Arsip | ramadhan RSS for this section

Rekaman Imam Masjid Habiburrahman: Ustadz Abdul Aziz Abdur Rauf, Lc. al Hafidz


bagi yang ingin mendownload, silahkan klik –> https://www.dropbox.com/s/0jnh46o5c8ycgne/rekamanQLhabib.3gp

di dengarkan sampai habis ya, maaf itu banyak backsoundnya, ada yang batuk, bunyi HP, suara anak kecil, sampai yang ngedehem gak selesai-selesai 😀

semoga bermanfaat untuk kita semua agar tetap istiqomah mendirikan Qiyamul Lail, terutama bagi saya yang masih jarang 😦
semoga Allah pertemukan kita dengan Ramadhan tahun depan dengan kondisi iman yang lebih baik. dan hafalan yang semakin baik pula.

#15 Lima Faham Finansial


Berikut Lima Faham Finansial by: Ippho Santosa

Islam tidak mengajarkan kepada kita untuk menumpuk harga. Rasulullah berdagang, istrinya berdagang, sahabat juga berdagang. Uang itu harus bergerak terus menerus. Kalau ia bergerak nilainya akan naik, kalau ia diam, nilainya akan menurun. Karena apa saja yang bergerak terus menerus ia akan sehat dan manfaat. Jadi, menabung (menyimpan uang) bukanlah cara untuk mengelola finansial.

1. Perdagangan: Agar harta terus berputar dan membesar kemanfataannya

2. Investasi: Persiapan bekal di masa depan. Proyek jangka panjang.

3. Emas: Menjaga nilai harta itu sendiri agar tidak terkena arus inflasi.

4. Sedekah: Agar harta menjadi berkah.

5. Hemat: Menghindari pemborosan.

 

Banjarmasin.16.Ramadhan1435H

#09 Allahumma inna nas`aluka hubbak


Allahumma inna nas`aluka hubbak…

wahubba man yuhibbuk…

wa hubba ‘amalin yuqorribunaa ilaa hubiik

(Ya Allah, kami meminta cinta-Mu dan cinta orang-orang yang mencintai-Mu, serta cinta kepada amal-amal yang mendekatkan kami kepada cinta-Mu)

 

 

Banjarmasin.09.Ramadhan1435H

#07 Allah Maha Tahu pilihan mana yang tepat bagi kita…


Akan ada satu masa dimana tawakkal adalah jalan terakhir atas ikhtiar yang sudah dilakukan.

Akan ada satu masa dimana kepasrahan akan menjadi sikap yang terwujud seiring dengan lahirnya keikhlasan.

Akan ada satu masa dimana tak ada kata lain terucap selain, “ikut dan ikhlas dg keputusanNya, apapun hasilnya nanti.”

Allah Maha Tahu keputusan mana yang terbaik. Allah juga Maha Tahu pilihan mana yang tepat. Bagi kita……..

Jogja.07.Ramadhan.1435H

#06 dikuatkan dengan kesabaran


Syukurilah ujian yang selama ini Allah hadirkan untuk kita. Karena ujian adalah alat Allah untuk membuat kita lebih sabar dan ikhlas. Dan, tahu bahwa balasan atas sabar dan ikhlas adalah Cinta Allah. Ketika kita mampu melewatinya, pasti Allah punya rencana yang sangat indah. Allah tidak pernah ingkar janji. ~ Rindu Ade

 

segala yang kita dapati saat ini adalah ujian, segala yang ingin kita raih juga ujian. ujian kesabaran dan ujian kesyukuran. akan banyak ujian yang akan menyelimuti sesisa waktu kita di kemudian hari. ujian yang akan terus meningkat level kesukarannya. bila ujian yang datang tak pernah berubah, bisa jadi diri kita belum lulus untuk menghadapinya.

sebagai pembelajar, kita mungkin di awal akan merasa kesulitan untuk menghadapi ujian-ujian tersebut. jenuh. bosan. ingin berhenti dan lari dari masalah. tapi Allah sudah menggariskan bahwa ujian-ujian tersebut akan datang sesuai dengan kapasitas diri kita untuk melewatinya.

hari-hari ke depan akan semakin berat…. hari-hari yang akan menentukan kita merasakan nikmatNya surga atau sebaliknya. bila tak ada pundak untuk bersandar, ada sajadah yang selalu tersedia untuk bersujud di kala masalah datang.

 

Jogja.06.Ramadhan1435H

#05 Sebait do’a dalam perjalanan ini


Ada do’a yang dirapal pelan-pelan. Disimpan dalam dalam. Dalam diam-diam.

ia mengiringi setiap langkah perjalanan. memenuhi setiap ruang kosong dalam pikiran. dan menjadi pesan dalam bait-bait penuh harapan.

do’a adalah pesan rindu yang terbaik. yang pasti akan tersampaikan, cepat atau lambat. kini atau nanti. selama doa-doa yang dirapal pelan-pelan itu disampaikan kepada Sang Penggenggam jiwa. Pemilik hati. dan Pengabul do’a.

bukankah do’a dalam diam itu lebih cepat pengabulannya? Tanpa diketahui oleh ia yang kita do’akan……

Diriwayatkan dari Ibnu Umar r.a., “Rasulullah Saw. Bersabda, ‘Do’a yang paling cepat pengabulannya adalah do’a seseorang untuk orang lain yang tidak mengetahuinya.’” (H.R. Abu Dawud) 

Rasulullah Saw bersabda ‘Do’a seorang muslim untuk saudaranya yang tidak mengetahuinya, pasti  dikabulkan. Diatas kepada orang tersebut ada malaikat yang mengawasi, setiap kali dia mendoakan saudaranya dengan kebaikan, maka malaikat itu berkata, “Amin, dan bagimu seperti apa yang engkau do’akan,”’ (H.R. Muslim)

Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: “Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.” (Q.S. al Hasyr:10)

Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, tuhan) selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat kamu tinggal. (Q.S. Muhammad:19)

Ya Tuhan kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapaku dan sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab (hari kiamat).”  (Q.S. Ibrahim:41)

Ya Tuhanku! Ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu selain kebinasaan.” (Q.S. Nuh:28)

Banjarmasin.05.Ramadhan1435H

#03 Berproses dalam kebaikan


 

