Arsip | puzzle baru RSS for this section

Libatkan Dia dalam setiap urusan kita…


Sejauh apapun kaki ini melangkah menuju kemenangan..

Sekeras apapun upaya ini meraih kesuksesan..

Sehebat apapun strategi yang telah direncanakan..

Bahkan.. Sebesar apapun energi yang telah dikeluarkan, 

takkan berarti apa-apa bila tak melibatkanNya dalam tiap tapak langkah dan hembusan nafas perjuangan.

Kembalikan pada Allah, atas semua urusan. Karena Dia sebaik-baik tempat kembali.

Ironi #3: Sinergitas setengah hati…


Beberapa fenomena ‘simpel’ namun kadang terabaikan dan menggurita menjadi sebuah kebiasaan menjustifikasi.

Aneh ya, kalau ada kegiatan-kegiatan dari bidang ‘X’ semua ‘orang’ berduyun-duyun mempublikasikannya, men-share foto di fb, ngetwit kegiatan sape bikin hashtag, forward sms ke teman2nya, ngelike status, sambil berkata:

“wow, ini acara keren banget.”

“ayoo ikutt!!”

“Yang ngaku **** harus ikut ini.”

“semangattt..”

“Acara terkeren tahun ini …”

TAPI, ketika ada kegiatan dari bidang “Y”, entah kenapa tak ada yang berminat untuk memasifkan publikasinya, menshare foto di fb atau bahkan hanya mengklik satu tombol yang amat mudah dilakukan (baca: tombol like) saja tak ada yang melakukannya.

Aneh ya, saat ada rapat bersama di suatu tempat. padahal orang-orang dari bidang “Y” sudah datang duluan, kemudian datang rombongan “X”… lalu mereka berkata,

“kami yang di dalem aja ya, kalian BERAPA SIH yang dateng rapat.”

Aneh ya, mobilisasi begitu besar, dukungan begitu kuat, acara kecilpun seolah menjadi besar karena dihadiri dan didukung para pembesar, akan tetapi sebaliknya acara yang besar seolah tenggelam tak berarti apa-apa, bukan karena mereka tak tau apa-apa tapi tak tergerak untuk lebih perhatian pada saudaranya sendiri. Yah, kalau sudah begitu adanya, lalu apa fungsinya ‘training-training sinergitas’ yang selama ini di create? Allahu a’lam.

Itu hanya hal ‘simpel’ yang teradi. Dalam masalah sederhana saja tak mau menghargai orang lain, bagaimana mungkin menjadi seorang pemimpin yang bisa menghargai orang-orang yang telah membantu perjuangannya. Bukan.. bukan karena kami ingin dihargai, tapi lebih kepada keinginan untuk dimengerti

Yuk, menulis (lagi)….


Sudah hampir lebih dari 5 bulan,  rasaya berat banget untuk nulis yang agak ‘serius’ , selama ini hanya luapan-luapan emosi atas realita di kampus. Tapi,  alhamdulillah saya berhasil nulis sesuatu yang sangaaaat serius, SKRIPSI… dengan total halaman 70 lembar. Yah, lumayan lah untuk mengganti ketidak-produktif-an selama 5 bulan itu. :).

Alhamdulillah, tulisan yang sedikit itu ternyata dapet respon yang cukup positif dari pembaca, meskipun sudah hampir setengah tahun nggak nulis, tapi barusan dapet notifikasi dari dakwatuna sebagai 100 Kontributor Lepas Teratas

Kalau kata tarbawi, 

Lebih dari persoalan teknis, menulis adalah kerja filosofis.

Lebih dari upaya merangkai fakta, menulis adalah ikhtiar menemukan dan mengikat makna.

Lebih dari membagi gagasan, menulis adalah menuangkan penghayatan.

Yuk, menulis….

