depok, 20 Juni 2012 ,18.30 WIB

Tulisan di Media


Istiqomah: Konsisten, Persisten, Konsekuen via Fimadani dan Dakwatuna

Muhasabah Cinta Dua Sahabat via Fimadani

Bila Langkahmu Terhenti via Fimadani  dan Dakwatuna

Kader Imun vs Kader Steril via Islamedia dan Dakwatuna

Kemenangan, Perdamaian dan Sebuah Strategi via Dakwatuna

Yang Terdustakan via Dakwatuna 

Kader-Kader Manja via Dakwatuna

Putuskan Dalam Kondisi Ruhiyah Terbaik via Dakwatuna 

Ujian Kapasitas via Dakwatuna

Karena Ikatan Kita.. Istimewa via Dakwatuna

Antara Awal dan Akhir via Dakwatuna

Berharap Nafas yang Panjang via Dakwatuna

Antara Kompetensi dan Jaringan via Kompasiana

Mendadak Jilbab via Kompasiana

Cinta Tak Berbalas via Kompasiana

Jika Kerja Itu Sebuah Cinta via Kompasiana 

Infotainment: Antara Etika dan Relita via ILC

REDD Untuk Selamatkan Hutan Indonesia via ILC 

Akankah kita hanya duduk termangu???


Perjuangan itu akhirnya mulai tampak nyata hasilnya. Lama? Memang. Susah? Iya. Berat? Apalagi. Karena Ia begitu menyayangimu. Ia memberikan kesempatan ini untuk menguji kamu , siapa yang menang benar-benar mendengar dan menerima seruan-Mu.

Sudah banyak jiwa-jiwa yang dipenjara, syahid, dalam tiang gantungan atau bahkan dalam kondisi lain yang mengenaskan. Seperti sang Imam yang ditembak dalam perjalanan. Tak ada bantuan, sampai tim medis pun enggan memberikan pertolongan.  Hingga akhirnya nyawapun meregang. Tapi tak berhenti sampai disitu kezaliman penguasa tiran. Sang Imam tak boleh di sholatkan oleh para pengikutnya yang ribuan.

Tapi kini, perjuangannya mulai berbuah hasil. Saat dulu ikhwan sering di todong martir. Bergelirnya memperjuangkan hak rakyat sipil. Kini, suatu pencapaian yang mungkin menurutsebagian orng mustahil. Menjadi orang nomor satu di negeri mesir. Berawal dari kumpulan mujahid yang segelintir, memperjuangkan kebebasan atas penindasan dan kebijakan yg tidak adil. Tapi yang pasti, kemenangan itu akan bergilir dan bergulir.

Sampai saat ini  kita tak tahu, kapan seluruh umat Islam di dunia bersatu. Akan tetapi, pertanda itu mulai muncul satu persatu. Kemenangan demi kemenanga telah membawa kita di era baru. Dengan semangat para mujahid yang menggebu-gebu.

Akankah kita hanya duduk termangu??? Menyaksikan kejayaan umat ini akan terus melaju.

mengendalikan hawa nafsu


Hawa nafsu adalah dua pertiga jalan menuju neraka, maka dengan mengendalikan hawa nafsu adalah jalan terbesar menuju surga. Abu Dulaf al-Ijli-seperti yang dinukil oleh Ibnul Qayyim Aljauziyah dalam Raudhatul Muhibbin-nya- berkata:

“Betapa buruknya pemuda yang beradab luhur.

mengorbankan adabnya demi menuruti nafsu.

Kenistaan dia datangi, padahal dia mengetahuinya.

Kehormatannyapun ternoda karena perbuatan keji.

Setelah terkejut barulah kesadarannya pulih lagi.

Maka diapun menangisi waktu yang telah dilaluinya.”

Adakah kita mau menyesal di hari esok? 

Adakah kita akan menagisi hari demi hari yang kita lalui di masa muda dengan penuh kesiaan?

Ibnu Rajab berkata : “Barang siapa menjaga ketaatan di masa muda dan masa kuatnya, maka Allah akan memelihara kekuatannya disaat Tua dan saat kekuatannya melemah. Ia akan tetap diberi kekuatan pendengaran, penglihatan, kemampuan berpikir dan kekuatan akal”.

Jangan berprasangka buruk pada matahari


“Jangan berprasangka buruk pada matahari. Jika ia terbenam di satu titik, sesungguhnya ia sedang terbit di titik yang lain.”