Musa, seorang hafidz kecil berusia 5,5 tahun kini sudah hafal 29 Juz. bukan sebuah hasil instan. Tentu ada proses dan sebab-sebab yang mengiringinya. Dan juga, tentu bukan hasil kerja kerasnya sendirian menghafal Al-Qur’an. Ada peran orang tua, guru-guru dan lingkungan pergaulannya. Melalui perantara didikan merekalah cahaya Al-Qur’an itu bisa begitu mudah masuk ke dalam hatinya. Ia menjadi contoh, bahwa proses menjadi baik itu harus dimulai sejak dini, tanpa menunggu nanti. Karena kebaikan itu berproses, maka nikmatilah proses itu. dan bersabarlah…….

ishbiruu… wa shaabiruu… wa raabhitu…

 

Palangkaraya.03.Ramadhan.1435H

 

 

 

 

#02 Diiringi dengan keberkahan


Bang, beli bawang, beli bawang gak pake kulit. Bang, jadi orang, jadi orang jangan pelit-pelit

Neng, beli batik, beli batik warnanya terang. Neng, tambah cantik, kalo sering bantu orang

Itu semua dari Allah, itu semua karena Allah. Itu semua milik Allah… Barakallah

 

Banyak harta ngapain (ngapain)

Kalo gak berkah pikirin (pikirin)

Oh punya harta gak mungkin (gak mungkin), dibawa mati

Hidup indah bila mencari berkah
Punya rezeki bagiin (bagiin)

Bantu yang susah tolongin (tolongin)

Oh jadi miskin gak mungkin (gak mungkin), Allah yang jamin

Hidup indah bila mencari berkah.
Ya Allah tuhan kami, berkahi hidup ini…. Sampai tua nanti dan sampai dan sampai dan sampai kami mati.

_wali | Cari Berkah

 

salahsatu tanda keberkahan adalah nikmat yang bertambah-tambah. berkahnya harta ketika penghasilan minim tapi bisa mencukupi kebutuhan, bisa sedekah, bisa investasi. berkahnya benda yang ada dalam genggaman kita ketika benda tersebut tidak cepat rusak, awet dan manfaatnya dirasakan banyak orang. berkahnya usia, ketika semakin bertambah umur, semakin banyak ilmu dan kontibusinya bagi ummat.

dan begitupula cinta. ada keberkahan di dalamnya, bila ia tumbuh dengan cara  yang diridhaiNya.

berkahnya cinta adalah rasa yang bertambah-tambah.

 

 

Sampit.02.Ramadhan.1435H

#01 Bermula dari niat


Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Sesungguhnya amal perbuatan itu (dinilai) hanya berdasarkan niatnya (innamal a’malu binniyyati) –di dalam riwayat lain: berdasarkan niat-niatnya– dan sesungguhnya setiap orang hanya memperoleh apa yang ia niatkan; barangsiapa yang hijrahnya (diniatkan) kepada Allah dan Rasul-Nya maka (nilai) hijrahnya adalah kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barangsiapa hijrahnya (diniatkan) kepada dunia yang ingin diraihnya atau perempuan yang ingin dinikahinya maka (nilai) hijrahnya adalah kepada apa yang menjadi tujuan hijrahnya itu.” (HR Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Turmudzi dan An-Nasa’i, shahih).

 

salahsatu yang membedakan antara rutinitas biasa dengan aktivitas bernilai ibadah adalah niat. dua orang yang berangkat ke kampus untuk menuntut ilmu akan berbeda nilai ibadahnya jika yang satu hanya menjalaninya sebagai rutinitas harian sebagai mahasiswa sedangkan yang kedua benar-benar mencari keberkahan dari ilmu yang sedang dipelajarinya. dua orang yang berusaha mencari nafkah akan berbeda nilainya jika yang satu niatnya mengumpulkan uang agar keluarganya bahagia, hidup mapan dan segala kebutuhannya terpenuhi, sedangkan yang satu lagi mencari nafkah agar harta yang diperolehnya membuat dia bisa semakin dekat dengan Tuhannya.

dua pasang orang yang sedang berencana untuk menikahpun juga sama. bila satu pasangan berniat ‘hanya’ untuk menggugurkan status kesendiriannya dan melanjutkan keturunan akan berbeda nilainya dengan pasangan yang menikah dengan niat untuk saling menguatkan kelebihan dan menambal kekurangan masing-masing agar bisa lebih mudah dan lebih berkah dalam upaya mendekat kepada Rabbnya.

Karena semua amal kita bermula dari niat, maka perbaikilah niat kita jika ada khilaf yang mengotorinya, luruskanlah niat kita jika dalam perjalanannya nanti mulai bengkok dari tujuan awalnya.

innamal a’malu binniyyati

 

PangkalanBun. 01.Ramadhan.1435H

#00 Bakar


cinta macam apakah… bila ia menghampiri, tak ada rasa yang tumbuh di hati.

rindu macam apakah… bila hadir yang dinanti-nanti namun sikap dingin menyelimuti.

semangat macam apakah… bila harapan membumbung tinggi, namun tak jua terealisasi.

penyesalan macam apakah… bila salah yang lalu, terulang kembali di tahun ini.

 

ada yang antusias, ada yang dingin.

semoga kita sudah siap menyambutnya…. BAKAR!!

 

Pangkalan Bun. 30 Sya’ban 1435H

#Bakar 4: Cinta sendirilah yang menerangkan cinta


Tidak ada batasan cinta yang lebih jelas dari pada kata cinta itu sendiri . Makna Cinta tidak bisa dilukiskan hakikatnya secara jelas, kecuali dengan kata cinta itu sendiri. Cinta merupakan cerminan bagi seseorang yang sedang jatuh cinta untuk mengetahu watak dan kelemah lembutan dirinya dalam citra kekasihnya karena ia tidak jatuh cinta kecuali terhadapa dirinya sendiri (Ibnul Qayyim al Jauziyah)

Sekalipun cinta telah kuuraikan dan kujelaskan panjang lebar, namun jika cinta kudatangi, aku jadi malu pada keteranganku sendiri. Meskipun lidahku telah mampu menguraikan, namun tanpa lidah cinta ternyata lebih terang, sementara pena begitu tergesa-gesa menuliskannya. Kata-kata pecah berkeping-keping begitu sampai pada cinta. Dalam menguraikan cinta, akal berbaring tak berdaya, bagaikan keledai terbaring dalam lumpur. Cinta sendirilah yang menerangkan cinta dan percintaan. (Habiburrahman El Shirazy)

Sepertinya cukup untuk tak memperpanjang lagi definisi tentang cinta. Karena cinta itulah yang mampu menerangkan dengan jelas makna cinta itu sendiri.