Pikiran Ngaco Jumat Malam


Bila sekiranya saya boleh berpikiran agak ‘ngaco’  malam ini, bolehlah kiranya saya berpikiran bahwa sebenarnya adanya harokah-harokah islam di dunia ini adalah suatu rekayasa tan**** level dunia. 

kalau miniatur kampus diekspansi menjadi domain yang lebih luas lagi, negara misalnya, sudah tercium sebenarnya bahwa pola-pola di kampus akan sama seperti pola-pola yag diterapkan dalam negara. Nah, masalahnya apakah di level dunia itu juga menggunakan pola-pola yang sama? Allahu a’lam.

Bisa jadi ya,, (ini bisa jadi loh, jangan dianggap serius), ada pembagian ranah kerja dari harokah-harokah yang ada,

: oke, akhi antum fokus di ‘lini’ tauhid, antum di ranah demokrasi, antum di sektor konsepsi khilafah, antum di dakwah sya’bi, pemikiran, budaya, media, bla-bla-bla :

ada pembagian ‘lini’ dimana harokah-harokah itu di setting untuk mencapai satu tujuan bersama, menegakkan kalimatullah di muka bumi.

mungkin karena settingannya sangat ‘rahasia’ sehingga antar anggota harokah itu tak merasa ada koordinasi, semua berjalan sendiri-sendiri bahkan cenderung mengkotak-kotakkan dan membentuk hijab yang besar antar ‘lini’ tersebut. atau mungkin juga untuk ‘mengelabui’ musuh, membuat buyar fokus perhatian musuh bahwa ummat ini mengadakan proses islah di semua ‘lini’ itu. (maksudnya supaya musuh itu bingung mau menghancurkan Islam dari mana). Proses perbaikan dari ranah politik, ranah keagamaan (tauhid), ranah konstitusi khilafah, ranah sya’bi, ranah perjuangan fisik, ranah pemikiran dan mungkin banyak sendiri ranah lainnya yang bisa antum tebak siapa kira-kira harokah yang berada di ranah tersebut.

ya, seperti itulah kampus. Bahwa negara adalah miniatur dunia, dan kampus adalah miniatur negara. Paling tidak, meski domainnya berbeda, ada kemiripan pola yang dikembangkan. Di kampus, dengan berbagai ‘lini’ tersebut diupayakan agar misi dakwah kampus dapat dijalankan dengan baik. Dakwah diupayakan masuk ke semua sektor, sehingga kader-kader dakwah dapat ditemukan di hampir semua lembaga yang ada. MESKI, terkadang mereka tidak merasa sebagai satu kesatuan yang sedang bergerak bersama.

udah ya, anggap saja ini tulisan ngaco, dan memang sebenernya ngaco, nggak usah diambil pusing dan masukin ke hati (???)

salam jumat malam 😀

-habis ikut kajian ust. Felix Siauw di Masjid UIN Sunan Kalijaga-

20.30 WIB

Ironi #2 : “Citra”


X: “Tolong ya, kalau ada acara lembagamu, undang kader kami sebagai pembicara atau moderator.”

Y: “acara apa dulu ni?”

X: “ya, acara apa aja.. kan bulan-bulan ini bulan penokohan. Mau jadi pembicara di acara upgrading lembaga kalian atau pun jadi moderator juga bisa, yang penting bisa tertokohkan.”

secara prinsip, saya sama sekali nggak mempermasalahkan dialog di atas, bahkan sebagai wujud satu kesatuan lembaga X dan Y harusnya memang bersinergi seperti itu. NAMUN, yang menjadi masaialah adalah jika ada statement justifikasi yang menyatakan:

“Lembaga Y itu nggak bagus kaderisasinya, masa’ untuk mengadakan seminar atau sekedar diskusi saja harus mendatangkan kader lembaga X sebagai pembicara. Kemana aja anak X, emangnya nggak ada yang bisa dikaryakan sampai untuk posisi sebagai moderator saja harus mendatangkan orang luar.”

Arghhh. jika saja antar lembaga bisa saling mengerti,, tak ada justifikasi atau statement yang merendahkan.

Selamat Jalan Adik Kami..