 

-penghujung sore 7 Juni 2012

menghibur diri


udah, yg kemarin-kemarin dilupain aja,

klw kata kungfu panda: yesterday is history, tomorrrow is mistery and today is gift…

Ibnu Jarir Ath-Thabari rahimahullah mengatakan dalam tafsirnya: Allah swt menyeru manusia: “Wahai manusia, siapakah yang lebih baik perkataannya selain orang yang mengatakan Rabb kami adalah Allah, kemudian istiqamah dengan keimanan itu, berhenti pada perintah dan larangan-Nya, dan berdakwah (mengajak) hamba-hamba Allah untuk mengatakan apa yang ia katakan dan mengerjakan apa yang ia lakukan.” (Tafsir Ath-Thabari, Jami’ul Bayan Fi Ta’wil Al-Quran, 21/468).

menokohkan orang yang siap untuk ditokohkan…


kadang ribet juga ya ketika kita mau menokohkan orang, tapi orang yang mau ditokohkan itu tidak siap dan tidak mau untuk ditokohkan. Jadinya ya ibarat cinta yang bertepuk sebelah tangan. Satu sisi orang tersebut ingin diorbitkan, tapi di sisi lain ianya sendiri merasa tidak pantas untuk diorbitkan.

He2, sebenernya ini sih hanya masalah citra. Bagi kita yang ngakunya ‘aktivis’ memang  nggak lazim kalau melalukan ini itu hanya untuk pencitraan.

Tapi pencitraan yang saya maksud di sini bukan mengarah ke sana. Pencitraan yang dimaksud lebih pada syiarnya. Beda kan antara citra dengan syiar. Orang yang melaksanakan ibadah tapi sembunyi-sembunyi itu baik. Orang yang berbuat-baik tapi sembunyi-sembunyi itu baik. Orang yang sedekah dengan tangan kanannya tapi tangan kirinya gak tau itu juga baik.

Nah, masalahnya kan bukan si orang itu yang memberitahu ke orang lain tentang amalnya. Tapi kita menyebarkan kebaikannya karena kita yang melihat dan merasakan manfaat kebaikan dari orang tersebut.

Orang itu mah gak usah tau kalau kebaikan-kebaikannya telah kita syiarkan ke orang lain (nah ini sembunyisembunyi juga kan? :)). Biarkan ia ikhlas dengan amalnya, dan kita yang turut mengajak orang lain agar seperti dia.

Misalnya, ada dosen yang tiap malam tahajud, paginya duha, tilawah 1 juz perhari, tapi jurnalnya bejibun di google scholar, nah kalau amal istimewanya itu gak disyiarkan, ya orang-orang mungkin hanya tau dia dosen yang semalam suntuk belajar, aktivitasnya hanya untuk ngajar, ngampus, neliti. itu tok….

Padahal ada sisi-sisi ruhani yang sebenarnya menjadi fondasi utama atas kesuksesan yang diraihnya.

dan hari ini, alhamdulillah kami menemui orang yang siap untuk ditokohkan. artinya di memang punya kapasitas yang layak untuk ditokohkan, bukan sekedar menokohkan tapi kosong isinya.

Blimbingsari, 26 Mei 2012

23.48 WIB

Jakarta Pagi ini


Awalnya indah sekali..

Kerlip lampu warna-warni menghiasi puncak menara-menara indah di pusat ibukota ini. pukul 3 pagi, jalan-jalanan pun masih sepi. Tentunya sepi dalam ukuran jakarta, berbeda dengan standar kota lainnya.

Sahut-sahutan adzan dari menara-menara itu kini mulai terdengar menyambut datangnya waktu subuh.Hilir mudik orang-orang yang katanya orang metropolis ini, ternyata masih banyak yang memadati shaf-shaf pertama masjid yang menjadi kebanggan Indonesia, Istiqlal. Ratusan orang tua, ibu-ibu sampai anak-anak pun turut memadati barisan terdepan shalat subuh.

Selang beberapa waktu kemudian, langit jakarta mulai membuka tabirnya. Lingkaran berwarna keemasan mulai tersingkap menyapa jutaan warga jakarta pagi ini.

Masih indah….

Dan saat matahari mulai meninggi, birunya langit yang indah dengan dihiasi puncak-puncak menara kebesaran jakarta berubah menjadi kelam. Bukan karena mendung pertanda akan turun hujan. Akan tetapi polusi yang bertebaran menggerogoti indahnya awan.

Masih indahkah??