4 Ramadhan 1434 H

08.57 WIB

#Bakar 3: kehadiranmu adalah cahaya bagi mereka


Bosan… Menyerah… Kalah…

mungkin itu yang hadir di benak sebagian atau segelintir atau bahkan banyak dari kita saat apa yang selama ini sudah diperjuangkan ternyata nihil hasilnya. membuat program kerja agar orang-orang -termasuk diri kita- menjadi baik dengan susah payah mengorbankan waktu luang yang kita miliki namun pada akhirnya seolah tak ada perubahan yang terjadi dari apa yang kita upayakan tersebut.

Bosan… Menyerah… Kalah…

selalu saja ada alasan bagi kita untuk berhenti berjuang. entah karena bisikan setan atau bisikan-bisikan kawan-kawannya yang menjelma wujud menjadi manusia. “sudahlah berhenti saja… apa yang kamu lakukan sia-sia.. “ terhenti dan berbalik arah hingga melenceng jauh, itulah program besar mereka untuk menggelincirkan manusia.

Bosan… Menyerah… Kalah…

tidakkah kalian ingat bahwa ada sososk manusia yang begitu gigih memperjuangkan risalahnya dengan penuh kesabaran, saat orang lain mengejeknya, mencela sebagai orang gila dan menyuruhnya untuk berhenti menyampaikan risalah tersebut, namun ia tetap sabar, tetap tegar bahkan mempertaruhkan nyawa untuk sebuah perjuangan yang telah diembankan kepadanya. dia tak pernah bosan mendoakan ummatnya siang malam, bahkan hingga menjelang wafatnya masih terucap kata-kata indah menyeru ummat yang dicintainya. dia tak pernah menyerah menghadapi ancaman orang-orang yang memusuhinya. justru dengan sabar ia mendo’akan agar suatu saat kaum yang memusuhinya itu menjadi bagian dari penguat perjuangannya. “… aku menginginkan semoga Allah berkenan mengeluarkan dari anak keturunan mereka generasi yang menyembah Allah semata, tidak menyekutukan-Nya, dengan sesuatu pun.”  itulah doa beliau kepada orang-orang yang telah menyakitinya.

Buat apa kita menyeru kebaikan, sementara kejahatan masih tetap ada? buat apa kebaikan-kebaikan kita upayakan, sementara disisi lain orang dengan mudah mengkampanyekan kemaksiatan?. belajarlah dari tukang cukur rambut, ia tetap telaten mencukur rambut seseorang meskipun ia yakin rambut itu akan terus tumbuh dan panjang lagi. “supaya terlihat lebih rapi…” begitu ujarnya. dan begitupulalah hidup ini, sepanjang hidup kita kebaikan dan keburukan akan menjadi seteru yang tak pernah berhenti bersaing meluaskan pengaruhnya. bukan berati dengan adanya keburukan yang lebih massif membuat kita berhenti berjuang. “sudahlah tak ada gunanya..” bukan…. bukan itu, namun kehadiran kita di bumi ini untuk menyeru kepada kebaikan agar kehidupan in menjadi lebih baik. “supaya terlihat lebih rapi…”  

“Jika engkau merasa segala yang ada di sekelilingmu gelap dan pekat, tidakkah dirimu curiga bahwa engkaulah yang dikirimkan Allah untuk menjadi cahaya bagi mereka?”Salim A. Fillah.

 

3 Ramadhan, 22.30 WIB

#Bakar 2: Menyelesaikan masalah tanpa masalah


Ada satu jargon dari salah satu BUMN yang menurut saya cukup mengena dan menjadi energi postif ketika terus menerus disebarluaskan dan dijadikan prinsip dasar kinerja mereka. “Mengatasi masalah tanpa masalah.” mengajarkan kepada kita untuk bisa keluar dari kungkungan masalah tanpa harus terjebak kembali dalam masalah lain yang bisa saja lebih besar efeknya.

Terkadang salah penyikapan dan keliru dalam pengambilan keputusan bisa mengakibatkan tribulasi masalah akan menggelinding menjadi tumupukan-tumpukan masalah baru yang seharusnya tidak terjadi namun muncul akibat kesalahan kita dalam menyikapinya.

Kunci awal dalam penyelesaian masalah adalah identifikasi masalah itu terlebih dahulu. Seorang dokter misalnya, sebelum ia merekomendasikan resep yang harus di beli dan dikonsumsi oleh si pasien, tentunya dokter tersebut harus mampu mendiagnosa penyakit apa yang sedang di derita oleh pasien tersebut. Apakah termasuk kategori ringan, sedang ataupun berat. Seorang dokter pasti harus berhati-hati melakukan diagnosa atau identifikasi penyakit yang diderita sang pasien. Gejala-gejala yang muncul dikumpulkan dan dianalisis, barulah kemudian sang dokter bisa merekomedasikan obat yang tepat untuk penyembuhan penyakitnya.

Jika di tahap pertama ini gagal. Salah diagnosa. Maka kemungkinan besar obat yang diberikan kepada pasien tidak akan berdampak baik bagi kesembuhan penyakit si pasien, bahkan bisa jadi kesalahan pendiagnosaan ini menjadi sebab munculnya penyakit-penyakit yang lebih berbahaya lagi.

Bicara masalah diagnosa masalah, suatu hari seorang ustadz pernah berkata, “kalau kamu menemukan lantai dalam keadaan basah dan kotor, apa yang akan kamu lakukan?” Tentu pemikiran spontan yang biasa terucap adalah mengepel lantai tersebut sampai kering. “Salah..” ustadz itu pun kemudian menyanggah. “Kalau kalian melihat lantai yang basah, jangan langsung di pel. Coba lihat dulu apakah di sekitar lokasi lantai yang basah itu ada sebab-sebab yang menyebabkan lantainya menjadi basah. Apakah ada genteng yang bocor? Jangan sampai kamu tiap hari selalu membersihkan dan mengeringkan lantai yang basah namun tidak mengetahui penyebab basahnya lantai tersebut. alhasil apa yang kamu lakukan tiap hari hanya menjadi peredam masalah, bukan penyelesaian masalah.”

Kalau kita sudah tahu inti dari masalah tersebut , maka itulah yang harus diselesaikan terlebih dahulu. Bukan pada faktor-faktor turunannya. Bergerak pada faktor-faktor turunan hanya akan menyelesaikan masalah sementara waktu, bahkan bisa jadi akan menimbulkan masalah baru lainnya yang lebih rumit. Fokus pada inti persoalan adalah langkah awal untuk bisa bergerak efektif dalam setiap penyelesaian masalah-masalah yang akan kita hadapi. “Afalaa Tatafakkaruun….”