Meski tak pernah bertemu, tapi kepergiannya adalah sebuah kehilangan yang besar. Jujur, saya merasa betapa diri ini masih jauh dari amal-amal yang diperbuat olehnya. Rekam jejaknya, kesaksian orang-orang terdekat hingga sepenggal tulisan di blog penuh makna yang kini menginspirasi begitu banyak manusia. Novilia Lutfiatul, seorang alumnus Insan Cendekia Serpong Angkatan XIV yang bersatus sebagai mahasiswi Fakultas Kedokteran Undip, Ahad sore memenuhi panggilan RabbNya. Ia dijemput malaikat maut dalam sebuah kecelakaan bus di Baturaden, Jawa Tengah.

Pertama kali berita itu saya dapatkan dari TL twitter, awalnya mengganggap yang menjadi korban bukan ‘siapa-siapa’, tapi ketika beralih ke facebook, justru semakin banyak berita itu bermunculan yang diposting oleh adik-adik kelas. Ketika saya cek, innalillahi wa inna ilaihi raaji’un ternyata yang menjadi korban kecelakaan itu adalah adik kelas saya.. Dan ternyata dia, yang saya belum pernah kenal dengannya, sudah menjadi friend di facebook. Mungkin dia sudang meng-add beberapa bulan yang lalu. Afwan dek, saya belum sempat menyapa.

Allahu Akbar, membaca tulisan-tulisan di blognya membuat saya merinding sekaligus iri. Merinding karena pertanda kepergiaannya begitu jelas terlihat dalam rekam jejak blog dan facebook-nya, 8 dari 11 tulisan yang ada di blog tersebut ia tulis pada tanggal 1 November 2012, tepat 3 hari sebelum kematiannnya. Membaca judul demi judul membuat saya yakin bahwa ia syahidah dalm sakaratul mautnya. Ia ingin meninggalkan pesan terbaik pada manusia bumi saat hendak menemui RabbNya. Di samping itu, saya iri.. Iri? Iya.. karena kepergiannya membuat semua orang yang pernah mengenalnya atau bahkan baru tahu namanya ketika berita itu dikabarkan menjadi tersadar akan maut yang bisa datang menjemput kapan saja. Ia begitu mulia, saat di akhir hayatnya memberi pesan istimewa dan membuat orang menangisi kepergiannya.

Mohon maaf, kami dari jogja hanya bisa mendo’akanmu lewat shalat ghaib bersama di masjid kampus siang tadi. Semoga kita sebagai keluarga besar IAIC bisa dipertemukan nanti di jannah-Nya. Aamiin.

Selamat Jalan Adik Kami… Saya bahagia… sangaaaaaat bahagia punya adik seperti Novi. Begitu mulia di akhir hayatnya.

Allahummaghfirlahaa, war hamhaa, wa’afiihaa wa’fu anhaa…

Semoga kita menjadi manusia yang hidupnya bermanfaat, dan wafatnya menjadi pengingat… 

Semoga kita menjadi manusia yang kehadirannya menyejukkan, dan kepergiannya dirindukan…

Semoga kita menjadi manusia yang hadirnya memberi motivasi dan ketiadaannya masih tetap memberi inspirasi..

Depok, Sleman

Senin, 5 November Pukul 23.20 WIB

4 hari menjelang miladmu dek yang ke 20 tahun .

Kita Hidup di Pergiliran Masa


Hidup bagaikan langit., kadang terlihat cerah namun terkadang ia mendung.

Hidup bagaikan kaca., kadang ia cemerlang, namun terkadang ia buram.

Hidup bagaikan lampu., kadang ia terang bercahaya, namun adakalanya ia padam tak menyala.

Mungkin ia pernah mendung, mungkin ia pernah buram, mungkin ia pernah padam. Tapi hidup adalah waktu itu sendiri. Terus bergerak dan bisa berubah. Pergerakan itulah yang membuat mendung kini menjadi cerah, pembersihan itulah yang membuat buram menjadi cemerlang, dan perbaikan itulah yang membuat padam kini terang benderang.