Ah, ternyata menurutku masih indah. Apalagi jumat ini adalah hari terindah diantara hari-hari yang lain. Masih indah bila terdengar sayup-sayup murattal dari menara-menara masjid di tengah kepadatan dan kesibukan jakarta. Masih indah bila majelis-majelis ilmu tetap dipadati oleh banyak orang.

Karena jakarta masih indah, izinkan aku untuk merasakan indahnya jakarta hari ini. Meski indah bagiku mungki tak seindah orang lain.

Tetap berjuang #AyoBeresinJakarta.

Semoga ikhtiar hari ini indah pada akhirnya.

Masjid istiqlal, dengan panorama indah puncak monas memanjakan pagi.
07.42 WIB

Berharap Napas yang Panjang


dakwatuna.com – Di antara gejolak-gejolak kejiwaan yang berpotensi untuk mengganggu jalannya dakwah adalah gejolak heroisme. Di sini, bukan berarti heroisme adalah salah satu sikap yang harus dihindari. Akan tetapi dalam buku Tegar di jalan dakwah-nya Ust. Cahyadi Takariawan, yang dimaksud Gejolak Heroisme adalah semangat heroisme yang sudah tidak proporsional. Menjadikan ghirah sebagai bahan bakar utama dakwah yang tak henti-hentinya dipacu tanpa mempedulikan apakah ketersediaan bahan bakar itu cukup untuk menjalankan roda estafet dakwah yang telah dirintis oleh para pendahulu kita.

Jalan ini masih panjang. Karenanya butuh energi yang cukup agar keberlanjutan proses transformasi masyarakat minazh zhuumaati ilannuur tak berhenti saat ini juga. Boleh jadi apa yang diusahakan pada saat ini, belum bisa dirasakan keberhasilannya pada saat ini juga, namun setahun, dua tahun atau bahkan baru sampai pada generasi selanjutnya keberhasilan dari sebuah proses bernama dakwah ini akan bisa dirasakan.

Banyak mungkin yang terlihat saat ini, mereka yang begitu aktif dalam dakwah kampus, setelahnya tak terlihat lagi pendar semangat yang terlihat dari aktivitas dakwahnya, tak ada lagi retorika dan strategi cemerlang yang pernah menjadi senjatanya dalam dunia kampus dulu. Bahkan kini tenggelam tertutup serpihan-serpihan kehidupan yang menutupi aura kebaikannya.

Adakalanya hak-hak raga ini juga perlu diperhatikan, agar tak layu sebelum berkembang, agar tak ada yang gugur sebelum kemenangan dicapai, dan agar tak ada yang berhenti saat perjalanan baru saja menapaki jejak yang masih sangat pendek.

Bukankah Rasulullah SAW juga pernah mengatakan bahwa amalan yang paling dicintai Allah adalah amalan yang sedikit namun terus menerus dilakukan. Tidak membumbung tinggi semangat di awal, namun hanya terjadi beberapa saat, setelahnya tak terlihat lagi.

Napas panjang, sangat dibutuhkan. Capek? memang…. karena perjuangan dakwah memang panjang. Dan tak ada istirahat sebelum kaki kita menginjak Jannah….

Semoga kita semua dikuatkan untuk memiliki napas panjang itu,, Untukmu para pejuang dakwah, perjuangan kita bukan kerja-kerja satu atau dua minggu saja, melainkan sepanjang hayat  selalu ada amanah dalam meniti jalan kebaikan ini. Ada banyak pekerjaan yang membutuhkan energi dan napas yang panjang. Oleh karenanya, tetaplah berjamaah dan terus isi nutrisi hati agar setiap derap langkah kita diberkahi. Semoga Allah menguatkan kita di jalan dakwah ini…. Aamiin…

Sumber: http://www.dakwatuna.com/2012/05/20158/berharap-napas-yang-panjang/

Skripsi, Amanah dan Cinta…


Skripsi, Amanah dan Cinta…

Apaan si nih judul, nggak jelas bgt…..

Tapi, se-tidakjelasapapun judulnya, ketiga elemen kata di atas punya satu irisan domain yang sama. Bahwa ketiganya butuh keseriusan, kesungguhan dan KERJA. Bukan berbanyak dialektika dan wacana…

Bahwa tak perlu berpanjang kata untuk sekedar mengatakan AKAN melaksanakannya, karena yang dbutuhkan adalah kerja nyata, karya nyata dan bukti nyata.

sudahlah, abaikan tulisan ini,,, mohon maaf kalau selama beberapa pekan ini jarang nulis atau fb-an atau twitteran… krn saya sedang mengupdate kata dan melukis cinta dalam dunia nyata….

hoho #ngawur #abaikan…