2 Ramadhan 1434 H

22.35 WIB

#Bakar 1: Marhaban Yaa Ramadhan


Alhamdulillah.. kata pertama yang wajib untuk diucapkan saat diri ini kembali diizinkan untuk bertemu dengan tamu agung nan istimewa… Ramadhan.

ini puasa yang ke-18 saya sejak lahir… dibawah 5 tahun lupa puasa atau nggak 🙂 tapi intinya udah berkali-kali ramadhan saya ikuti dan semuanya memiliki kenangan tersendiri.

Ramadhan kali ini merupakan ramadhan pertama saya dengan status bukan sebagai pelajar atau mahasiswa (namun bila diizinkan nanti bisa menyandang gelar mahasiswa lagi, hehe). Beda.. Jelas bedanya.. Apalagi membandingkan 4 ramadhan sebelumnya dengan kali ini. Saat-saat ramadhan dipenuhi dengan aktifitas kampus dan ritual khusus PPT ala mahasiswa 😀 kini berganti dengan kesibukan lain dalam ruang dan waktu yang berbeda.

Lalu target-target yang sudah dicapai apa saja? hmm ngelus-ngelus dada….

kalau kita bicara perubahan, maka perubahan yang diupayakan itu adalah perbaikan. Bukan stagnansi atau kemunduran. Kalau ramadhan tahun lalu hanya bisa khatam 30 juz. tahun ini tak boleh sama jumlah khatamannya. Harus ada pembeda yang membuat amalan kita meningkat, misal khatam 30 juz plus hafal 3 juz. nah ini baru beda… atau kalau tahun lalu sudah tercapai, ditingkatin lagi targetntya, khatam 30 juz, hafal 3 juz, khatam terjemah.. dan begitu seterusnya.

Kalau dengan berubahnya waktu dan bertambahnya usia target ramadhan kita sama-sama saja, rugi dong kita. Umur udah kepala 2, tapi target cuma khatam 1 juz tok. woooiii *neriakin diri sendiri*

Jangan mau kalah sama waktu, dia terus bergerak mengubah setiap detik demi detik namun mampu merubah bilangan hari bulan dan tahun.

Bukan status mahasiswa atau bukan mahasiswa yang membuat ramadhan kali ini beda. bukan… status itu nggak terlalu penting. Setiap manusia pasti punya limit waktu pada satu fase, setelah itu dia harus pindah ke fase selanjutnya. yang penting adalah ramadhan kali ini harus… harus…. lebih baik dari ramadhan sebelumnya. nggak boleh sama aja atau bahkan menurunkan target dengan alasan kerja, dengan alasan “dulu kan lingkungan mendukung”, dengan alasan “dulu kan banyak kajian…”, dengan alasan “dulu kan masih mahasiswa enak klo mau ini mau itu..” dan beribu alasan lainnya. kalau ada alasan-alasan pembelaan diri yang membuat kualitas ramadhamu menurun… BAKAR!!!!

 

1 Ramadhan 1434 H

00.30 WIB

memutar waktu


#1 Ramadhan: Cover… ini tulisan malam pertama ramadhan, saat itu shalat tarawihnya di masjid al-khasanah, dukuh 7. berangkat bareng sama ibu dan bapak pondokan putra. 
Kenapa diberi judul cover, karena ini awal ramadhan. ya sebagai pembuka gitu. Dan juga terinspirasi dari kejadian malam itu yang berhubungan dengan sebuah pepatah "Don't Judge the book by the cover."
#2 Ramadhan: Cemburu… apa si ini? nggak banget judulnya, no comment lah. pokoknya ini ditulis di rumah pak sudar jam 11 malem. Penghuni rumah lainnya udah pada tidur.
#3 Ramadhan: Jangan sepelekan yang kecil yang ini saya inget, nulisnya sambil nonton tabligh akbar Uje di TV apa gitu (hehe ternyata lupa stasiunnya). 2 jam sebelumnya hampir aja mempermalukan diri krn ga punya duit buat bayar obat di apotek :)
#4 Ramadhan: Mughits, Barirah dan romantikanya nuansa hati malam itu, halahhhh..
#5 Ramadhan: Maaf dengan sangat… mengingat romansa waktu di IC dengan sekarang
#6 Ramadhan: Sidang… pokoknya pas hari itu sesuau banget deh, dikejar-kejar polisi untuk pertamakalinya gara-gara bablas lampu merah :)
#7 Ramadhan: Pensil Ajaib… pas nulis ini jadi teringat dengan kuliah KWN di IC
#8 Ramadhan: Pinta hamba ya Rabb…. ini pas mau ngapain ya? kok sy ada di NB???? Pagi-pagi nulisnya di dalem masjid Nurul Barokah. 
#9 Ramadhan: Pertengahan…(bag-1) wuaaaa, ternyata saya masih punya utang part ke-2 nya. kapan-kapan aja deh :)
#10 Ramadhan: dia pun terbang menemui ayahnya… inget sebuah materi agama pas semester 1 yang di ajar pak Nopri
#11 Ramadhan: Manja… habis muncul di dakwatuna.com langsung saya repost lagi tulisan ini pas subuh-subuh 
#12 Ramadhan: Witing Tresno Jalaran Soko Kulino… saat saya mulai jatuh cinta pada seisi kampung bojong, #eh salah Desa Bojong.
#13 Ramadhan: Ujian kapasitas dan kesabaran dalam menikmati setiap prosesnya… Judulnya paling panjang diantara 29 tulisan lainnya, setelah saya coba submit lagi ke dakwatuna.com akhirnya seminggu setelahnya langsung terbit. Dan ini tulisan ke-4 saya di situs itu.
#14 Ramadhan: Cuci gudang SMS part-2 pas lagi bingung mau nulis apa, soalnya habis tegang bener setelah anak-anak TPA diganggu oleh 'penghuni' kelas pas mau mabit di sekolah.
#15 Ramadhan: Putuskan dalam kondisi ruhiyah terbaik… sambil nonton bola di RS Rizki Amalia Medika nunggu teman KKN yang dirawat. Tulisan ke-5 @ dakwatuna.com
#16 Ramadhan: Dulu kita pernah melakukannya… nulisnya pagi-pagi sebelum sidang tilang.
#17 Ramadhan: Merdeka !/?… yeey tirakatan, makan gulai sapi gratis di balai desa Bojong.
#18 Ramadhan: Meminang kesabaran dan kesyukuran… ini kok sempet-sempetnya ngeblog ya, antara waktu buka dan tarawih.
#19 Ramadhan: Diam tak selamanya salah…. di saat yang lain bochu (bobo chubuh) :)
#20 Ramadhan: (Tidak) ada kesempatan kedua! Pokoknya harus diperbaiki !!!!
#21 Ramadhan: Menulis di padang ilalang.. hari itu lagi nggak sempet nulis, siangnya ada agenda pemenangan pilwali kota Jogja.
#22 Ramadhan: Bahkan… Kini lebih rasanya jauh lebih dalam hoho,, memasuki hari-hari terakhir di tempat KKN
#23 Ramadhan: Ikatan kita… Bukan sembarang ikatan tulisan perdana di fimadani.com dengan perubahan judul menjadi "Muhasabah Cinta 2 sahabat." ini nulisnya pas lagi di Perpus LPI, saat dapet jatah kultum subuh dan tarawih di masjid at-Taubah.
#24 Ramadhan: Mungkin ini yang terakhir.. hiks...hiks... speechless
#25 Ramadhan: SMS Lebaran…. pasca KKN, masih bertahan sehari dulu di asrama sebelum mudik
#26 Ramadhan: Saya pamit… :D parahhh, ni setengah jam sebelum keberangkatan bis jombo-lebak bulus masih aja memposting kartu lebaran -____-'
#27 Ramadhan: LPK horeee, hari pertama di rumah. setelah selesai dg urusan LPK
#28 Ramadhan: Mencintai Sejantan Ali nggak tau mau nulis apa, nggak ada ide, di rumah jadi nggak produktif. udah mikirin rendang sama ketupat :) jadinya cuma repost
#29 Ramadhan: Endorsement.. saya kira ini hari terakhir ramadhan, makanya dikasih judul endorsement, biar klop sama covernya. eh ternyata puasanya nambah sehari lagi.
#30 Ramadhan: A moment to remember.. hari yang mengharukan, setelah siangnya menghadiri pemakaman sang guru tercinta.