Karenanya teruslah bergerak, bersihkan niat dari segala nafsu berjelaga dan terus perbaiki diri hingga ujung usia. Semoga hidup ini penuh berkah di setiap desah nafasnya.

2 November 2012

sepenggal surat


…..

Barokallohu fiikum, Selamat Berjuang di dunia nyata Akhi Jupri.

Terimakasih banyak atas perhatiannya dan masih ingat ke kami,
Tentunya kamipun masih ingat dan merasa bangga walaupun kontribusinya kami tidak sepadan dengan hasil yang antum peroleh.
Setelah ke Wilayah Jakarta kembali, kapan mau silaturahim ke IKPT ?
Kami sangat senang dapat bersua langsung.

Semoga Allah Senantiasa Melindungi Segenap Aktifitas Antum.
Jazakumullah khairon katsiro.

……

Masih ingat waktu itu, pertengahan tahun 2005 bersama seorang murabbi pertama harus menjelajah hiruk pikuknya jakarta hingga sampai pada sebuah masjid kecil nan megah di bilangan Mampang. Di hari kerja, saat rekan-rekannya masih aktif di kantor, ia menyempatkan waktu untuk datang ke masjid itu dan menyambut kami. Seseorang yang telah menjadi jalan pembuka hingga akhirnya saya bisa melanjutkan sekolah ke sebuah madrasah yang biaya masuknya puluhan juta itu.

Dan.. itu adalah email darinya setelah hampir 7 tahun tak pernah bersua dan bertegur sapa.

Semoga saat kembali ke kampung halaman nanti, bisa segera bertemu dengan mereka meski hanya untuk mengucap terimakasih. Jazakumullah khairan katsiraa,

Tetap disyukuri yaa..


“pak, ada ukuran yang lebih kecil lagi nggak?”

“itu tuh yang S, coba dipake.”

“udah dicoba pak, tapi masih kebesaran.”

“waduh, kamu tuh cocoknya pake seragam wisuda TPA.”

Jleb… sebegitu kecilkah saya -___-“. sampai-sampai semua ukuran baju wisuda yang dicoba selalu kebesaran. Padahal kalau pasa pulang ke rumah orang-orang rumah dan tetangga bilang, ya Allah kamu udah gede banget. 

Tapi, setelah dipikir-pikir.. eh bukan ding maksudnya di perhatikan, dibandingkan, disejajarkan dengan teman-teman sekelas memang saya ini paling kecil plus agak sedikit lebih rendah ukuran tinggi badannya (baca: pendek). Makanya setelah saya perhatikan kok, disetiap foto-foto resmi yang ada pengaturan tinggi badannya saya selalu ada di bagian paling depan dan tengah. Ini salah satu keuntunganny sih. hehe..

Saat wisuda SMA, panitia wisuda pun memberikan ‘kehormatan’ pada saya untuk berada dibarisan paling depan dan di tengah-tengah diantara 120 orang wisudawan yang lain. keren kan? 😀 kalau foto bareng pasti paling keliatan apalagi waktu itu sama para pejabat.

Anyway, nggak masalah deh kalau cuma kecil plus tinggi badannya nggak sesuai standar minimal (kekeuh nggak mau bilang pendek) yang penting tetap bersyukur atas apa yang diberikanNya pada saya. Toh itu memang yang terbaik. Fabiayyi aa-laa-i rabbikuma tukadzdzibaan,..

Memang yah, kadang manusia jarang banget bersyukur. Saya pun sering banget lupa atas karuniaNya yang begitu melimpah selama ini. Astaghfirullah. udah banyak yang dikasih, tapi tetep aja minta yang lain Udah banyak yang diberi masih aja kurang bersyukur..