#30 Ramadhan: A moment to remember..


….sebab laut yang tenang takkan bisa menghasilkan pelaut yang tangguh…. (Ir. Zulhiswan)

Pagi tadi sekitar pukul 7-an, beberapa sms masuk, notifikasi facebook semakin banyak, termasuk juga milis dan twit tentang sebuah berita duka.

“Innalillahi wa innailaihi raajiun, telah berpulang ayahanda kita Bapak ZULHISWAN.
informasi mengenai pemakaman akan kami sampaikan kemudian, sampai detik ini kami masih mengumpulkan informasi terkait.”
 Mohon doa untuk beliau agar diberikan kelapangan didalam kuburnya dan digolongkan bersama orang-orang shalih. Semoga keluarga beliau diberikan ketabahan.”

Sampai sekitar jam 8 saya masih mencari-cari kebenaran berita tersebut sekaigus mencari alamat rumah duka beliau, karena beberapa bulan terakhir ini ia bersama istrinya sudah tidak tinggal lagi di Tangerang. Alhasil baru jam 9 saya berangkat dari rumah ke rumah duka.

Berangkat naik angkot sampe lebakbulus dilanjut naek transajakarta akhirnya bisa sampe juga ke alamat tujuan. Dan ternyata….. tempatnya itu baru saja dua hari kemarin saya lewati. Ya, hari sabtu kemarin, saat dari mangga dua mau ke senen, saya sempet muter lewat jalan itu. Mungkin kemarin itu sudah dikasih aba-aba supaya saya mampir ke tempat belaiu. Tapi, ah nyesel juga kenapa kemarin nggak mampir kesitu.

Sampai di lokasi, jenazah sudah selesai di mandikan. Alhamdulillah, saya masih diberikan kesempatan untuk melihat wajahnya untuk terakhir kalinya. Tepat menjelang adzan zuhur, jenazah sudah selesai dikafani dan siap untuk disholatkan. Hingga menjelang pukul 12.30, baru kemudian dibawa ke tempat pemakaman di kawasan Rawamangun, Jakarta Timur.

Hmm, beliau benar-benar diberikan kasih sayangNya, ratusan anak-anak didiknya selama ini turut mendoakan kepergian belia yang wafat dipenghujung akhir ramadhan ini. Dan, saya baru inget. Ternyata tepat tanggal 29 Agustus 2010 yang lalu, saya berjumpa dengan beliau di Karawaci. Rumah sehari-harinya tempat bolak-balik istirahat usai mengajar di IC.

Saat itu, saya berangkat langsung dari Jogja untuk menemui beliau, karena mendengar kabar bahwa setelah tanggal itu, ia bersama istrinya akan mudik ke Padang dan langsung umroh. Waktu itu kondisi fisiknya Alhamdulillah sudah membaik pasca operasi pertama. Iapun masih sempat mengenali saya, meski bicaranya terbata-bata tak seperti dua tahun yang lalu, yang masih mahir mengotak-atik otak anak didiknya.

Bahkan, ketika saya jenguk, iapun meminta diantarkan ke sekolah hari itu juga dengan supirnya. Ingin sekedar silaturahim setelah sekian bulan tidak mengajar lagi. Dan lagi, ternyata perjuangan beliau pulang pergia mengajar sangat mengharukan. Melewati jalan-jalan pasar berkelok-kelok dan rute yang sangat panjang. Hingga tak terbayang, beliau waktu itu bisa sampai sekolah jam 6 pagi. Dan pulang kerumahnya jam 11 malam ketika harus memberika kuliah tambahan di asrama.

Tepat setahun setelahnya, hari ini 29 agustus 2011, saya dipertemukan lagi dengannya. Pertemuan yang juga merupakan pertemuan terakhir di dunia ini. Menatapnya yang sungguh jauh berbeda dengan ia ketika masa-masa sekolah dulu. Guru inspiratif yang telah mengantarkan murid-muridnya ke perguruan tinggi negeri. Guru matematika terbaik yang pernah saya kenal.

Selamat jalan pak, semoga kita nanti bisa bertemu lagi di surgaNya…  Aamiin

#22.30 WIB
Masa Injury time Ramadhan 1432 H

#29 Ramadhan: Endorsement..


Membaca adalah salah satu bagian penting dalam unsur pembelajaran, selain menulis, mendengar dan mengaplikasikan. Membaca juga membuka wawasan pemikiran yang tanpa sadar telah menambah jumlah kosakata pengetahuan dalm memori otak kita. Apa yang kita baca, itulah yang akan keluar dari lisan kita.