Kalau hidup hanya dipenuhi oleh keinginan-keinginan, mungkin kita lupa pada kewajiban. Allah sudah memberi begitu banyak hal yang kita butuhkan, tapi kita sendiri yang sering melupakannya, bahkan menganggap itu semua buah dari jerih payah usaha sendiri. Jadi teringat pesan seorang adik, “kak, Apapun yang diberikan Allah, itu yang terbaik dan yang kita butuhkan.”

Jika hidup tak pernah disyukuri, yang ada hanya penyesalan dan kekecewaan karena segala inginnya tak terpenuhi. Allah memang akan mengabulkan do’a hamba-hambanya. Ia mungkin takkan memberi semua yang kita inginkan, tapi ia pasti akan memberi apa-apa saja yang kita butuhkan.

Hidup memang kumpulan amanah…


Sering, saya atau bahkan kita pun merasakannya, masalah demi masalah datang bergiliran seolah-olah hidup ini penuh masalah. Amanah demi amanah datang menghampiri seolah tak ada waktu untuk sekedar ‘beristirahat’, atau tumpukan tuntutan demi tuntutan yang senantiasa menagih janji untuk segera ditunaikan.

Ada seorang adik yang bertanya,

“kak, sampai kapan kita terus berlelah-lelah mengurusi ‘hak’ orang lain, padahal hak kita sendiri kadang terabaikan?”.

“maksudnya apa dek?”

“seringnya amanah yang saya terima justru membuat diri saya tidak ‘terurus’, akademik kacau, waktu untuk keluarga semakin sedikit, bahkan saking banyaknya tuntutan itu saya sering lupa bahwa diri ini sebenarnya tidak begitu kuat untuk menampung semua amanah intu. Hanya bermodal kenekatan dan keinginan untuk memberi lebih pada orang lain.”

Saya pun kadang- atau bisa dibilang sering- merasakannya, seseorang dituntut untuk multitasking tapi ia sebenarnya tak begitu kuat untuk menyelesaikannya dalam satu waktu. Ada banyak tipe-tipe manusia dengan beragam krakteristiknya dan bermacam kemampuan menyelesaikan amanah dengan cepat dan selesai dengan baik. Namun ada pula diantara mereka yang porsi pembelajarannya masih begitu besar ketimbang porsi aktualisasi diri, butuh waktu sedikit lebih banyak untuk belajar menyelesaikan segala tuntutan yang dihadapinya.

Di samping amanah, mungkin ada lagi ‘PR-PR’ yang harus diselesaikan. Masih ada banyak tanggungan di luar ‘amanah formal’ yang harus segera tertunaikan. Amanah itu akan menjadi masalah jika tak disikapi sebagai bentuk penghambaan kita padaNya. Amanah memang akan terasa berat saat tak ada punggung yang kuat tempat memikul dan bersandar saat lelah mendera. Masalah demi masalah memang datang silih berganti, namun beragam cara Allah selalu memberikan jalan keluar pada hambaNya yang hanya bersandar dan mengadu padaNya.

Sebelum masalah datang, kadang kita menganggapnya seperti gulungan ombak berlapis-lapis, tapi ketika kita hadapi dengan tenang, jalani penuh keikhlasan ia akan seperti riak-riak kecil bak buih berhamburan.

Jika Allah selalu dilibatkan dalam setiap urusan kita, insya Allah semua amanah, segala beban dan setumpuk masalah akan dapat terlewati dengan sempurna. Selesai dengan baik dan berbuah surga di akhirnya. Pertolongan Allah inilah yang pada akhirnya akan selalu memberikan ketenangan dalam setiap aktifitas yang kita jalani, karena Ia selalu dihadirkan dan sebagai tempat bersimpuh dalam segala kondisi, baik susah ataupun senang.

“Dan Dialah yang menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin untuk menambah keimanan atas keimanan mereka (yang telah ada). Dan milik Allah lah bala tentara langit dan bumi, dan Allah Maha Mengetahui Maha Bijaksana.” (al Fath:4)

 

Blimbingsari-Depok-Sleman

14 Zulhijjah 1433 H