Pilihan bacaan kita juga akan menentukan informasi dan pengetahuan apa saja yang akan masuk dan terekam dalam otak. Bacaan yang baik tentu akan menghasilkan simpul-simpul memori kebaikan dalam syaraf otak kita, begitu juga sebaliknya.

Buku memang memiliki kemampuan sebagai tansformer pasif bagi pengetahuan manusia. Dengannya, segala apa yang belum diketahui manusia selama ini, bisa jadi terdapat dalam sebuah tulisan dalam buku. Untuk menilai apakah sebuah buku itu bagus ataupun jelek, biasanya kita mempertimbangkan komentar-komentar orang lain terhadap buku tersebut yang ada di sampul bagian belakang. Ini yang dinamakan endorsement.

Biasanya, untuk meningkatkan daya beli masyarakat kepada buku tersebut, biasanya endorsement yang ditampilkan adalah, komentar-komentar dari orang-orang berpengaruh dan memiliki posisi terhormat. Seperti public figur, artis,politisi, tokoh pendidikan, maupun orang-orang yang sekiranya mampu mengangkat daya jual buku tersebut. Bisa dibayangkan, misalnya saja da sebuah buku yang endorser nya adalah seorang presiden, dan ia menyatakan bahwa buku yang telah di reviewnya terbut memiliki kualitas isi yang bagus, maka akan semakin tinggilah nilai jual dn permintaan buku tersebut di masyarakat.

Namun, terkadang, si endorser itu tidak membaca keseluruhan isi buku yang direviewnya. Alhasil, tak jarang apa yang dikatakannya dalam endorsement tersebut tidak sesuai dengan kenyataan kualitas bukunya karena masyoritas endorsement yang ditampilkan diupayakan dalah bentuk ‘pujian’ terhadap keberadaan buku tersebut.

Penerbit hanya mengejar popularitas buku dengan memasukkan tokoh-tokoh penting sebagai endorsernya. Bahkan bisa jadi, penerbit hanya mencatut nama tokoh tersebut dan ‘membeli’ namanya kemudia isi endorsementnya dibuat sendiri oleh penerbit tersebut.

Kalau dulu saya bicara tentang cover. “Don’t judge the book by the cover”, sekarang “Don’t judge the book by the endorsement”.

Tak berguna bila awalan bukunya manis, tapi endorsementnya ternyata hanya tipuan belakan, biarlah ‘pembaca’ yang akan menilai isi bukunya sendiri. Jangan melihan cover ataupun endorsementnya Karena sekali lagi, itu hanya ‘kulitnya’ saja. Pelajarilah isi bukunya, ambillah manfaat dari setiap lembar-lembar tulisan yang dibuatnya, karena tulisan yang indah akan membawa kesan yang indah bagi pembaca.

Jangan mudah berprasangka dengan hanya menilai kulitnya saja, tetaplah berkarnya sebaik mungkin. Biarlah hanya Allah saja yang akan membalas segala niat baik kita.

“Bekerjalah kamu, maka Allah akan melihat pekerjaanmu, begitu juga Rasul-Nya dan orang-orang mukmin, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. At Taubah : 105)

*Di Penghujung akhir Ramadhan
#07.30 WIB, 29 Ramadhan 1432 H
Sebuah sudut ruang kecil yang saya sebut warung.

#28 Ramadhan: Mencintai Sejantan Ali


Artikel yang ditulis ustadz Salim A. Fillah ini sudah sering diposting di berbagai web, blog pribadi, ataupun note-note facebook. Termasuk saya yang kali ini ingin me-repost kembali tulisan beliau. Mengingat kembali bahwa romantika antara ‘Ali dan Fathimah begitu berkesan dan memberikan banyak pelajran.

Ada rahasia terdalam di hati ‘Ali yang tak dikisahkannya pada siapapun. Fathimah. Karib kecilnya, puteri tersayang dari Sang Nabi yang adalah sepupunya itu, sungguh memesonanya. Kesantunannya, ibadahnya, kecekatan kerjanya, parasnya. Lihatlah gadis itu pada suatu hari ketika ayahnya pulang dengan luka memercik darah dan kepala yang dilumur isi perut unta. Ia bersihkan hati-hati, ia seka dengan penuh cinta. Ia bakar perca, ia tempelkan ke luka untuk menghentikan darah ayahnya.

Semuanya dilakukan dengan mata gerimis dan hati menangis. Muhammad ibn ’Abdullah Sang Tepercaya tak layak diperlakukan demikian oleh kaumnya! Maka gadis cilik itu bangkit. Gagah ia berjalan menuju Ka’bah. Di sana, para pemuka Quraisy yang semula saling tertawa membanggakan tindakannya pada Sang Nabi tiba-tiba dicekam diam. Fathimah menghardik mereka dan seolah waktu berhenti, tak memberi mulut-mulut jalang itu kesempatan untuk menimpali. Mengagumkan!

‘Ali tak tahu apakah rasa itu bisa disebut cinta. Tapi, ia memang tersentak ketika suatu hari mendengar kabar yang mengejutkan. Fathimah dilamar seorang lelaki yang paling akrab dan paling dekat kedudukannya dengan Sang Nabi. Lelaki yang membela Islam dengan harta dan jiwa sejak awal-awal risalah. Lelaki yang iman dan akhlaqnya tak diragukan; Abu Bakr Ash Shiddiq, Radhiyallaahu ’Anhu.

”Allah mengujiku rupanya”, begitu batin ’Ali.

Ia merasa diuji karena merasa apalah ia dibanding Abu Bakr. Kedudukan di sisi Nabi? Abu Bakr lebih utama, mungkin justru karena ia bukan kerabat dekat Nabi seperti ’Ali, namun keimanan dan pembelaannya pada Allah dan RasulNya tak tertandingi. Lihatlah bagaimana Abu Bakr menjadi kawan perjalanan Nabi dalam hijrah sementara ’Ali bertugas menggantikan beliau untuk menanti maut di ranjangnya.

Lihatlah juga bagaimana Abu Bakr berda’wah. Lihatlah berapa banyak tokoh bangsawan dan saudagar Makkah yang masuk Islam karena sentuhan Abu Bakr; ’Utsman, ’Abdurrahman ibn ’Auf, Thalhah, Zubair, Sa’d ibn Abi Waqqash, Mush’ab.. Ini yang tak mungkin dilakukan kanak-kanak kurang pergaulan seperti ’Ali.

Lihatlah berapa banyak budak Muslim yang dibebaskan dan para faqir yang dibela Abu Bakr; Bilal, Khabbab, keluarga Yassir, ’Abdullah ibn Mas’ud.. Dan siapa budak yang dibebaskan ’Ali? Dari sisi finansial, Abu Bakr sang saudagar, insya Allah lebih bisa membahagiakan Fathimah.

’Ali hanya pemuda miskin dari keluarga miskin. ”Inilah persaudaraan dan cinta”, gumam ’Ali.

”Aku mengutamakan Abu Bakr atas diriku, aku mengutamakan kebahagiaan Fathimah atas cintaku.”

Cinta tak pernah meminta untuk menanti. Ia mengambil kesempatan atau mempersilakan. Ia adalah keberanian, atau pengorbanan.

Beberapa waktu berlalu, ternyata Allah menumbuhkan kembali tunas harap di hatinya yang sempat layu.

Lamaran Abu Bakr ditolak. Dan ’Ali terus menjaga semangatnya untuk mempersiapkan diri. Ah, ujian itu rupanya belum berakhir. Setelah Abu Bakr mundur, datanglah melamar Fathimah seorang laki-laki lain yang gagah dan perkasa, seorang lelaki yang sejak masuk Islamnya membuat kaum Muslimin berani tegak mengangkat muka, seorang laki-laki yang membuat syaithan berlari takut dan musuh- musuh Allah bertekuk lutut.

’Umar ibn Al Khaththab. Ya, Al Faruq, sang pemisah kebenaran dan kebathilan itu juga datang melamar Fathimah. ’Umar memang masuk Islam belakangan, sekitar 3 tahun setelah ’Ali dan Abu Bakr. Tapi siapa yang menyangsikan ketulusannya? Siapa yang menyangsikan kecerdasannya untuk mengejar pemahaman? Siapa yang menyangsikan semua pembelaan dahsyat yang hanya ’Umar dan Hamzah yang mampu memberikannya pada kaum muslimin? Dan lebih dari itu, ’Ali mendengar sendiri betapa seringnya Nabi berkata, ”Aku datang bersama Abu Bakr dan ’Umar, aku keluar bersama Abu Bakr dan ’Umar, aku masuk bersama Abu Bakr dan ’Umar..”

Betapa tinggi kedudukannya di sisi Rasul, di sisi ayah Fathimah. Lalu coba bandingkan bagaimana dia berhijrah dan bagaimana ’Umar melakukannya. ’Ali menyusul sang Nabi dengan sembunyi-sembunyi, dalam kejaran musuh yang frustasi karena tak menemukan beliau Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam. Maka ia hanya berani berjalan di kelam malam. Selebihnya, di siang hari dia mencari bayang-bayang gundukan bukit pasir. Menanti dan bersembunyi.

’Umar telah berangkat sebelumnya. Ia thawaf tujuh kali, lalu naik ke atas Ka’bah. ”Wahai Quraisy”, katanya. ”Hari ini putera Al Khaththab akan berhijrah. Barangsiapa yang ingin isterinya menjanda, anaknya menjadi yatim, atau ibunya berkabung tanpa henti, silakan hadang ’Umar di balik bukit ini!” ’Umar adalah lelaki pemberani. ’Ali, sekali lagi sadar. Dinilai dari semua segi dalam pandangan orang banyak, dia pemuda yang belum siap menikah. Apalagi menikahi Fathimah binti Rasulillah! Tidak. ’Umar jauh lebih layak. Dan ’Ali ridha.

Cinta tak pernah meminta untuk menanti.
Ia mengambil kesempatan.
Itulah keberanian.
Atau mempersilakan.
Yang ini pengorbanan.

Maka ’Ali bingung ketika kabar itu meruyak. Lamaran ’Umar juga ditolak.

Menantu macam apa kiranya yang dikehendaki Nabi? Yang seperti ’Utsman sang miliarderkah yang telah menikahi Ruqayyah binti Rasulillah? Yang seperti Abul ’Ash ibn Rabi’kah, saudagar Quraisy itu, suami Zainab binti Rasulillah? Ah, dua menantu Rasulullah itu sungguh membuatnya hilang kepercayaan diri.

Di antara Muhajirin hanya ’Abdurrahman ibn ’Auf yang setara dengan mereka. Atau justru Nabi ingin mengambil menantu dari Anshar untuk mengeratkan kekerabatan dengan mereka? Sa’d ibn Mu’adzkah, sang pemimpin Aus yang tampan dan elegan itu? Atau Sa’d ibn ’Ubaidah, pemimpin Khazraj yang lincah penuh semangat itu?

”Mengapa bukan engkau yang mencoba kawan?”, kalimat teman-teman Ansharnya itu membangunkan lamunan. ”Mengapa engkau tak mencoba melamar Fathimah? Aku punya firasat, engkaulah yang ditunggu-tunggu Baginda Nabi.. ”

”Aku?”, tanyanya tak yakin.

”Ya. Engkau wahai saudaraku!”

”Aku hanya pemuda miskin. Apa yang bisa kuandalkan?”

”Kami di belakangmu, kawan! Semoga Allah menolongmu!”

’Ali pun menghadap Sang Nabi. Maka dengan memberanikan diri, disampaikannya keinginannya untuk menikahi Fathimah. Ya, menikahi. Ia tahu, secara ekonomi tak ada yang menjanjikan pada dirinya. Hanya ada satu set baju besi di sana ditambah persediaan tepung kasar untuk makannya. Tapi meminta waktu dua atau tiga tahun untuk bersiap-siap? Itu memalukan! Meminta Fathimah menantikannya di batas waktu hingga ia siap? Itu sangat kekanakan. Usianya telah berkepala dua sekarang.

”Engkau pemuda sejati wahai ’Ali!”, begitu nuraninya mengingatkan. Pemuda yang siap bertanggungjawab atas cintanya. Pemuda yang siap memikul resiko atas pilihan- pilihannya. Pemuda yang yakin bahwa Allah Maha Kaya. Lamarannya berjawab, ”Ahlan wa sahlan!” Kata itu meluncur tenang bersama senyum Sang Nabi.

Dan ia pun bingung. Apa maksudnya? Ucapan selamat datang itu sulit untuk bisa dikatakan sebagai isyarat penerimaan atau penolakan. Ah, mungkin Nabi pun bingung untuk menjawab. Mungkin tidak sekarang. Tapi ia siap ditolak. Itu resiko. Dan kejelasan jauh lebih ringan daripada menanggung beban tanya yang tak kunjung berjawab. Apalagi menyimpannya dalam hati sebagai bahtera tanpa pelabuhan. Ah, itu menyakitkan.

”Bagaimana jawab Nabi kawan? Bagaimana lamaranmu?”

”Entahlah..”

”Apa maksudmu?”

”Menurut kalian apakah ’Ahlan wa Sahlan’ berarti sebuah jawaban!”

”Dasar tolol! Tolol!”, kata mereka,

”Eh, maaf kawan.. Maksud kami satu saja sudah cukup dan kau mendapatkan dua! Ahlan saja sudah berarti ya. Sahlan juga. Dan kau mendapatkan Ahlan wa Sahlan kawan! Dua-duanya berarti ya !”

Dan ’Ali pun menikahi Fathimah. Dengan menggadaikan baju besinya. Dengan rumah yang semula ingin disumbangkan ke kawan-kawannya tapi Nabi berkeras agar ia membayar cicilannya. Itu hutang.

Dengan keberanian untuk mengorbankan cintanya bagi Abu Bakr, ’Umar, dan Fathimah. Dengan keberanian untuk menikah. Sekarang. Bukan janji-janji dan nanti-nanti.

’Ali adalah gentleman sejati. Tidak heran kalau pemuda Arab memiliki yel, “Laa fatan illa ‘Aliyyan! Tak ada pemuda kecuali Ali!” Inilah jalan cinta para pejuang. Jalan yang mempertemukan cinta dan semua perasaan dengan tanggung jawab. Dan di sini, cinta tak pernah meminta untuk menanti. Seperti ’Ali. Ia mempersilakan. Atau mengambil kesempatan. Yang pertama adalah pengorbanan. Yang kedua adalah keberanian.

Dan ternyata tak kurang juga yang dilakukan oleh Putri Sang Nabi, dalam suatu riwayat dikisahkan bahwa suatu hari (setelah mereka menikah) Fathimah berkata kepada ‘Ali, “Maafkan aku, karena sebelum menikah denganmu. Aku pernah satu kali jatuh cinta pada seorang pemuda ”

‘Ali terkejut dan berkata, “kalau begitu mengapa engkau mau manikah denganku? dan Siapakah pemuda itu?”

Sambil tersenyum Fathimah berkata, “Ya, karena pemuda itu adalah Dirimu”

Kemudian Nabi saw bersabda: “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla memerintahkan aku untuk menikahkan Fatimah puteri Khadijah dengan Ali bin Abi Thalib, maka saksikanlah sesungguhnya aku telah menikahkannya dengan maskawin empat ratus Fidhdhah (dalam nilai perak), dan Ali ridha (menerima) mahar tersebut.”

Kemudian Rasulullah saw. mendoakan keduanya:

“Semoga Allah mengumpulkan kesempurnaan kalian berdua, membahagiakan kesungguhan kalian berdua, memberkahi kalian berdua, dan mengeluarkan dari kalian berdua kebajikan yang banyak.” (kitab Ar-Riyadh An-Nadhrah 2:183, bab4)

#27 Ramadhan: LPK


akhirnya setelah menempuh 5 hari perjalanan (tadi ngelewatin pasar senen, pasar rebo, pasar kemis, pasar jum’at, sama pasar minggu), akhirnya saya sampe juga ke kampung halaman…. alhamdulillah….

setelah kemarin kejar-kejaran sama LPK KKN, kini saya bisa bebas dari yang namany laporan. Entah mengapa LPPM mengharuskan mahasiswa KKN supaya membuat laporan yang njelimet, mulai dari Lembar K1, K2, K3, R1, bahkan untuk kormasit dan kormater juga ada lembar R2, dan R3.

Memang, bagian yang paling menyebalkan dari KKN ini adalah cuma laporan. itu tok… sisanya, semuanya menyenangkan. Bahkan pertengkaranpun menyenangkan. Diem-dieman pun menyenangkan. Saling ejek-ejekan pun menyenangkan. Cuma satu itu yang menyebalkan, LAPORAN.

Itu pandangan saya selaku mahasiswa yang udah kebelet pengen liburan segera, tapi bisa jadi ada manfaatnya juga kali ya kita disuruh bikin laporan sebanyak itu.

Saya jadi terpikir, untuk membuat laporan ‘perjalan hidup’ kita selama 2 bulan saja udah ribet. Apalagi nanti kalau diminta laporan pertanggungjawaban kita selama hidup di dunia ini.

Kalau jatah usia saya hingga tahun ini (hikss), berarti saya harus melaporkan catatan lembar K1, yaitu program tema saya selama diamanahkan jadi hamba Allah (hablumminallah), saya juga harus melaporkan ‘catatan amal’ K2 saya yang berhubungan dengan manusia (hablumminannas), dan juga lembar K3 berisi track record seluruh amalan yang saya lakukan selama hidup di dunia ini.

Bisa kebayang pusingnya dan malunya kita kalau di sidang satu per satu di yaumil hisab nanti. Dan saat nanti di sidang, kita gak mungkin bisa menambah-nambah jam catatan amal kebaikan kita, memanupilasi dan mengurangi jam ‘kesia-siaan’ kita. Apalagi nanti yang akan melaporkan seluruh anggota badan kita. Mulut akan melaporkan sejumlah kata-kata yang keluar terucap darinya, mata akan melaporkan berapakali ia memicingkan atau memelotot sesuatu yang allah haramkan, telinga juga akan melaporkan apa saja yang ia dengar. Tangan, kaki, pun akan melaporkan segala yang telah ia perbuat.

Udah ah, semoga pelajaran berharga dari menunda-nunda LPK bisa jadi pelajaran bagi kita untuk terus mengevaluasi diri tiap hari, catatan amal kebaikan yang kita lakukan selama ini sudah berapa jam?

Seperti yang Umar bin Khattab contohkan, beliau selalu mengingat-ingat (a.k.a mencatat/memuhasabahi) amalannya setiap hari menjelang ia tidur. Dan, semoga kita pun seperti itu…

Parung, 27 Ramadhan 1432 H
*hari pertama di rumah, menjalani aktivitas tanpa beban kampus 😀

#26 Ramadhan: Saya pamit… :D


kepada mas-mas, mbak-mbak, bapak-bapak, ibu-ibu, ncang-ncing nyak -babeh, saya mau pamit sementara dari peredaran dunia maya ini. Kalau di kampung sinyalnya bagus, ya tetep berdar di dunia maya ini. kalau nggak, mohon maaf lahir bathin. semoga amal ibadah kita selama bulan suci ramadhan ini diterima oleh Allah SWT

*persiapan mudik…